Miss World: Representasi Eksploitasi Atau Pemberdayaan Perempuan?

Jumat sore, 20 September 2013, Female HATI ITB mengadakan Bincang Sore Seputar Perempuan di selasar TOKA ITB, mengangkat tema "Miss World: Representasi Ekslpoitasi atau Pemberdayaan Perempuan?"

Diskusi Ilmiah Politik: Saat Demokrasi Dipertanyakan, Khilafah Diperjuangkan, Apa Peran Perempuan?

Sabtu (20/4/13), di Gedung Alumi Sipil, unit kajian HATI (Harmoni Amal Titian Ilmu) ITB menggelar DIP (Diskusi Ilmiah Politik) yang berjudul "Saat Demokrasi Dipertanyakan, Khilafah Diperjuangkan, Apa Peran Perempuan?"

Diary HATI Edisi 3/2013

Buletin bulanan Female HATI ITB

UU KETENAGALISTRIKAN UNTUK PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN YANG LEBIH BAIK?

Sekitar satu bulan yang lalu DPR kembali mengesahkan UU Ketenagalistrikan (UUK) 2009 melalui sidang pleno pada tanggal 8 September 2009 setelah sebelumnya UU yang serupa yaitu UU No. 20 tahun 2002 ditolak Mahkamah Konstitusi dengan alasan bertentangan dengan UUD 1945.

KEJAYAAN KHILAFAH : SANG KHALIFAH SULAIMAN AL QONUNI

Sejarah Islam mencatat kiprah dan pejuangannya dengan tinta emas sebagai penguasa Muslim tersukses. Di abad ke-16 M, penguasa Kekhalifahan Usmani Turki itu menjadi pemimpin yang sangat penting di dunia - baik di dunia Islam maupun Eropa. Di era kepemimpinannya, Kerajaan Ottoman menjelma sebagai negara adikuasa yang disegani dalam bidang politik, ekonomi, dan militer.

Sunday, November 27, 2011

Materi LiKa cHapter 10

Mengenal Sifat Dakwah Rasulullah SAW dan Para Sahabat

Adakalanya terbersit didalam benak, bahwa mereka—yaitu para pemikir yang secara individu tumbuh di tengah-tengah umat—yang membangkitkan. Mereka pula yang mewujudkan negara dan masyarakat. Dalam perkara ini, kadang-kadang para Nabi dan kaum reformis dijadikan sebagai argumentasi, bahwa mereka adalah individu yang berhasil membangkitkan umat. Di sini terjadi salah kaprah hingga tergelincir. Sebab, individu—siapapun—dengan karakter individualnya bukanlah institusi, sementara umat secara keseluruhan merupakan institusi, sama halnya dengan negara yang merupakan institusi. Yang dapat mempengaruhi masing-masing institusi itu adalah institusi yang lebih kuat dari keduanya, dengan catatan sama-sama memiliki karakter sebagai sebuah institusi, yang tersusun dari berbagai faktor yang dijalin oleh ikatan yang memang bisa membentuk institusi. Jadi, individu berapapun tingkat kemampuannya, tetap tidak mungkin mampu mempengaruhi sebuah institusi, sekalipun institusi itu sangat lemah. Sebab, yang mampu mempengaruhi institusi hanyalah institusi lagi.

(Taqiyuddin An-nabhani dalam kitabnya Dukhul Mujtama’)

Sungguh Allah telah menganugerahkan kepada kita risalah yang begitu sempurna, yaitu ideologi Islam. Namun sayang, kesempurnaan Islam ini tidak bisa dirasakan saat ini, akibatnya sebutan umat Islam sebagai umat terbaik pun tidak nampak dalam realita. Semua ini diakibatkan oleh jauhnya umat Islam dari penerapan Islam secara komprehensif dalam kehidupan umat Islam. Begitu pula, Islam sebagai rahmat bagi seluruh manusia pun tidak bisa dirasakan saat ini sebagaimana dirasakan dahulu, lagi-lagi ini dikarenakan Islam secara komprehensif tidak diterapkan secara praktis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ya, semua ini diakibakan karena umat Islam tidak menjalankan kewajiban yang sudah dibebankan oleh Allah Sang Pencipta Alam, Manusia, dan Kehidupan. Tidak ada jalan lain untuk kembali menjadi umat terbaik di mata manusia dan di mata Allah tentunya kecuali dengan kembalinya kehidupan Islam yang merupakan rahmat di tengah-tengah manusia. Harus ada persepsi yang sama di tengah masyarakat tentang hal ini, dan dakwah menjadi satu-satunya jalan untuk mengembalikan kehidupan Islam. Namun, dakwah seperti apakah yang bisa mengantarkan umat kembali pada posisinya sebagai umat terbaik? Sifat-sifat dakwah seperti apa yang harus muncul dalam dakwah melanjutkan kehidupan Islam ini?

Kelompok Dakwah Rasulullah SAW dan Para Sahabat

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS Al Ahzab: 21)

Sesungguhnya apa yang dihadapi umat Islam saat ini hampir sama dengan apa yang dihadapi oleh Rasulullah dan para sahabat pada masa awal Islam turun. Dahulu, sebelum Islam turun, peradaban di Makkah dikenal sebagai peradaban jahiliyah yang diliputi oleh kebodohan. Pada masa itu, manusia kebanyakan adalah penyembah berhala, lahirnya anak perempuan adalah sebuah aib sehingga terjadilah penguburan bayi perempuan hidup-hidup, meminum minuman keras adalah kebiasaan, bertransaksi dengan riba adalah biasa, seks bebas juga merupakan hal biasa bahkan seorang perempuan bisa berhubungan suami istri dengan laki-laki manapun dan ketika hamil maka akan diundi siapa yang menjadi ayahnya. Melihat kekacauan yang ada di tengah masyarakat, Rasul kemudian senang untuk menyendiri di Gua Hira sampai akhirnya beliau bertemu dengan pembawa wahyu, malaikat Jibril. Sejak itu, Rasul pun kemudian terus mendapatkan wahyu dari Allah melalui Jibril sampai kemudian Allah sempurnakan menjelang wafatnya Rasululullah SAW.

Pada awal masa dakwahnya, Rasulullah berkeliling mendatangi rumah-rumah di Makkah, sambil mengatakan, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyembahNya dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun.” Beliau mengajak masyarakat memeluk Islam secara terang-terangan , semata-mata untuk melaksanakan perintah Allah:

Hai orang-orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan.” (Al-Mudatstsir : 1-2)

Rasul mengajak orang-orang yang tertarik dan siap menerima dakwahnya tanpa melihat usia, tempat tinggal, jenis kelamin, dan asalnya. Ajakan kepada Islam dilakukan tanpa pilih kasih. Beliau sangat bersemangat membina setiap orang yang memeluk Islam, dengan mengajarkan hukum-hukum agama dan mengajarkan mereka untuk menghafal alQuran. Akhirnya Rasul dan orang-orang yang masuk Islam tersebut membentuk sebuah kelompok dakwah yang siap mengemban dakwah. Jumlah mereka sejak Rasul diutus hingga ada perintah untuk menampakkan dakwah secara terang-terangan adalah 40 orang. Rasulullah mengirim para sahabat yang sudah lebih dahulu masuk Islam dan paham tentang agama Islam, untuk mengajarkan al-Quran kepada orang-orang yang baru memeluk Islam. Beliau mengutus Khabab bin al-‘Arat untuk mengajarkan alQuran kepada Zainab bin al-Khaththab dan Sa’id, suaminya. Dari halaqoh inilah Umar bin Khaththab kemudian masuk Islam.

Masyarakat Makkah merasakan bahwa Muhammad mengajak manusia pada sebuah agama baru. Mereka mengetahui bahwa banyak orang yang masuk Islam. Mereka pun mengetahui bahwa Muhammad membentuk kelompok dakwah bersama para sahabat walau mereka tidak mengetahui dimana orang-orang mukmin ini berkumpul dan siapa saja mereka.

Tidak lama setelah kelompok dakwah Rasul semakin matang dan mendapatkan dukungan kuat dalam dakwahnya yaitu dengan masuk Islamnya Hamzah bin Abdul Muththollib dan Umar bin Khaththab, turunlah kepada Rasul firman Allah :

“Maka sampaikanlah olehmu apa yang telah diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.” (QS. al-Hijr: 94)

Setelah turun ayat ini, Rasul segera meyerukan perintah Allah ini dengan menampakkan keberadaan kelompok dakwah ini kepada seluruh masyarakat secara terang-terangan. Cara yang dipilih Rasul adalah dengan keluarnya Rasul bersama para sahabat dalam dua kelompok. Masing-masing dipimpin oleh Hamzah bin Abdul Muththollib dan Umar bin Khaththab. Mereka pergi menuju Ka’bah dalam barisan rapi kemudian mengitari Ka’bah. Hal ini adalah sesuatu yang sebelumnya tidak dikenal oleh bangsa Arab.

Ini berarti Rasulullah dan para sahabat memasuki fase dakwah secara terang-terangan, beralih dari fase sebelumnya yaitu dakwah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sejak saat itu mulai terjadi benturan antara keimanan dan kekufuran di tengah masyarakat. Begitu pula terjadi gesekan antara pemikiran-pemikiran Islam dan pemikiran-pemikiran Kufur. Masa ini dikenal dengan masa interaksi dan perjuangan.

Masa ini adalah masa yang sangat berat karena perlawanan terhadap dakwah semakin terasa karena para petinggi Quraisy mulai merasakan bahwa apa yang dibawa oleh Muhammad dan para sahabat adalah sesuatu yang akan mengancam kekuasaan mereka, sesuatu yang akan mengganti pola hidup masyarakat yang ada dalam kekuasaan mereka. Sebelum kelompok dakwah Rasul memasuki fase interaksi dan perjuangan, sewaktu Muhammad lewat di majelis orang-orang Quraisy, mereka hanya mengatakan, “Inilah Putra ‘Abd al-Muththollib yang mengatakan suatu perkataan dari langit. Hal ini terus berlangsung hingga mereka mulai merasakan bahaya dakwah yang mengancam kedudukan mereka di tengah masyarakat. Mereka berkumpul untuk menentang, memusuhi, dan memerangi Muhammad dengan berbagai tekanan dan mendustakan kenabiannya. Mereka mengatakan, “Sungguh apa yang dilakukan Muhammad itu tidak masuk akal,” “Mengapa Jibril yang panjang lebar berbicara tentang Muhammad tidak menampakkan diri pada umatnya? Mengapa pula Muhammad tidak mampu menghidupkan orang mati dan tidak bisa menjalankan gunung-gunung sehingga Makkah tidak terus-menerus terpenjara di sekelilingnya?”

Mereka telah melakukan penyerangan kepada dakwah Rasul dan para Sahabat. Tiga cara yang paling penting adalah : penganiayaan, propaganda negatif terhadap dakwah Rasul dan para sahabat, dan pemboikotan. Namun, Rasul dan para sahabat tetap gigih dalam dakwahnya, hingga Allah memberikan pertolongan atas keistiqamahan Rasul dan para sahabat yaitu dengan masuk Islamnya sejumlah orang dari suku Khazraj pada musim haji setelah mereka berdialog dengan Rasulullah. Mereka pun kembali ke Madinah menceritakan keislaman mereka kepada kaumnya. Dan berkat utusan dakwah Rasul ke Madinah, yaitu Mushab bin Umair dan As’ad, tersebarlah Islam di Madinah hingga tidak satu rumah pun di perkampungan Bani Aus dan Khazraj kecuali menyebut-nyebut Muhammad di dalamnya. Kemudian penduduk Madinah pun siap untuk menerapkan Islam. Akhirnya berangkatlah sejumlah orang dari Madinah untuk menemui Rasulullah untuk menyatakan kesiapan mereka diatur oleh sistem Islam. Momen yang sangat penting ini disebut sebagai bai’at Aqabah kedua. Setelah Rasul merasa bahwa Madinah memang siap untuk diterapkan islam, akhirnya Rasul memerintahkan kaum muslimin di Makkah untuk hijrah ke Madinah. Kemudian dimulailah kehidupan Islam di Madinah.

Belajar dari Kelompok Dakwah Rasulullah

Demikianlah, apa yang dilakukan oleh Rasul sejak pertama kali beliau diutus bukanlah sekedar menyampaikan Islam sebagai agama ritual, melainkan Rasul menyampaikan Islam sebagai sebuah sistem kehidupan. Rasul mencela sistem kehidupan jahiliyah masa dulu. Begitu pula, dakwah yang Rasul lakukan adalah dakwah berjamaah, dakwah secara berkelompok bersama para sahabat. Dakwah yang Rasul lakukan sudah seharusnya menjadi teladan bagi kita. Sungguh apa yang dihadapi oleh umat Islam saat ini adalah hal yang sama dengan apa yang dihadapi oleh Rasullullah dan para sahabat yakni kehidupan jahiliyah di mana masyarakat hidup dengan aturan yang berasal dari manusia yang menyebabkan kesengsaraan manusia. Manusia harus dikeluarkan dari kegelapan ini menuju cahaya Islam.

Apa yang diperlukan saat ini adalah adanya kelompok dakwah seperti kelompok dakwah Rasulullah, yakni kelompok dakwah yang menyerukan kehidupan Islam, kehidupan yang diatur oleh aturan Sang Pencipta alam, manusia, dan kehidupan.

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. al-Imron: 104).

Keberadaan kelompok dakwah ini adalah fardhu kifayah bagi umat Islam, dan bergabung di dalamnya pun menjadi fardhu kifayah. Artinya, sepanjang tugas yang dibebankan dalam kewajiban kifayah ini sudah terlaksana, maka gugur bagi yang lain, namun jika belum sempurna pelaksanaan yang dituntut dari fardhu kifayah ini, maka masih menjadi kewajiban bagi seluruh umat Islam. Saat ini, aktivitas amar makruf dan nahi munkar yang paling utama adalah dalam perkara penerapan syari’at Islam secara menyeluruh dalam bentuk Negara Khilafah Islamiyah. Selama kehidupan yang penuh amar makruf nahi munkar ini belum sempurna terealisasi maka adanya kelompok dakwah yang memperjuangkannya menjadi wajib diwujudkan. Pada akhirnya berimplikasi pada hukum bergabung dengan sebuah kelompok dakwah juga menjadi wajib selama tujuan penerapan Islam secara menyeluruh belum tercapai.

Kelompok dakwah ini pun tentu haruslah merujuk kepada perjalanan dakwah Rasul dalam melakukan aktrivitas dakwahnya. Mereka haruslah melakukan aktivitas pembinaan Islam di tengah umat, dan berjuang bersama umat untuk memperoleh kekuasaan untuk menerapkan Islam secara komprehensif dan praktis dalam kehidupan.

Kelompok dakwah ini pun harus mencontoh kegigihan kelompok dakwah Rasul dalam menghadapi setiap bentuk penyerangan terhadap dakwah kelompok mereka. Propaganda negatif yang saat ini gencar dilakukan oleh orang-orang yang membenci Islam, penganiayaan yang juga saat ini terjadi terhadap orang-orang yang memperjuangkan Islam dalam naungan pemerintahan Khilafah Islam, bahkan mungkin pemboikotan terhadap kelompok dakwah harus dihadapi dengan sabar dan tidak memalingkan mereka dari dakwah. Satu hal yang juga tidak boleh dilupakan oleh para pengemban dakwah saat ini bahwa dalam menjalani aktivitas dakwah dan menghadapi kesulitan-kesulitan dakwah, mereka harus fokus dalam aspek menyeru penerapan Islam dan tidak melakukan kekerasan. Orang-orang dalam kelompok dakwah ini harus senantiasa memohon pertolongan kepada Allah untuk dimenangkan dalam dakwah. Allah memiliki kewajiban untuk menolong orang-orang yang menolong agamaNya. Kemenangan atas orang-orang shaleh yang memperjuangkan Islam pun adalah janji Allah. Sungguh Allah Maha Memenuhi Janji.

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS. Muhammad: 7)

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik.(QS. an-Nur : 55)

Apa yang harus dilakukan?

Sungguh, saat ini banyak sekali gerakan-gerakan yang mengatasnamakan Islam. Maka kita harus memohon kepada Allah untuk bisa mengetahui mana yang merupakan kelompok yang memperjuangkan Islam, dan mana yang tidak. Jangan pernah takut untuk mencari kelompok Islam dan mempelajari pemikirannya untuk kemudian menentukan dimana akan ditunaikan kewajiban bergabung dalam sebuah jamaah untuk kemudian dibina dan memperjuangkan Islam dengannya. Berikut ini beberapa gerakan yang kemudian bisa dipelajari pemikirannya dan dilihat perjuangannhya : Ikwanul Muslimin, jama’ah Tabligh, Hizbut Tahrir, Hizbullah, Muhammmadiyah, Nahdatul Ulama, Persis, dan lain-lain.

Semoga Allah memberi kita petunjuk untuk menunaikan kewajiban kita dalam memperjuangkan Islam sehingga bisa tegak dalam naungan Khilafah. Semoga Allah berkenan menjadikan kita sebagai bagian yang merealisasikan janji Allah tegaknya Khilafah.

“Di tengah-tengah kalian terdapat masa Kenabian yang berlangsung selama Allah menghendakinya. Lalu Dia mengangkat masa itu ketika Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan ada masa Kekhilafahan yang mengikuti manhaj Kenabian yang berlangsung selama Allah menghendakinya. Lalu Dia mengangkat masa itu saat Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan ada masa kekuasaan yang zalim yang berlangsung selama Allah menghendakinya. Lalu Dia mengangkat masa itu ketika Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan ada masa kekuasaan diktator yang menyengsarakan, yang berlangsung selama Allah menghendakinya. Lalu Dia mengangkat masa itu saat Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Selanjutnya akan muncul kembali masa Kekhilafahan yang mengikuti manhaj kenabian.” Setelah itu Beliau diam. (HR Ahmad).

Friday, November 18, 2011

LiKa cHapter 9

Menapaki Jalan Perubahan, Jalan Dakwah

Dan telah berkata Al-Hasan (Al-Hasan Al-Basri) kepada Mutorrif ibn ‘Abdillah: nasihatilah sahabat-sahabatmu. Maka dia menjawab: “sungguh aku takut mengatakan apa-apa yang tidak aku lakukan”. Kata Al-Hasan: semoga Allah merahmatimu!. Siapa diantara kita yang mengerjakan (semua) apa yang ia katakan! dan syaitan senang (kalau) ia sungguh-sungguh berhasil dalam hal ini, sehingga tiada seorang pun yang berani menyuruh perkara yang ma’ruf dan mencegah perkara mungkar.

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” ( ar-Rum : 41)

“Maka jika datang kepadamu petunjuk daripadaKu, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjukKu, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia, “ Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman, “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.” ( Thaaha :123-126)

Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada sebuah kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (TQS Ar Ra’du 11)

Setidaknya beberapa ayat yang merupakan wahyu Allah di atas cukup untuk mengingatkan kita tentang krisis multidimensi yang kita hadapi saat ini dan bagaimana solusinya. Semua krisis yang terjadi adalah akibat jauhnya manusia dari penerapan petunjuk yang sudah Allah berikan dalam Islam. Bangsa kita justru mengambil konsep bermasyarakat yang berasal dari kapitalisme sekuler, sebuah ideologi yang berasal dari keterbatasan akal manusia. Sebuah ideologi yang kemudian tidak menempatkan manusia pada posisinya sebagai manusia, ideologi yang merendahkan manusia. Satu-satunya jalan adalah kembalinya manusia khususnya bangsa ini pada petunjuk Allah, yaitu sistem Islam yang akan memecahkan setiap permasalahan manusia dan menempatkan manusia pada posisinya sebagai makhluk Allah di muka bumi. Agar manusia menyadari semua ini, maka harus ada kesamaan persepsi di tengah manusia khususnya bangsa ini untuk menjadikan Islam sebagai sistem hidup yang digunakan dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Kesamaan persepsi ini hanya akan ada dengan adanya proses interaksi pemikiran yang dilakukan oleh orang-orang yang sebelumnya sudah menyadari kebutuhan akan Islam dan memiliki pemahaman tentang Islam. Proses interaksi ini yang disebut dengan dakwah. Dengan adanya proses dakwah, maka umat Islam akan kembali pada posisi awal sebagai umat terbaik:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (TQS. Ali ‘Imran [3] : 104)

Mengenal Dakwah dan Keutamaannya

Dakwah adalah upaya membuat seseorang cenderung ada suatu pemikiran tertentu, sehingga orang tersebut melakukan apa yang disebutkan dalam pemikiran tersebut. Dakwah adalah sebuah kewajiban yang sudah Allah tetapkan pada kita, baik laki-laki maupun perempuan. Allah sudah membimbing kita dalam melakukan proses dakwah, Allah SWT berfirman:

Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhya Tuhanmu, Dialah yang Maha Mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (TQS. an-Nahl [16]: 126)

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (TQS. at-Taubah [9] : 71)

Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (TQS. Al Hijr [15] : 94)

Dakwah juga memiliki posisi yang sangat penting di tengah masyarakat, yaitu menjaga masyarakat agar tidak jatuh dalam jurang kehancuran. Rasulullah SAW. bersabda :

Perumpamaan orang yang menjaga dan menerapkan batas (peraturan Allah adalah laksana kelompok penumpang kapal yang mengundi tempat duduk mereka. Sebagian mereka mendapat tempat di bagian atas, dan sebagian yang lain di bagian bawah, jika mereka membutuhkan air, maka harus berjalan melewati bagian atas kapal. Maka merekapun berujar , “bagaimana jika kami lubangi saja bagian bawah kapal ini(untuk mendapatkan air), toh hal itu tidak menyakiti orang yang berada di bagian atas.” Jika kalian biarkan mereka berbuat menuruti keinginan mereka itu, maka binasalah mereka, dan seluruh penumpang kapal itu. Tetapi jika kalian cegah mereka, maka selamatlah mereka dan seluruh penumpang yang lain. (HR. Bukhari)

Perumpamaan orang-orang muslim, bagaimana kasih sayang dan tolong menolong terjalin antar mereka, adalah laksana satu tubuh. Jika satu bagian merintih merasakan sakit, maka seluruh bagian tubuh akan bereaksi membantunya, dengan berjaga (tidak tidur) dan bereaksi meningkatkan panas badan (demam). (HR. Muslim)

Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemunkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, dan apabila ia tidak mampu,maka hendaklah ia mengubahnya dengan lisannya, dan apabila ia tidak mampu, maka hendaklah mengubahnya dengan hatinya. Dan sesungguhnya hal itu merupakan selemah-lemahnya iman. (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Ar Turmudzi, An Nasa’i, Ibnu Majah, dari Abi Sa’id Al Khudriy)

Balasan bagi para pengemban dakwah pun sangat besar, bahkan pahalanya akan senantiasa mengalir walaupun pengemban dakwah itu sudah tutup usia.

Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk/kebaikan maka ia mendapat pahala seperti pahala-pahala orang yang mengikutinya, dan yang demikian itu tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. (An Nawawy dalam Riyadhus Shalihin)

Rasulullah SAW. pernah bersabda kepada ‘Ali ra :

Demi Allah, seandainya Allah memberi petunjuk kepada seseorang lantaran ajakanmu maka itu lebih baik bagimu daripada menyedekahkan ternak yang merah-merah. (An Nawawy dalam Riyadhus Shalihin)

“Seandainya Allah memberi hidayah pada seseorang melalui usaha anda, maka itu lebih baik dari dunia dan segala isinya. “ (al-hadits)

Kedudukan dan derajat seorang Muslim tidaklah sama dengan Muslim yang lainnya. Seorang mukmin yang mengemban dakwah posisinya mendekati Rasul dan para sahabat, karena mereka melakukan apa yang dilakukan oleh Rasul dan para sahabat, yaitu menyampaikan dan mempejuangkan tegaknya risalah Islam. Aktivitas mereka ini, seca mutlak merupakan aktivitas yang paling utama dan paling mulia di antara aktivitas seluruh makhluk yang ada. Janji atas Rasul dan para sahabat adalah surga.

Dan orang-orang yang beriman paling dahulu, Mereka itulah yang didekatkan kepada Allah, Berada dalam jannah kenikmatan. (TQS.al-Waqi’ah [56]: 10-12).

Oleh karena itu, apabila seorang Muslim senantiasa berupaya meneladani dan mengikuti jejak langkah mereka—yakni dengan menyebarluaskan petunjuk Allah, mengajarkan syariat-Nya, dan mengemban dakwah—maka tidak diragukan lagi bahwa mereka telah menduduki derajat atau kedudukan para Nabi dan para Rasul di surga kelak, meskipun tentu saja bahwa para Nabi dan para Rasul memiliki derajat yang paling tinggi dan kedudukan paling utama karena mereka merupakan manusia pilihan Allah sekaligus mendapatkan wahyu dariNya. Namun demikian, aktivitas yang dilakukan seorang pengemban dakwah jelas mendekati aktivitas yang dilakukan para Nabi dan para Rasul. Demikian pula setiap ucapannya, merupakan ucapan yang paling utama dan paling baik. Allah swt berfirman

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (TQS. Fushshilat [41]: 33).

Bahkan, ketika saat ini kita memegang dan memperjuangkan Islam, kita akan mendapatkan pahala 50 kali pahala para sahabat.

Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari di mana orang yang sabar ketika itu seperti memegang bara api. Mereka yang mengamalkan sunnah pada hari itu akan mendapatkan pahala lima puluh kali dari kalian yang mengamalkan amalan tersebut”. Para Shahabat bertanya: “Mendapatkan pahala lima puluh kali dari kita atau dari mereka?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab: “Bahkan lima puluh kali pahala dari kalian” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Hakim)

Keteladanan pada Diri Seorang Pengemban Dakwah

Setiap Muslim wajib mengemban dakwah dan setiap pengemban dakwah wajib merepresentasikan dan mewujudkan Islam dalam dirinya, baik dalam ucapannya, perilkunya, maupun sifat-sifatnya. Apabila Islam tidak tercermin dan terwujud dalam ucapan, perilaku dan sifat-sifatnya, ia tidak bisa disebut sebagai seorang pengemban dakwah, ia hanya seorang Muslim kebanyakan. Seorang pengemban dakwah idealnya adalah cermin/representasi/perwujudan Islam satu-satunya yang real ketika Daulah Islamiyah-sebagai cermin/representasi/perwujudan dari Islam yang paling besar-tidak ada. Karena itu, seorang pengemban dakwah, ketika berkata, wajb hanya mengucapkan pemikiran dan hukum-hukum Islam saja atau yang tidak bertentangan dengan Islam, ketika berperilaku, wajib hanya melakukan hal-hal yang sesuai dengan Islam semata. Di samping itu, ia pun wajib menyifati dirinya hanya dengan sifat-sifat yang Islami dan akhlak yang terpuji semata. Ia tidak boleh menghiasi dirinya dengan sifat-sifat dan akhlak yang tercela. Sifat-sifat yang terpuji dan dituntut Islam harus ia sukai dan ia miliki. Sebaliknya, sifat-sifat yang tercela dan dilarang Islam harus ia benci dan ia jauhi. Seorang Muslim tidak layak disebut sebagai pengemban dakwah jika ia tidak memiliki salah satu saja dari ketiga aspek-ucapan, perilaku, dan sifat-di atas. Sebab, dalam keadaan Daulah Islamiyah tidak ada, seorang pengemban dakwah adalah cermin/representasi/perwujudan nyata dari Islam saat ini. Dia adalah teladn sekaligus imam bagi umatnya. Sejauh mana Islam terwujud dalam ucapan, perilaku, dan sifat-sifatnya, maka sejauh itu pula dakwanya akan berjalan baik dan berhasil.

Karena itu, untuk dapat mencapai kedudukan semacam ini, seorang pengemban dakwah harus selalu menjaga dirinya agar ia hanya mengucapkan yang benar, hanya berperilaku yang Islami, dan hanya menunjukkan sifat-sifat yang dituntut oleh syariat. Jika tidak, berarti kedudukannya sebagai pengemban dakwah hanyalah sekedar klaim kosong semata. Keadaan ini persis seperti sejumlah negara di Dunia Islam yang ada saat ini, yang mengklaim sebagai negara Islam, padahal sebenarnya bukan. Islam sama sekali tidak tercermin baik di dalam negeri (dengan diterapkannya syariat Islam secara total) maupun dalam hubungan uar negerinya (dengan mengemban dakwah dan jihad). Negara-negara tersebut tidak lebih sebagai negara-negara kufur, yang bukan saja tidak berdakwah, tetapi bahkan amat suka memerangi dakwah Islam dan para pengembannya.

Dengan demikian, setiap pengemban dakwah harus memahami bahwa dirinya merupakan representasi tau perwujudan Islam satu-satunya di tengah ketiadaan Daulah Islamiyah sebagai representsai atau perwujudan Islam yang paling besar. Setiap pengemban dakwah harus menjadi “Islam yang Berjalan”, persis seperti para sahabat Rasulullah saw. Ia tidak boleh menganggap remeh salah satu dari ketiga aspek-yaitu ucapan, perilaku, dan sifat-yang membentuk kepribadian Islamnya selaku seorang pengemban dakwah. Karena itu, siapa saja yang mampu merepresentasikan dan mewujudkan Islam secara benar dan sempurna dalam dirinya, berarti ia layak disebut sebagai pengemban dakwah, yang akan sukses dalam aktivitasnya dan akan mampu memuaskan manusia dengan berbaga pemikiran serta hukum-hukum Islam yang diemban dan didakwahkannya. Sebaliknya, siapa saja yang tidak mampu merepresentasikan dan mewujudkan Islam dalam dirinya, ia berarti kehilangan jati dirinya sebagai seorang pengemban dakwah yang sejati. Ia tidak dipandang mampu mengemban dakwah secara kontinyu dengan menuai keberhasilan dalam dakwahnya.

Dengan demikian seorang Muslim layak disebut sebagai pengemban dakwah apabila dia selalu mengatakan sesuatu yang memang diperintahkan oleh Islam dan tidak pernah mengucapkan sesuatu yang bertentangan dengan-atau menyimpan dari-Islam. Konsekuensinya, seorang pengemban dakwah wajib menjadi seorang ‘alim (berilmu), yakni menguasai berbagai pemikiran dan hukum-hukum Islam yang wajib ia ketahui dalam kapasitasnya sebagai pengemban dakwah. Karena, orang bodoh tentu tidak akan mampu dan tidak dapat dipercaya untuk dapat menyampaikan apa yang diperintahkan oleh islam, sehingga ia pasti tidak mungkin mampu mengemban dakwah secara benar. Seorang Muslim wajib menguasai berbagai pemikian dan hukum-hukum syariat, apalagi seorang pengemban dakwah. Dalam hal ini, Allah telah mendorong setiap orang untuk menuntut ilmu, sekaligus mengagungkan kedudukan para ulama.Allah swt berfirman:

Allah pasti aka meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Allah Mahatau atas apa saja yang kalian kerjakan. (TQS. Al-Mujadillah [58]: 11)

Rasulullah saw juga bersabda

Siapa saja yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah pasti akan membukakan baginya suatu jalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat akan melebarkan sayap keridhaan bagi seorang pencari ilmu. Sesungghnya seluruh makhluk yang ada di langit maupun yang ada di bumi hingga bahkan ikan-ikan di dasar lautan akan meminta ampunan kepada Allah bagi seorang yang berilmu. Sesungguhnya keutaman seorang yang berilmu dengan seorang ahli ibadah adalah laksana keutamaan cahaya bulan purnama pada malam hari atas seluruh cahaya bintang. Sesungguhnya pula, orang-orang yang berilmu (para ulama) adalah pewaris para nabi, sementara para nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariska ilmu. Karena itu, siapa saja yang mengambil ilmu, ia berarti telah mengambil bagian yang sangat besar. (HR. Abu Dawud, Ibn Majah, at-Tirmidzi).

Bersabar dalam Dakwah

Islam muncul pertama kali dalam keadaan terasing dan akan kembali terasing sebagaimana mulainya, maka berbahagialah orang-orang yang terasing tersebut. (HR. Muslim)

Pada dasarnya, mengemban dakwah adalah identik dengan upaya menghancurkan berbagai aqidah, pemikiran, dan hukum-hukum kufur yang membelenggu umat manusia, sekaligus menggantinya dengan aqidah, pemikiran, dan hukum-hukum Allah. Mengemban dakwah adalah aktivitas yang paling mulia yang dilakukan oleh seorang manusia. Dakwah adalah sandaran terbesar bagi berbagai kebajikan serta bagi diperolehnya berbagai derajat dan kedudukan yang mulia. Semua itu tidak layak diperuntukkan bagi orang-orang yang ingin mendapatkannya dengan usaha yang mudah, pengorbanan yang sedikit, dan aman (tanpa mengalami hambatan dan gangguan). Sebab, pengemban dakwah tidak identik dengan tukang pidato hingga ketika ada cobaan yang menghadangnya lalu mundur dan menarik diri ke belakang. Sa’ad bin Abi Waqash pernah bertutur:

Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling keras/berat menrima cobaan?” Beliau menjawab, “Mereka adalah para nabi, lalu orang-orang shalih, dan kemudian orang-orang yang seperti mereka. Seseorang diuji berdasarkan kadar agamanya. Apabila ia teguh dalam agamanya, cobaan baginya akan ditambah. Apabila ia lemah dalam agamanya, cobaannya akan diperingan. Cobaan itu akan selalu dialami oleh seorang hamba sampai ia hidup di atas bumi ini dengan tidak memiliki satu dosa/kesalahan pun. (HR. an-Nasa’I, Ahmad, Ibn Majah, Ibn Hibban, ad-Darimi, al-Hakim, dan at-Tirmidzi)

Abu Sa’id al-Khudri menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda

Sesungguhnya siapa saja yang meminta dijauhkan dari cobaan/bencana, Allah akan menjauhkannya. Siapa saja yang meminta kesabaran dalam menanggung cobaan/bencana, Allah akan memberikan kepadanya kesabaran. Dan siapa saja yang meminta dicukupkan keperluannya, Allah pasti akan mencukupinya. Akan tetapi, mereka tidak aka pernah diberi anugerah yang lebih baik dan lebih luas dibandingkan dengan sikap sabar. (HR. al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i. dan at-Tirmidzi)

Demi Allah, seandainya mereka sanggup meletakkan matahari di sebelah (tangan) kananku dan bulan di sebelah (tangan) kiriku agar aku mau meninggalkan urusan (dakwah) ini, aku tidak akan meninggalkannya, sampai Allah memenangkan dakwah ini atau aku hancur karenanya. (HR. Ibn Hisyam)

Ada juga riwayat dari Miswar dan Marwan, sebagaimana dituturkan oleh at-Thabrani dan disebutkan oleh Ibn Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah, mengenai ucapan Rasulullah saw yang terkenal

Orang-orang Quraisy tidak akan menduga, demi Allah, aku akan selalu memerangi mereka demi risalah yang dengannya Allah mengutusku hingga Allah memenangkan aku atau agama ini terasing sendirian. (HR. ath-Thabrani dan Ibn Katsir)

Sesungguhnya mengemban dakwah adalah beban yang sangat berat dan pekerjaan yang tidak ringan. Akan tetapi, dengan dakwalah Allah memuliakan setiap orang yang berhak untuk mendapatkan keridoanNya, yang baik dalam memimpin dan membimbing umat manusia, serta yang mampu mengarahkan mereka pada amal Islam hingga mereka terdorong untuk mewujudkan representasi atau perwujudan terbesar Islam, yakni Daulah Khilafah ar-Rasyidah.

Seorang pengemban dakwah wajib untuk berpegang teguh pada hukum-hukum syariat serta berupaya meninggalkan dosa dan kemaksiatan sampai Allah memberikan kebaikan melalui tangannya, memuliakannya dengan menurunkan pertolongan kepada umat ini melalui usahanya, mengokohkan kedudukannya di dunia, memasukkannya ke dalam surga Firdaus, serta menempatkannya pada derajat yang sangat tinggi di Surga pada hari perjumpaan dengan Nya.

Mari Nikmati Jalan Dakwah

Menjadi pengemban dakwah adalah konsekuensi dari akidah yang kita yakini.

Mungkin terkadang kita berpikir, ah, saya akan memperbaiki diri dulu baru berdakwah.

Seandainya memang bisa demikian, mungkin Islam tidak akan sampai kepada kita di zaman ini.

Tidak, memperbaiki diri adalah satu hal, satu kewajiban. Berdakwah adalah hal lain, kewajiban yang lain. Dua kewajiban ini adalah hal yang harus kita jalankan. “ sampaikanlah dariku walau satu ayat”, begitu bunyi hadits Rasulullah SAW. Dan, berdakwah seharusnya membuat kita semakin terpacu memperbaiki diri, karena Allah berkata , “ Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”

Apa yang harus kita dakwahkan? Islam. Pemikiran Islam yang mana? Semuanya, dan khususnya adalah pemikiran Islam yang membangkitkan, pemikiran yang akan membuat manusia sadar bahwa manusia adalah hamba Allah, hamba yang harus terikat dengan apa yang ia perintahkan. Islam sebagai sebuah mabda’ (ideologi) yang harus kita sampaikan. Mari berdakwah!

Thursday, November 17, 2011

Diary HATI ed. November : Satu Upaya Nyata Memantik Perubahan

Seorang tokoh reformasi ditawarkan revolusi, ia menjawab: “Rakyat Indonesia sudah terlalu banyak menderita. Revolusi akan memperparah keadaan mereka”. Ketika seorang tokoh radikal ditawarkan reformasi: “Masyarakat kita sudah sangat korup. Hanya revolusi yang bisa menyembuhkannya.”

Terlepas reformasi atau revolusi yang ditawarkan, yang perlu dijawab dulu adalah pertanyaan menggelitik ini: ngapain cape-cape melakukan perubahan? Mungkin ini pertanyaan dari para orang yang terlanjur berada di comfort zone, mereka yang sudah terlalu nyaman dengan kehidupan pribadi masing-masing dan tidak merasa ada something wrong around them. So, berubah untuk apa?

Berharap hal ini tidak melanda kebanyakan mahasiswa ITB yang terlalu asyik dengan dunia akademiknya, UTS, UAS, praktikum, buat laporan, tugas, dll, sehingga amat melenakan yang membuat dirinya autis dengan dunianya sendiri. Mengingat obrolan dengan teman dari Tiben, salah satu unit kajian di ITB juga, tantangan yang sama-sama dihadapi sesama unit kajian adalah, menghadapi mahasiswa-mahasiswa ITB yang sulit diajak berpikir. Tepatnya diajak berpikir di luar dunia akademik. Ironis jika itu menimpa kita semua. Katanya kita adalah putra putri terbaik bangsa. Sangat ironis, karena kita diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa. Semoga ini tidak hanya jadi mitos dan kebanggaan yang berlebih saja. Bagaimana kita akan memimpin bangsa menjadi orang-orang garda terdepan untuk menyelesaikan permasalahan bangsa, tapi saat menjadi mahasiswa saja, kita enggan untuk terlibat lebih jauh berpikir apa masalah bangsa ini dan mengkaji solusi apa yang bisa ditawarkan atas permasalahan bangsanya. Mungkinkah harapan institute terbaik bangsa ini untuk melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa ini masih bisa diwujudkan atau cukup institute ini memproduksi robot-robot pekerja yang mudah disetir oleh pemimpin-pemimpinnya yang banyak main mata dengan pihak asing dan berkhianat pada rakyatnya?

Ketika kembali ke pertanyaan, untuk apa melakukan perubahan? Dengan penuh kesadaran, mudah menjawabnya, kita butuh perubahan, teman! Karena saat ini (cobalah tengok sedikit saja ke luar kampus ganesha, atau nyalakan tv mu untuk sekejap saja melihat berita, intiplah koran, atau jika Koran sangat tak mungkin bertatapan dengannya, masih ada waktu buka internet kan walau hanya untuk update status?) kita akan menemui negeri ini tengah berkubang dalam lumpur masalah. Jadi melakukan perubahan bertolak dari menyadari ada masalah menuju solusi. Berawal dari realita fakta yang terpuruk beralih ke realita yang diinginkan. Inilah filosofi dari masalah itu sendiri, ketika das sein (yang terjadi) tidak sesuai dengan das sollen (yang seharusnya).

Selanjutnya untuk menawarkan solusi macam apa yang hendak ditawarkan atas permasalahan bangsa yang dihadapi, hal ini amat terkait dengan diagnosis terhadap penyakit yang tengah diidap, baru selanjutnya menawarkan solusi obatnya. Jadi jangan langsung loncat dari memandang satu masalah langsung mencari solusinya tanpa dipahami betul apa akar masalahnya. Perlu pengkajian dan melihat pola masalah untuk menemukan solusinya.

Agar ini tidak hanya teoritis belaka, kita ambil contoh untuk me-refresh ingatan kita terkait permasalahan bangsa ini. Oleh karena salah satu yang menjadi perhatian ITB adalah energi atau SDA, ambillah kasus keberadaan PT. Freeport Indonesia di pulau emas Papua. Dari tahun ke tahun Freeport terus mereguk keuntungan dari tambang emas, perak, dan tembaga terbesar di dunia. Pendapatan utama Freeport adalah dari operasi tambangnya di Indonesia (sekitar 60%, Investor Daily, 10 Agustus 2009). Setiap hari hampir 700 ribu ton material dibongkar untuk menghasilkan 225 ribu ton bijih emas. Jumlah ini bisa disamakan dengan 70 ribu truk kapasitas angkut 10 ton berjejer sepanjang Jakarta hingga Surabaya (sepanjang 700 km). Dan untuk memastikan proses penghisapan emas ini dari bumi Papua ke AS ini berjalan lancar dan tidak ada yang menganggu, Koran The New York Times telah melakukan investigasi berbulan-bulan dan berhasil mendapatkan laporan perusahaan Freeport yang menunjukkan bahwa pada 1998-2004 perusahaan tambang emas dan tembaga menghabiskan dana US$ 20 juta atau sekitar Rp 200 miliar untuk personel TNI dan Kepolisian RI.

Belum lagi tentang Exxonmobile. Menurut Marwan Batubara, tokoh muslim yang getol membuka aib sumberdaya Indonesia yang dikeruk AS, porsi bagi hasil Exxon dan pemerintah ditetapkan sebesar 100 : 0. Artinya, pemerintah sama sekali tidak memperoleh bagi hasil, karena seluruh keuntungan produksi gas yang dihasilkan Natuna merupakan hak milik Exxon selaku kontraktor. Alasannya, eksploitasi D-Alpha Natuna membutuhkan investasi biaya yang besar dan biaya pemisahan CO2 sangat tinggi. Sedangkan potensi penjualan gas saat itu masih rendah. Karena itu, bagian 100% keuntungan bagi kontraktor dianggap sebagai suatu hal yang wajar. Lalu bagaimana dengan California Texas (Caltex) yang di Riau, entahlah betapa sumberdaya bangsa ini sudah dipreteli satu persatu.

In baru membicarakan secuil yang dihadapi permasalahan bangsa! Terlihat ada masalah besar dalam politik pengelolaan sumber daya alam dimana SDA dengan mudahnya digadaikan atau bahasa kerennya diprivatisasi ke pihak asing. Akibatnya pemerintah tertatih-tatih mengais-ngais untuk mengumpulkan sumber dana APBN untuk membiayai sistem pendidikan misalnya, atau kesehatan, kebutuhan pokok masyarakatnya. Ujung-ujungnya rakyatnya sendiri yang dipalaki untuk membiayai hidupnya sendiri dengan membayar pajak atau atas nama gotong royong. Lantas apa gunanya negara? Hanya sebagai penjual aset-aset bangsa ini kepada pihak asing? Inilah ciri khas bahwa yang tengah diterapkan di negeri ini sistem Kapitalisme dimana semuanya diukur dengan uang. Hanya yang memiliki uang / modal (capital) lah yang berkuasa dan dapat memenuhi kebutuhannya. Inilah adegan tragis di negeri Kapitalis.

Inilah nasib malang negeri ini. Seluruh permasalahan saling terkait antar bidang seperti lingkaran setan dan sangat kompleks mencakup berpuluh-puluh juta orang yang bermasalah. Ini artinya negeri ini tengah menderita permasalahan sistemik. Jelas bahwa yang menjadi akar dari permasalahan bangsa ini adalah diterapkannya sistem Kapitalisme dalam kehidupan bermasyarakat. Maka perubahan yang diinginkan dan solusi yang ditawarkan pun harus dalam tataran sistemik, inilah yang kami tawarkan, sistem Islam. Sistem yang menerapkan seluruh aturan Sang Pencipta bumi dan langit beserta seluruh isi di antara keduanya termasuk manusia. Dengan penuh kesadaran kami memahami Islam diturunkan ke bumi tidak hanya mengatur masalah ibadah dan akhlak, tetapi juga mengatur seluruh sistem kehidupan manusia. Ini lah maksud Islam sebagai agama sekaligus memenuhi syarat menjadi sebuah ideologi yang khas. Terbukti pernah membangkitkan negara Islam-Daulah Khilafah Islamiyah yang kekuasaannya meliputi 2/3 dunia dan mampu tegap berdiri slama ± 1300 tahun.

Lantas upaya nyata apa untuk memantik perubahan?

Dalam filosofi perubahan, untuk mengubah tingkah laku seseorang, tak ayal yang pertama harus dilakukan adalah mengubah pemikirannya dahulu. Seseorang baik disadari atau tidak, setiap melakukan sesuatu atas dasar pilihan yang dihasilkan dari proses berpikir. Kamu mau membaca sampai akhir buletin ini atau tidak tergantung perepsi kamu ketika membaca buletin ini menarik atau tidak. Seseorang akan menunjukkan sikap yang jauh berbeda terhadap orang, tergantung persepsi kita terhadap orang tersebut. Orang akan senang dan cenderung terhadap orang yang disukai. Namun suatu saat ketika orang yang awalnya disukai itu karena sesuatu hal jadi dibencinya, otomatis sikap yang ditunjukkan akan berputar 1800 menjadi menghindari dan membencinya.

Tetapi tidak serta merta hanya dengan mengubah pemikirannya seseorang bisa langsung berubah tingkah lakunya. Bisa jadi masuk telinga kiri keluar telinga kanan tanpa memberi bekas. Karena untuk benar-benar bisa mengubah tingkah laku seseorang, ada faktor penerimaan atas pemikiran yang diberikan dan memuaskan akal, baru ia menjadi pemahaman yang akhirnya akan mendorong perubahan tingkah laku.

Oleh karena itu, diperlukan gerakan pemikiran yang senatiasa menyampaikan pemikiran-pemikiran Islam karena berawal dari pemikiran yang selanjutnya menjadi pemahaman lah seseorang bisa berubah. Perlu dilakukan penyadaran atas realita buruk yang kini tengah dialami, lakukan dekontruksi dan kemudian merekontruksi sistem yang ditawarkan. Inilah yang dimaksud upaya nyata untuk memantik perubahan. Ya, perlu ada gerakan pemikiran untuk menyadarkan masyarakat akan kebobrokan kapitalisme dan menyadarkan masyarakat akan kepentingan penerapan sistem Islam. Menginteraksikan pemikiran hanya ada dengan dua cara yaitu lisan dan tulisan. Jadi jangan remehkan orang yang selalu berbicara perubahan. Atau dengan slogan-slogan no action talk only. Karena mereka melakukan sesuatu yang nyata. Berbicara adalah sesuatu yang nyata yang menjadi jalan seseorang bisa berubah tingkah lakunya. Perlahan memang, namun pasti. Berbicara adalah sesuatu tindakan yang real. Karena kebalikan dari real adalah imajiner. Dan imajiner menurut KBBI adalah hanya terdapat dalam angan-angan (bukan yg sebenarnya); khayal. Jadi selama tidak berkhayal, maka berbicara merupakan aktivitas yang real. Karena kita tidak hanya ngomong saja. Karena kita melakukan apa yang senantiasa kita omongkan.

Gerakan pemikiran ini harus dilakukan oleh setiap lapis masyarakat, baik mahasiswa, pegawai, petani, intelektual, maupun yang lainnya. Semua harus berada dalam gerakan yang terkoordinasi dengan baik. Apakah ini gerakan politik? Tentu saja, karena politik pada realitasnya adalah pengaturan masyarakat. Namun, bukan politik kekuasaan seperti yang sekarang berlaku yang harus kita gulirkan, namun politik dimana masyarakat akhirnya bisa diatur oleh sebuah sistem Islam, sebuah gerakan politik tanpa kekerasan. Ini yang juga HATI lakukan dan yang juga harus kamu lakukan. Sebuah gerakan yang diinspirasi oleh dan merujuk pada gerakan politik Rasulullah Muhammad SAW bersama para sahabat yang mengubah Jazirah Arab yang diliputi kebodohan dan penghambaan kepada makhluk menjadi Arab bahkan dunia yang diliputi cahaya Ilahiah, cahaya Islam.

Bagaimanapun juga, gelombang perubahan sudah dimulai. Dan terus akan diperkuat oleh orang-orang yang menginginkan perubahan hakiki, perubahan Ilahiah. Perubahan sistem Kapitalisme buatan manusia menjadi sistem yang tunduk pada seruan sang Pencipta dan sistem yang memuliakan Allah dan rasul-Nya. Bukan sistem yang menyuruh kita menghormati dan mendewakan manusia, bahkan menuhankan manusia dan uang dengan cara menolak sistem Allah lalu menggunakan aturan manusia. Gelombang ini akan menjawab setiap keraguan akan perubahan itu sendiri.