Banyak tokoh di dunia ini yang menghiasi masa mudanya dengan penuh perjuangan dan pergolakan. Seorang Napoleon Bonaparte, pada waktu umur 26 tahun telah mampu memimpin pasukan untuk melawan pemberontak di Perancis yang menjadikannya terkenal seantero Perancis. Begitpun Adolf Hitler, memulai karir militernya pada usia 25 tahun yang turun langsung dalam Perang Dunia I dan memulai karir politiknya pada usia 32 tahun hingga menjadi seorang kanselir Jerman pada usia 40 tahun.
Tidak kalah dengan tokoh-tokoh Barat yang notabene orang kafir, kaum muslim pun pantas berbangga dengan kehadiran sosok-sosok pemuda yang menghiasi sejarah dunia dengan tinta emasnya. Ketika menjelang wafatnya, Rasulullah Saw. telah menunjuk dan mengangkat seorang pemuda pemberani berusia 17 tahun untuk memimpin pasukan perang yang usia para tentaranya kebanyakan di atas usianya. Dialah Usamah ibn Zaid ibn Haritsah anak maula Rasulullah Saw. Sebelumnya, pada awal Rasulullah Saw. diutus, Beliau dilindungi an-nashirun muda yang sebagian besar umurnya antara 10 hingga 40 tahun. Merekalah assabiqun al-awwalun. Pada masa kekhilafahan Turki Utsmani, sejarah pun tak akan lupa dengan kisah heroik seorang pemuda berusia 24 tahun. Dia memimpin pasukan kaum muslim dan berhasil membuktikan kebenaran janji Rasulullah Saw. yaitu penaklukan konstantinopel. Dialah Muhammad al Fatih.
Emosi yang serupa pun terjadi di Indonesia. Masih ingat dalam benak kita bagaimana perjuangan melawan penjajah Belanda yang banyak dihiasi oleh para pemuda. Beberapa dekade yang lalu yaitu pada tahun 1966 dan 1998, di sini membuktikan bahwa pemuda atau mahasiswa memiliki peran yang signifikan dalam sebuah transformasi masyarakat dan konstelasi perpolitikan di Indonesia dengan menjatuhkan rezim yang sedang berkuasa saat itu.
Pemuda/Mahasiswa Harapan Umat
Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari umat Islam, pemuda/mahasiswa muslim dalam hal ini, memiliki peran dan potensi tersendiri baik itu untuk menghancurkan umat maupun membangkitkan umat. Ada sebagian pemuda/mahasiswa yang memang secara sadar dan sengaja berperan aktif dalam rangka penghancuran umat karena dirinya sudah terbeli oleh orang kafir. Akan tetapi, ada juga yang secara tidak sadar bahwa perjuangannya itu akan melemahkan umat dan lambat laun menuju kepada kehancuran umat. Dengan kenyataan seperti ini, tentu kita tidak ingin menjadi bagian dari proses dekonstruksi umat, baik itu secara sadar maupun tidak sadar.
Umat Islam adalah umat yang satu, di mana antara umat yang satu dengan yang yang lainnya saling menguatkan dan mengokohkan. Tidak terbesit satu pemikiran pun bagi orang yang sadar tentang identitasnya sebagai seorang muslim untuk mencederai dan menghancurkan saudaranya, karena pada hakikatnya penghancuran yang satu sama saja menghancurkan yang lain termasuk dirinya sendiri. Dengan kata lain, bahwa umat Islam antara yang satu dengan yang lainnya tak dapat dipisahkan. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah Saw. dalam haditsnya.
>>مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلَاهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنْ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا<<
“Perumpamaan orang-orang yang mencegah berbuat maksiat dan yang melanggarnya adalah seperti kaum yang menumpang kapal. Sebagian dari mereka berada di bagian atas dan yang lain berada di bagian bawah. Jika orang-orang yang berada di bawah membutuhkan air, mereka harus melewati orang-orang yang berada di atasnya. Lalu mereka berkata: ‘Andai saja kami lubangi (kapal) pada bagian kami, tentu kami tidak akan menyakiti orang-orang yang berada di atas kami’. Tetapi jika yang demikian itu dibiarkan oleh orang-orang yang ada di atas (padahal mereka tidak menghendaki), akan binasalah seluruhnya, dan jika dikehendaki dari tangan mereka keselamatan, maka akan selamtlah semuanya”. (HR. Bukhori)
Pemuda/mahasiswa merupakan aset yang berharga bagi umat ini. Mahasiswa memiliki potensi yang lebih dalam hal fisik, intelektual maupun intelejensinya. Potensi itulah yang harus dicurahkan semaksimal dan seoptimal mungkin untuk membangkitkan dirinya dan umat Islam ini dari keterpurukan yang telah lama menyelimuti umat ini. Sudah seharusnya seorang pemuda atau mahasiswa berperan aktif untuk mengubah realita tersebut baik yang menimpa umat Islam pada khususnya maupum manusia pada umumnya. Walaupun itu adalah sesuatu yang berat, tetapi itu bukan sesuatu yang tidak mungkin diwujudkan. Sebagai konsekuensinya, butuh perjuangan yang ekstra keras dan konsisten. Itulah pemuda/mahasiswa harapan umat yang mampu mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensinya serta berjuang bersama umat menuju kebangkitan yang hakiki.
Menentukan Arah Perjuangan Mahasiswa
Jika kita melihat Indonesia, terutama pasca tahun 1945, seringkali arah dan tujuan perjuangan mahasiswa itu tidak jelas baik dalam tataran konsep maupun metode praktisnya untuk menuju tujuan tersebut. Walaupun menurut mereka hal itu nampak jelas di hadapannya, apalagi ketika mereka berhasil menjatuhkan rezim yang ada baik pada tahun 1966 maupun tahun 1998. Akan tetapi, mereka seolah gagap ketika konsep apa yang akan dipakai ketika suatu rezim itu dijatuhkan. Tidak jelas. Ibarat memberikan sebuah cek kosong yang sudah ditandatangani, yang kemudian dapat diisi berapapun nominal yang diiinginkan oleh yang diberi. Itulah yang terjadi di negeri ini, keadaan sebelum tahun 1966 sama saja dengan sesudah tahun 1966. Begitupun sebelum tahun 1998 sama saja keadaanya dengan sesudah tahun 1998 bahkan keadaannya tambah parah, walaupun mereka menyebutnya era pasca 1998 adalah era reformasi.
Untuk menentukan arah perjuangan ini, tentu kita harus tahu dengan sejelas-jelasnya apa yang harus diperjuangkan atau apa goal setting dari perjuangan itu. Supaya kita tahu apa yang menjadi goal setting dari perjangan ini dan bagaimana cara memperjuangkan tujuan tersebut, maka setidaknya kita sebagai seorang muslim harus tahu dan sadar bahwa tujuan dari segala tujuan dalam perjuangan ini hanyalah satu yaitu totalitas dalam mengabdi kepada Allah Swt. dengan melaksanakan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Bahkan perjuangan itu sendiri pun adalah bagian penting dalam pengabdian diri kepada Allah Swt. Akan tetapi, terkadang kaum muslim sulit untuk merinci langkah demi langkah perjuangan ini, sehingga seolah-olah terlihat asal-asalan dalam berjuang dan meraih hasil yang minimal bahkan tidak ada bekasnya. Untuk itu, setidaknya kaum muslim terutama pemuda/mahasiswa harus mengetahui dan memahami tiga hal berikut: 1) Bagaimana mengidentifikasi permasalahan utama dalam masyarakat, 2) Solusi dari permasalah utama, dan 3) Bagaimana merealisasikan solusi bagi permasalahan utama.
1. Sebelum kita tahu permasalahan utama dalam masyarakat ini, maka kita pun harus memahami bahwa yang menjadi indikator suatu masyarakat itu baik atau rusak, setidaknya ada tiga hal yang dapat kita amati dengan jelas yaitu kesejahteraan, ketenteraman, dan kemajuan. Dengan ketiga indikator ini kita pun akan mengetahui bahwa fakta masyarakat sekarang ini adalah sedang rusak. Kemudian muncul pertanyaan, “Apa yang rusak dalam suatu masyarakat yang rusak?”. Selain itu, kita pun harus memahami realita dari masyarakat itu sendiri, karena masyarakat inilah yang menjadi objek perjuangan kita. Dalam ensiklopedinya, Amir F. Hidayat menuliskan bahwa masyarakat atau yang dikenal dengan istilah society adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), di mana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang ada dalam kelompok tersebut. Setidaknya ada dua unsur penting yang membentuk masyarakat yaitu kumpulan individu itu sendiri dan ikatan yang mendominasi kumpulan individu itu dan menjamin kontinuitas interaksi antar individu. Ikatan itu sendiri adalah pemikiran, perasaan, dan aturan (sistem). Dari dua unsur masyarakat ini dengan semua realita yang terjadi di dalamnya, kita akan mengetahui bahwa yang menjadikan masyarakat rusak adalah rusaknya ikatan yang ada di dalamnya, yang secara langsung akan berdampak pada rusaknya individu-individu pada masyarakat.
Suatu ikatan dalam masyarakat pasti didasari oleh suatu paradigma berfikir tertentu. Kita pun dapat melihat dengan jelas, bahwa ikatan yang ada pada masyarakat saat ini bukanlah berlandaskan pada akidah Islam. Hal ini terbukti saat ini aturan Allah Swt. tidak dijadikan sebagai landasan dalam pilar-pilar ikatan di masyarakat yaitu berupa sistem sosial, ekonomi, pendidikan, pemerintahan dan politik luar negeri.
Selanjutnya, kita harus mengetahui kriteria apa saja yang dapat menjadi permasalahan utama. Mengetahui hal ini akan berpengaruh terhadap proritas tindakan dan sikap kita dalam perjuangan ini. Pertama, suatu masalah dikatakan masalah utama atau isu utama apabila masalah tersebut berkaitan dengan kewajiban. Sebagai contoh, seorang muslim sedikit banyak akan memiliki sikap yang berbeda terhadap shaum wajib dan shaum sunnah. Kedua, masalah hidup dan mati. Sebagai contoh sederhana, ketika seorang muslim sedang mengerjakan sholat wajib bersamaan itu ada seorang anak yang hampir tenggelam di sebuah kolam dekat seorang muslim tadi, maka dia wajib menolong anak itu walaupun kewajiban sholatnya belum sempurna dikerjakannya. Begitupun, syara' telah menetapkan aqidah dan kepemimpinan kaum muslim dalam masalah hidup mati. Ketiga, masalah yang dampaknya luas. Sebagai contoh, kebijakan seorang ketua RT akan memiliki dampak yang berbeda dengan kebijakan seorang SBY.
Dengan kriteria-kriteria dari permasalahan utama yang ada dan tidak dijadikannya aturan Allah Swt. sebagai dasar/landasan dari pilar-pilar ikatan dalam masyarakat, maka semakin jelas bahwa permasalahan utama dalam masyarakat kita sekarang adalah tidak diterapkannya hukum Allah Swt. sebagai aturan yang mengatur interaksi-interaksi di tengah masyarakat.
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (TQS. Yusuf [12]: 40)
فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ
“Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (TQS. Al Maidah [5]: 48)
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?“ (TQS. Al Maidah [5]: 50)
2. Setelah kita mengetahui permasalahan utama masyarakat ini, maka kita pun akan mengetahui solusi dari masalah utama tersebut. Jika tidak diterapkannya hukum Allah Swt. menjadi biang dari segala masalah, maka solusinya tidak lain adalah menerapkan kembali hukum Allah Swt. tersebut di tengah-tengah masyarakat. Aturan itu akan bisa diterapkan dan direalisasikan di tengah-tengah masyarakat, jika ada suatu institusi politik tertinggi yaitu negara, hal yang tak dapat dibantah lagi walaupun oleh seorang ahli tata negara atau ahli hukum sekalipun. Dari berbagai pengkajian terhadap hukum syara’ dan siroh nabawiyah, bahwa institusi politik kaum muslim adalah Daulah Islamiyah atau Khilafah Islamiyah yang dipimpin oleh seorang Khalifah. Hal itu karena Khalifah:
a. Sebagai pemilik kekuasaan (authority) yang harus ditaati
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (TQS. An Nisa [4]: 59)
>>إِنَّهَا سَتَكُونُ بَعْدِي أَثَرَةٌ وَأُمُورٌ تُنْكِرُونَهَا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَأْمُرُ مَنْ أَدْرَكَ مِنَّا ذَلِكَ قَالَ تُؤَدُّونَ الْحَقَّ الَّذِي عَلَيْكُمْ وَتَسْأَلُونَ اللَّهَ الَّذِي لَكُمْ<<
“Sesungguhnya setelah masaku akan datang suatu keadaan yang tidak disukai dan hal-hal yang kalian anggap munkar.” Mereka bertanya, “Wahai RasuluLloh SAW., apa yang engkau perintahkan kepada seseorang di antara kami yang menjumpainya?’ Beliau menjawab, “Kalian harus menunaikan hak yang telah dibebankan atas kalian dan meminta kepada Alloh hak yang menjadi milik kalian.” (HR Muslim)
b. Sebagai pengurus kaum muslim setelah wafatnya RasuluLloh SAW.
>>كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ <<
“Dulu Bani Israil diurusi para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, nabi yang lain menggantikannya. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku dan akan ada para khalifah, dan mereka banyak.” Para Sahabat bertanya, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Nabi SAW. Bersabda, “Penuhilah bai’at yang pertama, yang pertama saja. Berikanlah kepad mereka hak mereka karena sesungguhnya Alloh akan meminta pertanggungjawaban mereka atas apa yang mereka urus.” (HR Muslim)
3. Hal yang tak kalah pentingnya adalah bgaimana merealisasikan solusi bagi permasalahn utama mayarakat tersebut. Ada dua pendapat Islami mengenai hal ini. Pertama, bahwa penegakkan khilafah harus dengan cara melakukan perlawanan bersenjata terhadap penguasa sekarang. Hal itu didasarkan pada hadits Rasulullah Saw.:
>>قَالَ خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ <<
“Sebaik-baik imam (pemimpin) kalian adalah yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian serta yang senantiasa kalian do’akan dan mereka mendo’akan, sejelek-jeleknya pemimpin kalian adalah yang kalian benci dan mereka juga membenci kalian serta kalian melaknat mereka dan mereka juga melaknat kalian. ‘Kalian bertanya: Wahai RasuluLloh, tidakkah kami dizinkan untuk memerangi mereka?’ Tidak, selama mereka masih menegakkan sholat di tengah-tengah kalian.” (HR Muslim)
Kedua, bahwa penegakkan khilafah yaitu dengan metode mencari nushroh kepada orang-orang yang berpengaruh di tengah-tengah masyarakat. Hal itu didasarkan pada aktifitas RasuluLloh SAW selama ada di Makkah, hingga tegaknya Daulah Islam untuk kali pertama di Madinah.
Kami melihat bahwa pendapat kedua yang paling rajih. Hal itu karena pada pendapat pertama ada kesalahpahaman terhadap kontes hadits tersebut. Pada hadits tersebut tersirat bahwa Rasululloh SAW memerintahkan untuk memerangi pemimpin yang tidak menerapkan hukum Alloh SWT padahal pada saat itu negara yang ada masih dalam status Daulah Islam atau Dar al Islam. Oleh karena itu, hadits ini tidak relevan untuk diterapkan sekarang, karena pada saat ini tidak ada satupun negeri islam yang berpredikat Dar al islam. Sedangkan pada pendapat kedua, keadaan RasuluLloh pada saat di Makkah serupa dengan keadaan kaum muslim saat ini yaitu tidak adanya Dar al islam, sehingga apa yang dilakukan oleh RasuluLloh SAW di makkah hingga tegaknya Daulah Islam di madinah sudah semestinya menjadi batasan dan tauladan kaum muslim saat ini dan ini menjadi sesuatu yang relevan pada saat ini.
Rasulullah Saw. memulai perjuangannya dengan mempersiapkan individu-individu untuk dibina dengan tsaqofah islam. Setelah RasuluLloh SAW berhasil menanamkan kepribadian islam kepada para kadernya, bersama mereka Rasululloh melakukan perang pemikiran dan perjuangan politik di kota Makkah dengan menyerang dan memutus ikatan-ikatan kufur yang ada pada masyarakat Makkah. Rasul pun terus melakukan hal ini secara kontinu disertai dengan mencari nushroh kepada tokoh dan kabilah-kabilah di Makkah, namun setelah 13 tahun pertolongan untuk menegakkan syari’at dan daulah islam tidak kunjung menemui titik terang. Hingga datang pertolongan Allah Swt. dengan hadirnya tokoh-tokoh Madinah yang sanggup menolong, melindungi, dan menopang dakwah Rasululloh beserta para pengikutnya. Sebelumnya, Rasulullah Saw. pun melakukan hal yang sama di Madinah seperti di Makkah dengan perantara Mush’ab ibn Umair hingga pertolongan itupun datang kepada Rasulullah Saw. setelah beliau meminta komitmen mereka untuk menolong dakwah islam dan bersama-sama untuk menyebarkannya ke penjuru dunia.
Itulah sekilas perjuangan Rasulullah Saw. hingga beliau dengan pertolongan Allah Swt. mampu menegakkan Daulah Islam untuk kali pertama di kota Madinah yang menjadi cikal bakal mercusuar dalam pencerahan pemikiran manusia di dunia. Arah perjuangan inilah yang semestinya menjadi arah perjuangan mahasiswa, perjuangan yang berbasis pemikiran, bersifat politis, tanpa kekerasan (laa maadiyah) dan visioner. Perjuangan yang berlandaskan pada akidah Islam dan totalitas dalam mengabdi kepada Allah Swt. Perjuangan yang disertai dengan kayakinan teguh terhadap janji dari Yang Tidak Pernah Menyalahi Janji.
وَعْدَ اللَّهِ لَا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“(Sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janjinya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (TQS. Ar Ruum [30]: 6) [pemuda/syabab.com]