Miss World: Representasi Eksploitasi Atau Pemberdayaan Perempuan?

Jumat sore, 20 September 2013, Female HATI ITB mengadakan Bincang Sore Seputar Perempuan di selasar TOKA ITB, mengangkat tema "Miss World: Representasi Ekslpoitasi atau Pemberdayaan Perempuan?"

Diskusi Ilmiah Politik: Saat Demokrasi Dipertanyakan, Khilafah Diperjuangkan, Apa Peran Perempuan?

Sabtu (20/4/13), di Gedung Alumi Sipil, unit kajian HATI (Harmoni Amal Titian Ilmu) ITB menggelar DIP (Diskusi Ilmiah Politik) yang berjudul "Saat Demokrasi Dipertanyakan, Khilafah Diperjuangkan, Apa Peran Perempuan?"

Diary HATI Edisi 3/2013

Buletin bulanan Female HATI ITB

UU KETENAGALISTRIKAN UNTUK PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN YANG LEBIH BAIK?

Sekitar satu bulan yang lalu DPR kembali mengesahkan UU Ketenagalistrikan (UUK) 2009 melalui sidang pleno pada tanggal 8 September 2009 setelah sebelumnya UU yang serupa yaitu UU No. 20 tahun 2002 ditolak Mahkamah Konstitusi dengan alasan bertentangan dengan UUD 1945.

KEJAYAAN KHILAFAH : SANG KHALIFAH SULAIMAN AL QONUNI

Sejarah Islam mencatat kiprah dan pejuangannya dengan tinta emas sebagai penguasa Muslim tersukses. Di abad ke-16 M, penguasa Kekhalifahan Usmani Turki itu menjadi pemimpin yang sangat penting di dunia - baik di dunia Islam maupun Eropa. Di era kepemimpinannya, Kerajaan Ottoman menjelma sebagai negara adikuasa yang disegani dalam bidang politik, ekonomi, dan militer.

Wednesday, December 8, 2010

Press Release Konferensi Mahasiswi Jawa Barat Desember 2010


Press Release

Bandung, 8 Desember 2010


Konferensi Mahasiswi Jawa Barat 2010

Mahasiswi Jawa Barat Bicara: Kontribusi Kampus untuk Kebangkitan Jawa Barat dan Indonesia


BKLDK (Badan Kordinasi Lembaga Dakwah Kampus) memiliki tanggung jawab untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh mahasiswa agar bisa berkontribusi bagi kebangkitan masyarakat. Islam sebagai landasan dalam pergerakannya senantiasa menginspirasi BKLDK menggerakkan mahasiswa untuk melakukan perubahan. Oleh karena itu, berbagai kegiatan telah dilakukan. 18 Oktober 2009, BKLDK berhasil menghadirkan tidak kurang dari 5.000 mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia di dalam sebuah momen akbar, Konferensi Mahasiswa Islam Indonesia. Kini, BKLDK kembali menyelenggarakan momen pergerakan mahasiswa, KMJB (Konferensi Mahasiswi Jawa Barat) 2010, Selasa 7 Desember 2010 di Aula Graha Sanusi Hardjadinata Universitas Padjajaran, Bandung.


KMJB 2010 diselenggarakan oleh BKLDK Wilayah Jawa Barat dan Keputrian DKM (Dewan Keluarga Masjid) Universitas Padjajaran bekerjasama dengan LDK-LDK di kampus Bandung yang berada dalam jaringan BKLDK. Momen ini diselenggarakan untuk menjadi salah satu ajang reposisi, agregasi dan maksimalisasi potensi intelektual mahasiswi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan civitas akademika kampus dan kalangan intelektual lainnya dalam melakukan perubahan di tengah masyarakat menuju Indonesia yang lebih baik dengan Islam. Selain itu, konferensi ini juga ditujukan untuk meneguhkan tanggung jawab kalangan intelektual, terutama intelektual muda dan khususnya mahasiswi untuk memberikan kontribusi dalam upaya menuju Jawa Barat dan Indonesia bangkit serta mandiri dengan menjadikan Islam sebagai landasan pergerakannya.


Alhamdulillah, sesuai rencana, KMJB 2010 dihadiri oleh Ibu Gubernur Jawa Barat, Hj. Netty Prasetiani Heryawan untuk memberikan Keynote Speech. Adapun Rektor Universitas Padjajaran, Prof. Ganjar Kurnia, Ir.,D.E.A memberikan dukungannya pada acara ini, meskipun beliau berhalangan hadir. Kemudian, KMJB 2010 juga diisi dengan orasi dari 5 mahasiswa yang berasal dari Unikom, UPI, UIN Sunan Gunung Djati, ITB, dan UNPAD. Mereka menyuarakan apa yang terjadi dengan Jawa Barat dan Indonesia serta solusinya. Sementara itu, Intellectual Speech disampaikan oleh Dr. Hendri Saparini (Direktur Econit), Prof. Dr. Ina Primiana (Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia), Indira S. Rahmawaty, S.IP., M.Ag. (Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Jati Bandung) dan Ustadzah Iffah Rahmah (Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia).


Dalam keynote speechnya, ibu Hj. Netty Prestiani Heryawan memaparkan bahwa acara ini harus berkontribusi positif dan kongkrit untuk kebangkitan Jawa Barat yang memiliki karunia sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang berlimpah. Beliau juga menyatakan bahwa kelompok muda yang terbukti menjadi penggerak dalam berbagai perubahan, memiliki kesempatan besar untuk melakukan perbaikan Jawa Barat baik secara struktural maupun kultural di Jawa Barat. Keynote speech beliau ditutup dengan pernyataan bahwa usaha kita sebagai manusia (ikhtiar basyari) harus bertemu dengan iradah (kehendak) ilahi. Keynote Speech dari ibu Gubernur Jawa Barat dilanjutkan orasi mahasiswi yang disampaikan dengan semangat bergelora dan menggemakan aula Graha Sanusi Hardjadinata.


Sementara itu intellectual speech yang disampaikan oleh Dr. Hendri Saparini diawali dengan apresiasi terhadap acara ini bahwa acara ini adalah acara yang luar biasa atau tepatnya diluar kebiasaan karena hanya konser musiklah yang biasanya mampu menarik mahasiswa yang berjumlah ribuan. Dr. Hendri menegaskan bahwa masalah yang dihadapi Jawa Barat sejalan dengan masalah yang dihadapi Indonesia secara umum, kemiskinan, penganggguran dll. Dan jika kita ingin berkontribusi untuk membawa Indonesia dan Jawa Barat keluar dari masalah ini, maka kita harus memahami kenapa kita berkontribusi. Untuk memahami kenapa kita berkontribusi maka kita harus mengetahui dan memahami fakta dan setelah itu kita harus mengetahui solusinya. Solusi akan sangat tergantung pada ideologi atau paradigma yang akan kita gunakan. Ideologi inilah yang harus kita tegaskan, termasuk para mahasiswi tegaskan. Dr. Hendri menunjukkan bahwa kita tidak hanya perlu menjadi intelektual tapi harus menjadi pejuang intelektual. Intellectual Speech Dr. Hendri Saparini ini disambung dengan Intellectual Speech dari Prof. Dr. Ina Primiana yang menjelaskan bahwa Jawa Barat harus mengubah leading sector industrinya. Prof. Ina menunjukkan bahwa mahasiswi memiliki peluang untuk memajukan daerahnya masing-masing dengan mengetahui potensi daerah serta melakukan positioning terhadap potensi daerahnya tersebut.


Indira S.Rahmawaty., S.IP., M.Ag pada Intellectual Speech selanjutnya menyampaikan tentang potensi, energi dan kekuatan besar yang dimiliki mahasiswi harus dihadapkan pada liberalisasi pendidikan yang mengerdilkan potensi kampus termasuk potensi mahasiswi. Karena dengan liberalisasi kampus terjadi komodifikasi pendidikan, pendidikan dianggap sebagai barang dagangan. Kampus juga seringkali menjadi tempat untuk melahirkan pemikiran yang mengamini kebijakan kapitalis. Ini adalah realitas yang harus diubah oleh para mahasiswi, sebuah realitas yang menghalang hadirnya kebangkitan. Intellectual Speech ditutup dengan orasi yang disampaikan oleh Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Ustadzah Iffah Rahmah yang menyampaikan bahwa ideologi Islamlah yang akan mengantarkan pada kebangkitan. Ideologi Islam yang diemban sebuah sistem Khilafah, sehingga yang harus kita lakukan saat ini adalah menyosialisasikan ideologi Islam secara massif, memberikan gambaran setiap subsistem dalam sistem Islam mulai dari pemerintahan, ekonomi, sosial dan lainnnya. Ustadzah Iffah Rahmah menutup Intellectual Speech dengan dorongan agar kita mau bekerja keras, bersusah payah dalam upaya membangkitkan umat ini.


KMJB 2010 dihadiri oleh lebih dari 1.200 mahasiswi yang berasal dari berbagai kampus di Jawa Barat, di antaranya adalah dari UNPAD, ITB, IPB, UPI, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Unikom, Unisba, kampus-kampus di Cianjur, Sukabumi, Purwakarta, Subang, Cimahi, Sumedang, Cirebon, Indramayu, Ciamis, Banjar, Tasikmalaya dan daerah-daerah lainnya. Dalam acara ini, disampaikan pernyataan sikap mahasiswi Jawa Barat yang berisi pandangan mahasiswi Jawa Barat tentang masalah yang terjadi di Jawa Barat dan analisis terhadapnya. Pernyataan ini ditutup dengan sebuah keyakinan bahwa sikap yang harus diambil oleh mahasiswi dan oleh seluruh masyarakat dalam melakukan perubahan menuju Jawa Barat dan Indonesia yang bangkit adalah dengan syariah dan Khilafah. Acara yang diselenggarakan bertepatan dengan tahun baru 1432 Hijriah ini diakhiri dengan penandatangan pernyataan sikap oleh mahasiswi dari berbagai Universitas yang ada di Jawa Barat.


Tuesday, November 30, 2010

Pemuda, Mahasiswa dan Transformasi Masyarakat

Syabab.Com - Lintasan sejarah di dunia ini dengan berbagai macam peristiwa pentingnya tak pernah terlewatkan kecuali di dalamnya ada para pemuda. Sejarah telah mencatat kiprah pemuda ini telah mempengaruhi dinamisasi dan rekayasa sosial dalam sebuah masyarakat. Sejarah pun kembali mencatat bahwa periode emas mereka yaitu 10 – 40 tahun menjadi potensi tersendiri untuk berperan aktif dalam melakukan pergerakan dan perubahan.

Banyak tokoh di dunia ini yang menghiasi masa mudanya dengan penuh perjuangan dan pergolakan. Seorang Napoleon Bonaparte, pada waktu umur 26 tahun telah mampu memimpin pasukan untuk melawan pemberontak di Perancis yang menjadikannya terkenal seantero Perancis. Begitpun Adolf Hitler, memulai karir militernya pada usia 25 tahun yang turun langsung dalam Perang Dunia I dan memulai karir politiknya pada usia 32 tahun hingga menjadi seorang kanselir Jerman pada usia 40 tahun.

Tidak kalah dengan tokoh-tokoh Barat yang notabene orang kafir, kaum muslim pun pantas berbangga dengan kehadiran sosok-sosok pemuda yang menghiasi sejarah dunia dengan tinta emasnya. Ketika menjelang wafatnya, Rasulullah Saw. telah menunjuk dan mengangkat seorang pemuda pemberani berusia 17 tahun untuk memimpin pasukan perang yang usia para tentaranya kebanyakan di atas usianya. Dialah Usamah ibn Zaid ibn Haritsah anak maula Rasulullah Saw. Sebelumnya, pada awal Rasulullah Saw. diutus, Beliau dilindungi an-nashirun muda yang sebagian besar umurnya antara 10 hingga 40 tahun. Merekalah assabiqun al-awwalun. Pada masa kekhilafahan Turki Utsmani, sejarah pun tak akan lupa dengan kisah heroik seorang pemuda berusia 24 tahun. Dia memimpin pasukan kaum muslim dan berhasil membuktikan kebenaran janji Rasulullah Saw. yaitu penaklukan konstantinopel. Dialah Muhammad al Fatih.

Emosi yang serupa pun terjadi di Indonesia. Masih ingat dalam benak kita bagaimana perjuangan melawan penjajah Belanda yang banyak dihiasi oleh para pemuda. Beberapa dekade yang lalu yaitu pada tahun 1966 dan 1998, di sini membuktikan bahwa pemuda atau mahasiswa memiliki peran yang signifikan dalam sebuah transformasi masyarakat dan konstelasi perpolitikan di Indonesia dengan menjatuhkan rezim yang sedang berkuasa saat itu.

Pemuda/Mahasiswa Harapan Umat


Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari umat Islam, pemuda/mahasiswa muslim dalam hal ini, memiliki peran dan potensi tersendiri baik itu untuk menghancurkan umat maupun membangkitkan umat. Ada sebagian pemuda/mahasiswa yang memang secara sadar dan sengaja berperan aktif dalam rangka penghancuran umat karena dirinya sudah terbeli oleh orang kafir. Akan tetapi, ada juga yang secara tidak sadar bahwa perjuangannya itu akan melemahkan umat dan lambat laun menuju kepada kehancuran umat. Dengan kenyataan seperti ini, tentu kita tidak ingin menjadi bagian dari proses dekonstruksi umat, baik itu secara sadar maupun tidak sadar.

Umat Islam adalah umat yang satu, di mana antara umat yang satu dengan yang yang lainnya saling menguatkan dan mengokohkan. Tidak terbesit satu pemikiran pun bagi orang yang sadar tentang identitasnya sebagai seorang muslim untuk mencederai dan menghancurkan saudaranya, karena pada hakikatnya penghancuran yang satu sama saja menghancurkan yang lain termasuk dirinya sendiri. Dengan kata lain, bahwa umat Islam antara yang satu dengan yang lainnya tak dapat dipisahkan. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah Saw. dalam haditsnya.

>>مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلَاهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنْ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا<<

“Perumpamaan orang-orang yang mencegah berbuat maksiat dan yang melanggarnya adalah seperti kaum yang menumpang kapal. Sebagian dari mereka berada di bagian atas dan yang lain berada di bagian bawah. Jika orang-orang yang berada di bawah membutuhkan air, mereka harus melewati orang-orang yang berada di atasnya. Lalu mereka berkata: ‘Andai saja kami lubangi (kapal) pada bagian kami, tentu kami tidak akan menyakiti orang-orang yang berada di atas kami’. Tetapi jika yang demikian itu dibiarkan oleh orang-orang yang ada di atas (padahal mereka tidak menghendaki), akan binasalah seluruhnya, dan jika dikehendaki dari tangan mereka keselamatan, maka akan selamtlah semuanya”. (HR. Bukhori)

Pemuda/mahasiswa merupakan aset yang berharga bagi umat ini. Mahasiswa memiliki potensi yang lebih dalam hal fisik, intelektual maupun intelejensinya. Potensi itulah yang harus dicurahkan semaksimal dan seoptimal mungkin untuk membangkitkan dirinya dan umat Islam ini dari keterpurukan yang telah lama menyelimuti umat ini. Sudah seharusnya seorang pemuda atau mahasiswa berperan aktif untuk mengubah realita tersebut baik yang menimpa umat Islam pada khususnya maupum manusia pada umumnya. Walaupun itu adalah sesuatu yang berat, tetapi itu bukan sesuatu yang tidak mungkin diwujudkan. Sebagai konsekuensinya, butuh perjuangan yang ekstra keras dan konsisten. Itulah pemuda/mahasiswa harapan umat yang mampu mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensinya serta berjuang bersama umat menuju kebangkitan yang hakiki.

Menentukan Arah Perjuangan Mahasiswa

Jika kita melihat Indonesia, terutama pasca tahun 1945, seringkali arah dan tujuan perjuangan mahasiswa itu tidak jelas baik dalam tataran konsep maupun metode praktisnya untuk menuju tujuan tersebut. Walaupun menurut mereka hal itu nampak jelas di hadapannya, apalagi ketika mereka berhasil menjatuhkan rezim yang ada baik pada tahun 1966 maupun tahun 1998. Akan tetapi, mereka seolah gagap ketika konsep apa yang akan dipakai ketika suatu rezim itu dijatuhkan. Tidak jelas. Ibarat memberikan sebuah cek kosong yang sudah ditandatangani, yang kemudian dapat diisi berapapun nominal yang diiinginkan oleh yang diberi. Itulah yang terjadi di negeri ini, keadaan sebelum tahun 1966 sama saja dengan sesudah tahun 1966. Begitupun sebelum tahun 1998 sama saja keadaanya dengan sesudah tahun 1998 bahkan keadaannya tambah parah, walaupun mereka menyebutnya era pasca 1998 adalah era reformasi.

Untuk menentukan arah perjuangan ini, tentu kita harus tahu dengan sejelas-jelasnya apa yang harus diperjuangkan atau apa goal setting dari perjuangan itu. Supaya kita tahu apa yang menjadi goal setting dari perjangan ini dan bagaimana cara memperjuangkan tujuan tersebut, maka setidaknya kita sebagai seorang muslim harus tahu dan sadar bahwa tujuan dari segala tujuan dalam perjuangan ini hanyalah satu yaitu totalitas dalam mengabdi kepada Allah Swt. dengan melaksanakan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Bahkan perjuangan itu sendiri pun adalah bagian penting dalam pengabdian diri kepada Allah Swt. Akan tetapi, terkadang kaum muslim sulit untuk merinci langkah demi langkah perjuangan ini, sehingga seolah-olah terlihat asal-asalan dalam berjuang dan meraih hasil yang minimal bahkan tidak ada bekasnya. Untuk itu, setidaknya kaum muslim terutama pemuda/mahasiswa harus mengetahui dan memahami tiga hal berikut: 1) Bagaimana mengidentifikasi permasalahan utama dalam masyarakat, 2) Solusi dari permasalah utama, dan 3) Bagaimana merealisasikan solusi bagi permasalahan utama.

1. Sebelum kita tahu permasalahan utama dalam masyarakat ini, maka kita pun harus memahami bahwa yang menjadi indikator suatu masyarakat itu baik atau rusak, setidaknya ada tiga hal yang dapat kita amati dengan jelas yaitu kesejahteraan, ketenteraman, dan kemajuan. Dengan ketiga indikator ini kita pun akan mengetahui bahwa fakta masyarakat sekarang ini adalah sedang rusak. Kemudian muncul pertanyaan, “Apa yang rusak dalam suatu masyarakat yang rusak?”. Selain itu, kita pun harus memahami realita dari masyarakat itu sendiri, karena masyarakat inilah yang menjadi objek perjuangan kita. Dalam ensiklopedinya, Amir F. Hidayat menuliskan bahwa masyarakat atau yang dikenal dengan istilah society adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), di mana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang ada dalam kelompok tersebut. Setidaknya ada dua unsur penting yang membentuk masyarakat yaitu kumpulan individu itu sendiri dan ikatan yang mendominasi kumpulan individu itu dan menjamin kontinuitas interaksi antar individu. Ikatan itu sendiri adalah pemikiran, perasaan, dan aturan (sistem). Dari dua unsur masyarakat ini dengan semua realita yang terjadi di dalamnya, kita akan mengetahui bahwa yang menjadikan masyarakat rusak adalah rusaknya ikatan yang ada di dalamnya, yang secara langsung akan berdampak pada rusaknya individu-individu pada masyarakat.

Suatu ikatan dalam masyarakat pasti didasari oleh suatu paradigma berfikir tertentu. Kita pun dapat melihat dengan jelas, bahwa ikatan yang ada pada masyarakat saat ini bukanlah berlandaskan pada akidah Islam. Hal ini terbukti saat ini aturan Allah Swt. tidak dijadikan sebagai landasan dalam pilar-pilar ikatan di masyarakat yaitu berupa sistem sosial, ekonomi, pendidikan, pemerintahan dan politik luar negeri.

Selanjutnya, kita harus mengetahui kriteria apa saja yang dapat menjadi permasalahan utama. Mengetahui hal ini akan berpengaruh terhadap proritas tindakan dan sikap kita dalam perjuangan ini. Pertama, suatu masalah dikatakan masalah utama atau isu utama apabila masalah tersebut berkaitan dengan kewajiban. Sebagai contoh, seorang muslim sedikit banyak akan memiliki sikap yang berbeda terhadap shaum wajib dan shaum sunnah. Kedua, masalah hidup dan mati. Sebagai contoh sederhana, ketika seorang muslim sedang mengerjakan sholat wajib bersamaan itu ada seorang anak yang hampir tenggelam di sebuah kolam dekat seorang muslim tadi, maka dia wajib menolong anak itu walaupun kewajiban sholatnya belum sempurna dikerjakannya. Begitupun, syara' telah menetapkan aqidah dan kepemimpinan kaum muslim dalam masalah hidup mati. Ketiga, masalah yang dampaknya luas. Sebagai contoh, kebijakan seorang ketua RT akan memiliki dampak yang berbeda dengan kebijakan seorang SBY.

Dengan kriteria-kriteria dari permasalahan utama yang ada dan tidak dijadikannya aturan Allah Swt. sebagai dasar/landasan dari pilar-pilar ikatan dalam masyarakat, maka semakin jelas bahwa permasalahan utama dalam masyarakat kita sekarang adalah tidak diterapkannya hukum Allah Swt. sebagai aturan yang mengatur interaksi-interaksi di tengah masyarakat.

إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (TQS. Yusuf [12]: 40)

فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ

“Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (TQS. Al Maidah [5]: 48)

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?“ (TQS. Al Maidah [5]: 50)

2. Setelah kita mengetahui permasalahan utama masyarakat ini, maka kita pun akan mengetahui solusi dari masalah utama tersebut. Jika tidak diterapkannya hukum Allah Swt. menjadi biang dari segala masalah, maka solusinya tidak lain adalah menerapkan kembali hukum Allah Swt. tersebut di tengah-tengah masyarakat. Aturan itu akan bisa diterapkan dan direalisasikan di tengah-tengah masyarakat, jika ada suatu institusi politik tertinggi yaitu negara, hal yang tak dapat dibantah lagi walaupun oleh seorang ahli tata negara atau ahli hukum sekalipun. Dari berbagai pengkajian terhadap hukum syara’ dan siroh nabawiyah, bahwa institusi politik kaum muslim adalah Daulah Islamiyah atau Khilafah Islamiyah yang dipimpin oleh seorang Khalifah. Hal itu karena Khalifah:

a. Sebagai pemilik kekuasaan (authority) yang harus ditaati

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (TQS. An Nisa [4]: 59)

>>إِنَّهَا سَتَكُونُ بَعْدِي أَثَرَةٌ وَأُمُورٌ تُنْكِرُونَهَا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَأْمُرُ مَنْ أَدْرَكَ مِنَّا ذَلِكَ قَالَ تُؤَدُّونَ الْحَقَّ الَّذِي عَلَيْكُمْ وَتَسْأَلُونَ اللَّهَ الَّذِي لَكُمْ<<

“Sesungguhnya setelah masaku akan datang suatu keadaan yang tidak disukai dan hal-hal yang kalian anggap munkar.” Mereka bertanya, “Wahai RasuluLloh SAW., apa yang engkau perintahkan kepada seseorang di antara kami yang menjumpainya?’ Beliau menjawab, “Kalian harus menunaikan hak yang telah dibebankan atas kalian dan meminta kepada Alloh hak yang menjadi milik kalian.” (HR Muslim)

b. Sebagai pengurus kaum muslim setelah wafatnya RasuluLloh SAW.

>>كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ <<

“Dulu Bani Israil diurusi para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, nabi yang lain menggantikannya. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku dan akan ada para khalifah, dan mereka banyak.” Para Sahabat bertanya, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Nabi SAW. Bersabda, “Penuhilah bai’at yang pertama, yang pertama saja. Berikanlah kepad mereka hak mereka karena sesungguhnya Alloh akan meminta pertanggungjawaban mereka atas apa yang mereka urus.” (HR Muslim)


3. Hal yang tak kalah pentingnya adalah bgaimana merealisasikan solusi bagi permasalahn utama mayarakat tersebut. Ada dua pendapat Islami mengenai hal ini. Pertama, bahwa penegakkan khilafah harus dengan cara melakukan perlawanan bersenjata terhadap penguasa sekarang. Hal itu didasarkan pada hadits Rasulullah Saw.:

>>قَالَ خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ <<

“Sebaik-baik imam (pemimpin) kalian adalah yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian serta yang senantiasa kalian do’akan dan mereka mendo’akan, sejelek-jeleknya pemimpin kalian adalah yang kalian benci dan mereka juga membenci kalian serta kalian melaknat mereka dan mereka juga melaknat kalian. ‘Kalian bertanya: Wahai RasuluLloh, tidakkah kami dizinkan untuk memerangi mereka?’ Tidak, selama mereka masih menegakkan sholat di tengah-tengah kalian.” (HR Muslim)

Kedua, bahwa penegakkan khilafah yaitu dengan metode mencari nushroh kepada orang-orang yang berpengaruh di tengah-tengah masyarakat. Hal itu didasarkan pada aktifitas RasuluLloh SAW selama ada di Makkah, hingga tegaknya Daulah Islam untuk kali pertama di Madinah.

Kami melihat bahwa pendapat kedua yang paling rajih. Hal itu karena pada pendapat pertama ada kesalahpahaman terhadap kontes hadits tersebut. Pada hadits tersebut tersirat bahwa Rasululloh SAW memerintahkan untuk memerangi pemimpin yang tidak menerapkan hukum Alloh SWT padahal pada saat itu negara yang ada masih dalam status Daulah Islam atau Dar al Islam. Oleh karena itu, hadits ini tidak relevan untuk diterapkan sekarang, karena pada saat ini tidak ada satupun negeri islam yang berpredikat Dar al islam. Sedangkan pada pendapat kedua, keadaan RasuluLloh pada saat di Makkah serupa dengan keadaan kaum muslim saat ini yaitu tidak adanya Dar al islam, sehingga apa yang dilakukan oleh RasuluLloh SAW di makkah hingga tegaknya Daulah Islam di madinah sudah semestinya menjadi batasan dan tauladan kaum muslim saat ini dan ini menjadi sesuatu yang relevan pada saat ini.

Rasulullah Saw. memulai perjuangannya dengan mempersiapkan individu-individu untuk dibina dengan tsaqofah islam. Setelah RasuluLloh SAW berhasil menanamkan kepribadian islam kepada para kadernya, bersama mereka Rasululloh melakukan perang pemikiran dan perjuangan politik di kota Makkah dengan menyerang dan memutus ikatan-ikatan kufur yang ada pada masyarakat Makkah. Rasul pun terus melakukan hal ini secara kontinu disertai dengan mencari nushroh kepada tokoh dan kabilah-kabilah di Makkah, namun setelah 13 tahun pertolongan untuk menegakkan syari’at dan daulah islam tidak kunjung menemui titik terang. Hingga datang pertolongan Allah Swt. dengan hadirnya tokoh-tokoh Madinah yang sanggup menolong, melindungi, dan menopang dakwah Rasululloh beserta para pengikutnya. Sebelumnya, Rasulullah Saw. pun melakukan hal yang sama di Madinah seperti di Makkah dengan perantara Mush’ab ibn Umair hingga pertolongan itupun datang kepada Rasulullah Saw. setelah beliau meminta komitmen mereka untuk menolong dakwah islam dan bersama-sama untuk menyebarkannya ke penjuru dunia.

Itulah sekilas perjuangan Rasulullah Saw. hingga beliau dengan pertolongan Allah Swt. mampu menegakkan Daulah Islam untuk kali pertama di kota Madinah yang menjadi cikal bakal mercusuar dalam pencerahan pemikiran manusia di dunia. Arah perjuangan inilah yang semestinya menjadi arah perjuangan mahasiswa, perjuangan yang berbasis pemikiran, bersifat politis, tanpa kekerasan (laa maadiyah) dan visioner. Perjuangan yang berlandaskan pada akidah Islam dan totalitas dalam mengabdi kepada Allah Swt. Perjuangan yang disertai dengan kayakinan teguh terhadap janji dari Yang Tidak Pernah Menyalahi Janji.

وَعْدَ اللَّهِ لَا يُخْلِفُ اللَّهُ وَعْدَهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“(Sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janjinya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (TQS. Ar Ruum [30]: 6) [pemuda/syabab.com]


BKLDK - DKM Unpad - Kalam UPI - HATI ITB - LSPI UIN Sunan Gunung Djati - LDK UMI Unikom - FASIH Unisba, dengan bangga mempersembahkan:

Konferensi Mahasiswi Jawa Barat

"Mahasiswi Jawa Barat Bicara:
Kontribusi Kampus untuk Kebangkitan Jawa Barat dan Indonesia"

tanggal : Selasa, 7 Desember 2010
pukul : 07.30 - 12.00 WIB
tempat : Aula Graha Sanusi Hardjadinata Universitas Padjadjaran, Jl. Dipati Ukur No. 35 Bandung

menghadirkan:

Keynote speech:
1. Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, D.E.A. (Rektor Universitas Padjadjaran) *
2. Hj. Netti Prasetiani Heryawan (Ibu Gubernur Jawa Barat)

Intellectual speech:
1. Dr. Hendri Saparini (Pengamat Ekonomi Nasional)
2. Prof. Dr. Ina Primiana (Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia)
3. Indira S. Rachmawaty, S.IP., M.Ag. (Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati)
4. Iffah Rochmah (Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia)

Orasi Perwakilan Mahasiswi Unpad, ITB, UIN SGD, Unikom, dan kampus-kampus lainnya.


Menghadirkan 1.000 mahasiswi seluruh Jawa Barat kembalikan peran sebagai agent of change yang bertanggung jawab dan ambil bagian dalam membuat arus perubahan menuju Jawa Barat dan Indonesia bangkit dengan Syariah dan Khilafah.


HTM: Rp 20.000,00 (seminar kit dan snack)


CP: Resi (085724088643) / Ismi (085221565706)


Tuesday, November 23, 2010

Diskusi Interaktif Female HATI -- Kontribusi Intelektual dalam Perubahan Masyarakat

Sunday, November 7, 2010

Diskusi Interaktif Female HATI -- ITB dan Masa Depan Indonesia

Friday, November 5, 2010

Gempa di Tepian Bidang Gempa 2007

Oleh Dr. Irwan Meilano

Gempa mentawai 2010 telah memakan korban lebih dari 100 jiwa dan kerugian material yang banyak sekitar kepulauan Pagai. USGS mengestimasi magnitud gempa yang terjadi pada hari Senin 25 Oktober 2010 pukul 21:42:22 yaitu sebesar Mw 7,7, perhitungan dari Harvard CMT yaitu Mw 7,8, Universita Nagoya Jepang mengestimasi Mw 7,7 sedangkan BMKG yaitu M 7,2.

Beberapa pertanyaan yang bisa diajukan terkait gempa ini yaitu:

1. Berapa luas bidang gempa dan seberapa kuat energi yang dikeluarkan ?

Berdasarkan perhitungan luas bidang gempa Mentawai 2010 yaitu 180km x 75 km dengan besarnya pergeseran maksimum pada bidang gempa yaitu 1,3m. Pergeseran ini dominan berarah vertikal. Pergeseran arah vertikal dan lokasinya sangat dekat dengan palung laut (trench) dapat menghasilkan tsunami. Dari beberapa laporan diketahui tinggi tsunami yaitu mencapai 3 m di Pulau Pagai. Momen gempa yang dihasilkan yaitu 0,65x10e21 NM.

Durasi dari gempa ini pada bidang sumber gempa yaitu lebih lama dari 50 detik.

2. Apa kaitan antara gempa 2010 dengan gempa Mentawai 2007

Gempa Mentawai 2010 terjadi pada bagian luar ke arah trench (palung) dari wilayah gempa 2007. Sehingga gempa 2010 mengisi kekosongan slip yang belum robek sebagai akibat dari gempa 2007. Energi terakumulasi di bagian ujung ini (gambar 1) dihasilkan sebagai akibat dari pergeseran koseismik gempa utama 2007 serta postseismik deformasi.


Gambar 1. Bidang robekan dari gempa 2007 (ditunjukan dengan warna) dan lokasi dari gempa Mentawai 2010

Berdasarkan penelitian kami sebelumnya diketahui bahwa momen dari gempa 2007 yaitu sebesar 7,1x10e21 NM atau gempa Mentawai 2007 memiliki kekuatan 11 kali lebih besar dari gempa Mentawai 2010.

Warna merah pada gambar 1 dibawah memperlihatkan bidang robekan (rupture) dari gempa Mentawai 2007. Warna Biru menunjukan wilayah yang belum robek akibat gempa 2007. Gambar mekanisme fokal (beach ball) menunjukan lokasi focus dari gempa 2010 berada pada warna biru (yang belum robek) dari gempa 2010.

3. Mengapa gempa 2010 menghasilkan tsunami yang lebih tinggi dari gempa 2007?

Pada gempa mentawai 2007 pergeseran maksimum pada bidang gempa yaitu 5m dengan arah vertikal bidang. Pergeseran yang besar ini terdapat pada kedalaman 30 km yaitu tepat dibawah pulau Pagai Selatan. Dan sedikit sekali pergeseran yang dekat dengan trench (palung) sehingga volume air yang efektif terangkat tidak banyak.

Hal ini berbeda dengan gempa Mentawai 2007. Walaupun pergeseran (slip) pada bidang gempa hanya 1,3m tetapi pergeseran ini sangat dekat dengan trench. Pergeseran dekat trench akan mengakibatkan deformasi vertikal pada dasar laut sangat besar sehingga volume air yang terangkat juga lebih banyak dan menghasilkan tsunami.

Pergeseran yang dekat dengan palung (trench) dimana rigiditas batuan lebih rendah dan kecepatan robekan (rupture velocity) yang lebih lambat dari gempa pada umumnya sering disebut sebagai tsunami earthquake, untuk membedakannya dengan tsunamigenic earthquake.

4. Apakah mungkin terjadi gempa dengan magnitud lebih besar?

Gempa pada segmen utama yang dikhawatirkan terjadi sebetulnya yaitu pada bagian utara dari pulau Siburu atau dimulai dari Selatan pulau Siberut sampai sekitar Pulau Telo di sekitar Selatan Pulau Nias. Panjang sumber gempa utama yang dikhawatirkan untuk terjadi yaitu sepanjang lebih kurang 300km. Dengan magnitud gempa yang mungkin terjadi yaitu lebih besar dari Mw8.5.

Gambar 2.

Bidang gempa Mentawai 2007 (kontur warna merah) dan gempa utama Mentawai 2010 (mekanisme fokal), gempa susulan (lingkaran merah)

Sehingga masih terdapat potensi gempa besar di Pantai Barat Sumatra. Gambar 2 diatas menggambarkan beberapa gempa susulan dari gempa Mentawai 2010 dengan Magnitud lebih besar dari Mw 5,5. Dari gambar tersebut diperlihatkan bahwa area dari gempa 2010 hanya terjadi pada bagian tepi dari gempa 2007, dan belum menyentuh segmen utama yang kita tunggu.

Sumber : http://www.fitb.itb.ac.id/great

Thursday, October 7, 2010

Maju dan Menang

Oleh M Rahmat Kurnia

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M) Jerussalem (Baitul Maqdis) dapat dikuasai oleh kaum Muslim. Sayidina Umar sendiri datang ke Jerussalem untuk menerima penyerahan kota Suci tersebut. Sejak itu, berabad-abad lamanya ibu kota Palestina itu berada dalam naungan Islam penuh kesejahteraan. Namun, situasi pun berubah. Pada 15 Juli 1099M, Jerussalem jatuh ke tangan pasukan Salib. Berlakulah keganasan luar biasa yang belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia.

Seorang ahli sejarah Perancis, Michaud berkata: “Pada saat penaklukan Jerussalem oleh pasukan Kristen tahun 1099M, kaum Muslim dibantai di jalan-jalan dan di rumah-rumah. Di Jerussalem tidak ada tempat lagi bagi orang-orang yang kalah itu. Tentera infanteri dan kaveleri lari tunggang langgang di antara para buruan. Di tengah huru-hara yang mengerikan itu yang terdengar hanya rintihan dan jeritan kematian.” Raymond d'Agiles, yang menyaksikan peristiwa itu dengan mata kepalanya sendiri mengatakan: “Di bawah serambi masjid yang melengkung itu, genangan darah hingga mencapai lutut dan mencapai tali kekang kuda”.

Kejatuhan Jerussalem ke tangan kaum Salib telah mengejutkan para pemimpin Islam. Mereka tidak menyangka kota Suci umat Islam itu bisa lepas. Mereka segera menyadari kesalahannya yang tidak kokoh bersatu dalam mempertahankannya. Akhirnya, para ulama berdiskusi dengan Khalifah dan wali untuk mengambil tugas berat dalam mempertahankan tanah Isra Mi'raj tersebut. Usaha konsolidasi tersebut berhasil. Mereka, para pemimpin Islam itu bahu-membahu untuk membebaskan kembali kota suci itu. Diantara pemimpin yang paling gigih dalam usaha menghalau tentera Salib itu ialah Imamuddin Zanki dan diteruskan oleh anaknya Emir Nuruddin Zanki dengan dibantu oleh panglima Asasuddin Syirkuh. Perjuangan terus berlanjut. Berkat persatuan dan perjuangan, pada hari Jum'at 27 Rajab 583H, dibawah kepemimpinan Sultan Shalahuddin al-Ayyubi, kaum Muslim berhasil memasuki Jerussalem. Mereka mengumandangkan “Allahu Akbar!”. Kejatuhan ini menjadikan Eropa marah. Mereka mewajibkan iuran “Saladin tithe” untuk melawan kaum Muslim. Namun, mereka pun berhasil dipukul mundur. Semua ini karena kesolidan dan kesungguhan pemimpin umat Islam kala itu.

Tahun 1948 pembantaian kaum Muslim di Palestina pun berulang. Negara zionis Israel menjajah negeri tersebut. Pembantaian demi pembantaian terus berlanjut hingga tahun 2009 ini. Bedanya, dulu, semua ini dapat dihentikan dengan cara bersatu dalam berjihad melawan mereka. Sementara, kini para pemimpin kaum Muslim tidak melakukan jihad sebagaimana yang dilakukan oleh Shalahuddin. Mereka hanya sekedar mengutuk dan berunding, serta hanya sibuk memikirkan kepentingan nasionalnya sendiri. Israel sang agresor pun tetap melakukan genosida tanpa ada hambatan. Seandainya para penguasa negeri-negeri Muslim, khususnya di Timur Tengah bersatu dan bersama-sama menyerbu Israel niscaya sang penjajah itupun tak akan berdaya.

Memang, AS dan sekutunya terus membela Israel. Namun, sebenarnya mereka itu saling cakar. Persatuan mereka semu. Allah SWT mengingatkan: “Mereka tiada akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti” (TQS. Al-Hasyr:14). Ibnu Katsir menegaskan bahwa ayat itu menunjukkan kepengecutan para tentara kaum kafir. Mereka tidak berani melawan pasukan kaum Muslim secara berhadap-hadapan dan terbuka (Lihat Tafsir al-Quran al-'Azhim, Ibnu Katsir). Lihatlah, mereka hanya berani lewat serangan udara, rudal jarak jauh, itupun dalam membunuhi kaum Muslim Palestina yang hanya melawan dengan batu. Bila mereka dihadapi oleh tentara kaum Muslim yang sama-sama membawa senjata niscaya mereka lari tunggang langgang. Sebagai contoh, sejumlah serangan Yahudi pada bulan Juli 2006 berhasil dihadapi oleh sekelompok orang Mukmin yang melakukan perlawanan, ternyata mampu menyungkurkan hidung Yahudi ke tanah, padahal mereka memiliki peralatan perang dan amunisi.

Sesungguhnya kaum kafir penjajah itu bukanlah orang-orang yang kuat. Mereka seakan kuat hanya karena sikap diam umat Islam dan pengkhianatan para penguasa di negeri-negeri Islam. Yahudi tidak pernah meraih kemenangan dalam berbagai perang yang sesungguhnya, bukan dalam perang yang penuh dengan sandiwara. Itulah yang dinyatakan oleh kitab Rabb kita (al-Quran): “Jika memerangi kalian, pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah), kemudian mereka tidak mendapat pertolongan” (QS. Ali-imran [3]: 111). Rasulullah Muhammad SAW juga telah bersaksi: “Kalian benar-benar akan memerangi orang-orang Yahudi dan kalian benar-benar akan membunuhi mereka” (HR Muslim). Dalam riwayat lain disebutkan, “Orang-orang Yahudi benar-benar akan memerangi kalian. Namun, kalian akan mampu menguasai mereka”.

Teriakan dan jeritan kaum wanita Palestina demikian jelas. Mereka meminta pertolongan. Dulu, ketika ada seorang perempuan yang diganggu kehormatannya oleh tentara Yahudi, Khalifah al-Mu'tashim segera mengirim-kan tentara untuk membela muslimah itu. Saat ini, banyak perempuan yang dibu-nuh tentara Yahudi, semestinya penguasa meniru al-Mu'tashim. Para penguasa berkewajiban untuk mengerahkan

Universitas Kelas Dunia

Oleh: Dr. Ing. Fahmi Amhar

Diskusi seputar kualitas perguruan tinggi tidak hanya menarik setiap tahun ajaran baru. Untuk Indonesia yang rasio sarjana ke jumlah penduduk baru 6 persen, menjadi sarjana masih menjadi cita-cita banyak orang, dan merupakan salah satu cara naik ke jenjang sosial dan ekonomi yang lebih tinggi.

Namun tentu saja cita-cita itu hanya akan terwujud kalau perguruan tinggi yang memberikan gelar sarjana adalah perguruan tinggi yang bermutu. Karena itu, informasi tentang kualitas perguruan tinggi menjadi sangat penting, walaupun orang tetap seharusnya tahu diri, apakah dia memiliki bakat yang dibutuhkan untuk kuliah di perguruan tinggi favorit itu. Ini karena perguruan tinggi yang bermutu biasanya juga diserbu peminat, bahkan dari mancanegara. Karena itu, rasio kapasitas dengan peminat serta rasio mahasiswa mancanegara sering dijadikan aspek-aspek yang dinilai dalam pemeringkatan perguruan tinggi, misalnya oleh Academic Ranking of World Universities (ARWU), Times Higher Education (THES), ataupun Webometrics. Aspek penilaian lainnya adalah jumlah paper internasional yang dihasilkan, penyerapan dan persepsi di dunia kerja dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan seperti jumlah dan kualitas dosen, perpustakaan, laboratorium serta sarana informasi dan akses internet.

Para pemeringkat itu kemudian membuat ranking perguruan tinggi sedunia. Terang saja, mayoritas 100 atau 500 perguruan tinggi top di dunia berada di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang atau Australia. Sebagian kecil ada di Singapura, China, Korea, India atau Malaysia.

Bagaimana seandainya pemeringkatan ini dilakukan seribu tahun yang lalu?
Maka universitas yang paling top di dunia saat itu tak pelak lagi ada di Gundishapur, Baghdad, Kufah, Isfahan, Cordoba, Alexandria, Cairo, Damaskus dan beberapa kota besar Islam lainnya. Perguruan tinggi di luar Daulah Islam paling-paling hanya ada di Konstantinopel yang saat itu masih menjadi ibukota Romawi Byzantium, di Kaifeng ibu kota Cina saat itu atau di Nalanda, India. Selain itu, termasuk di Eropa Barat, seribu tahun yang lalu belum ada perguruan tinggi. Di Amerika Serikat apa lagi. Benua itu baru ditemukan tahun 1492.

Sebenarnya di Yunani tahun 387 SM pernah didirikan Universitas oleh Plato, namun pada awal Milenium-1 universitas ini tinggal sejarah. Berikutnya adalah Universitas di Konstantinopel yang berdiri tahun 849 M, meniru universitas di Baghdad dan Cordoba. Universitas tertua di Itali adalah Universitas Bologna berdiri 1088. Universitas Paris dan Oxford berdiri abad ke-11 hingga 12, dan hingga abad-16 buku-bukunya referensinya masih diimpor dari dunia Islam.

Namun, dari sekian universitas di dunia Islam itu, dua yang tertua dan hingga kini masih ada adalah Universitas al-Karaouiyinne di Fez Maroko dan al-Azhar di Cairo.

Universitas al-Karaouiyinne di Fez – Maroko, menurut Guiness Book of World Record merupakan universitas pertama di dunia secara mutlak yang masih eksis. Kampus legendaris ini awalnya mengambil lokasi di masjid Al Karaouiyinne yang dibangun tahun 245 H/ 859 M, di kota Fes – Maroko. Universitas ini telah mencetak banyak intelektual Barat seperti, Silvester II, yang menjadi Paus di Vatikan tahun 999 – 1003 M, dan memperkenalkan “angka” Arab di Eropa.

Universitas kedua tertua di dunia adalah al-Azhar yang mulai beroperasi sejak tahun 975 M. Fakultas yang ada waktu itu yang paling terkenal adalah Hukum Islam, Bahasa Arab, Astronomi, Kedokteran, Filsafat Islam, dan Logika. Universitas al-Azhar didirikan pada 358 H (969 M) oleh penguasa Mesir saat itu, yaitu dinasti Fathimiyah – yang menganut aliran syiah Ismailiyah, sebuah aliran syiah yang oleh kalangan Sunni dianggap sesat karena sangat mengkultuskan Ali dan mencampuradukkan Islam dengan ajaran reinkarnasi.

Ketika tahun 1160 M kekuasaan Fathimiyah digulingkan oleh Bani Mameluk yang sunni – sebagai persiapan untuk memukul balik pendudukan tentara Salib di Palestina -, pendidikan al-Azhar yang disubsidi total ini sempat terhenti. Konon di beberapa jurusan yang sensitif syiah, “pause” ini berjalan hingga 17 tahun! Mungkin sebuah cara untuk “memotong generasi”.

Ketika pasukan Mongol menyerang Asia Tengah dan menghancurkan kekuatan kaum Muslimin di Andalusia, Al Azhar menjadi satu-satunya pusat pendidikan bagi para ulama dan intelektual Muslim yang terusir dari negeri asal mereka. Para pelajar inilah yang kemudian berjasa mengharumkan nama Al Azhar.

Pada masa dinasti Utsmaniyyah, Al Azhar mampu mandiri, lepas dari subsidi negara karena besarnya dana wakaf dari masyarakat. Wakafnya pun tak main-main: ada wakaf berupa kebun, jaringan supermarket, armada taksi dan sebagainya.

Kegiatan di Al Azhar sempat terhenti ketika pasukan Prancis di bawah Napoleon Bonaparte mengalahkan Mesir pada tahun 1213 H / 1789 M. Napoleon sendiri menghormati Al Azhar dan para ulamanya. Bahkan ia membentuk semacam dewan yang terdiri atas sembilan syaikh untuk memerintah Mesir. Namun hal itu tidak menghentikan perang antara kaum Muslimin di bawah pimpinan Syaikh Muhamad Al Sadat melawan imperialis Prancis. Melihat situasi waktu itu akhirnya Imam Agung Al Azhar dan para ulama sepakat untuk menutup kegiatan belajar di Al Azhar karena aktivitas jihad fi sabilillah. Tiga tahun setelah pasukan Prancis keluar dari Mesir, barulah Al Azhar kembali dibuka.

Karena itu, jika kembali ke “world-class-university”, sudah selayaknya kita tidak perlu ikut-ikutan pada standar yang ditetapkan Barat. Islam tentu memiliki standar sendiri, seperti apa kualitas manusia yang ingin dicetak oleh sebuah universitas. Mereka tidak cuma harus mumpuni secara intelektual, namun juga memiliki kedalaman iman, kepekaan nurani, kesalihan sosial dan keberanian dalam menegakkan amar ma'ruf – nahi munkar serta siap mati syahid dalam jihad fii sabilillah.

Sekarang di Indonesia, beberapa IAIN telah diubah menjadi Islamic University yang ingin meraih kembali taraf world-class-university seperti di masa peradaban Islam. Di Malaysia bahkan sudah lama berdiri International Islamic University of Malaysia (IIUM). Namun melihat struktur kurikulum dan budaya keilmuan yang ada saat ini, sepertinya masih perlu upaya keras dari para civitas akademika agar upaya itu memang menghasilkan produk kelas dunia yang khas Islam. Bahasa filosofinya, ada “ontologi” dan “epistemologi” Islam di sana. Untuk itu tentu wajib ada dukungan politik Islam yang memadai.

Namun kita tetap optimis. Karena istilah college yang lazim dipakai di Amerika, ternyata diambil dari istilah Arab “kulliyyat” yang artinya merujuk pada sesuatu yang urgen yang harus dimengerti keseluruhan.

Monday, September 13, 2010

Bangkit Menuju Sukses Sejati

Bangkit Menuju Sukses Sejati

Senin, 23 Agustus 2010 13:58 redaksi

Individu yang bangkit dapat dilihat dari perilakunya. Perilaku individu itu ditentukan oleh pemikiran yang ia yakini. Jika pemikirannya rendah maka individu itupun akan menjadi individu yang rendah. Sebaliknya, ketika pemikiran yang diemban dan diyakini individu itu tinggi, maka ia akan menjelma menjadi individu yang bangkit. Artinya bangkit tidaknya individu itu sebenarnya ditentukan oleh tinggi rendahnya pemikiran yang ia emban dan ia yakini.

Saudaraku, langkah pertama untuk bangkit adalah menghancurkan sindrom diri yang telah lama membelenggu diri kita. Caranya? Mari kita dapatkan dari kisah inspiratif Panglima Islam, Thariq bin Ziyad.

Ombak besar bergulung seirama dengan hembusan angin laut menyergap secara bergantian semenanjung pantai Tenggara Spanyol. Deburnya terdengar begitu keras saat menghantam karang-karang terjal dan mencipratkan buih ke udara. Tak terdengar suara lain, kecuali suara alam pantai dengan berbagai harmoninya. Kesunyian seolah menelan pantai itu selama bertahun-tahun. Tapi, tidak di suatu hari pada tahun 711 M. Kesunyian itu pecah oleh berderaknya serombongan armada tempur yang telah melintasi 13 mil laut untuk menyeberangi selat Andalusia. Armada berkekuatan 7.000 prajurit ini merapat. Sebuah komando menyulut, semangatpun keluar dari sang panglima.

”Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian, musuh ada di depan kalian, kemanakah kalian akan lari? Demi Allah, yang kalian miliki hanyalah kejujuran dan kesabaran. Ketahuilah bahwa di pulau ini kalian lebih terlantar daripada anak yatim yang ada di lingkungn orang-orang hina. Musuh kalian telah menyambut dengan pasukan dan senjata mereka. Kekuatan mereka sangat besar, sementara kalian tanpa perlindungan selain pedang-pedang kalian, tanpa kekuatan selain dari barang-barang yang kalian rampas dari tangan musuh kalian. Seandainya pada hari-hari ini kalian masih tetap sengsara seperti ini, tanpa adanya perubahan yang berarti, niscaya nama baik kalian akan hilang, rasa gentar yang ada pada hati musuh akan berganti menjadi berani kepada kalian!”

Tanpa keraguan sedikitpun, panglima itu memerintahkan pasukannya untuk membakar kapal-kapal yang telah membawa mereka. Banyak orang mungkin bertanya. Bukankah kapal-kapal itu adalah aset? Bukankah aset perang justru seharusnya dijaga? Tidak! Itulah prinsip sang Panglima. Secara Zahir, memang kapal-kapal itu habis terbakar, namun pada hakikatnya perintah ini juga telah membakar habis pilihan untuk menjadi pecundang dan pengecut serta meyisakan dua pilihnan, yang keduanya mulia: Menangkan pertempuran atau mati syahid. Di sinilah terbentuk kesamaan visi dan misi antara panglima dan prajurit dalam membangun tim yang kompak dan padu. Langkah ini telah membuahkan kemenangan. Sebuah kemenangan yang mengantarkan umat Islam memasuki babak baru, dakwah di bumi Andalusia.

Panglima itu adalah Thariq bin Ziyad, seorang pahlawan muslim pembebas Andalusia yang namanya diabadikan untuk menyebut bukit karang setinggi 450 meter di semenanjung pantai tenggara Spanyol. Jabal Thariq, begitulah orang Arab menamai bukit itu. Lidah eropa menyebutnya Gibraltar.

Kemenangan yang diraihnya termasuk historical moment. Betapa tidak, 7.000 prajurit muslim harus berhadapan dengan jumlah personel musuh yang jauh lebih besar, 25.000 prajurit Visigoth di bawah perintah raja Roderick. Sebuah kekuatan perang yang sangat tak berimbang, mengingatkan kita pada fenomena Perang Badar di mana pasukan musuh berjumlah lebih dari tiga kali lipat pasukan muslim.

Pasukan muslim dihadapkan pada dua pilihan mulia dalam jihad, yang keduanya berbalas pahala besar, yakni menang atau mati syahid. Ketidakberimbangan kekuatan pasukan saat itu berpotensi untuk membuat kecut nyali sebagian pasukan yang dapat meracuni kekuatan tim. Ciutnya nyali dan lemahnya semangat dapat membuat mereka berpikir untuk kembali ke pantai, mengayuh kpal meninggalkan lahan ibadah. Ini harus dicegah! Hangusnya kapal menjadi puing-puing yang teronggok membuat kemungkinan ini harus ikut hangus musnah. Seperti yang dikatakannya, ”Lautan ada di belakang kalian, musuh ada di depan kalian, ke manakah kalian akan lari?” maju menerobos musuh, beresiko terbunuh. Mundur ke pantai, menerobos ombak laut beresiko sama. Namun, pilihan pertama tentu lebih ksatria dan mendatangkan pahala. Ada surga disana. Jika sama resikonya, tak ada alasan sedikitpun untuk memilih yang kedua. Api ruh jihad secara cepat merembet dan mengobarkan semangat 7.000 prajurit muslim. Dalam gemuruh takbir mereka maju menegakkan kalimat tahlil di bumi Andalusia.

Sejarah mencatat, mereka berhasil menundukkan Spanyol dan terus bergerak maju sampai ke perbatasan Perancis di Tours. Inilah jalur masuk Islam di Eropa Barat.

Apa hikmah dari kisah di atas?

Saudaraku, tentu ada banyak hikmah yang bisa dipetik dari kisah inspiratif ini. Terkait dengan kebangkitan diri – belajar dari pengalaman Thariq – memang tak ada jalan lain untuk dapat membangkitkan diri, kecuali mengikuti jejak Panglima Islam, Thariq bin Ziyad, ketika membakar seluruh kapal untuk memotivasi 7.000 prajuritnya guna membebaskan bumi Andalusia pada tahun 711 sebagaimana dikisahkan di atas.

Saudaraku, kita harus membakar ”kapal” agar termotivasi dahsyat dan bangkit, layaknya pasukan Thariq. Jadi, berikut ini hal-hal yang patut kita lakukan.

1. kita mesti menciptakan ”kondisi yang memotivasi untuk bangkit” yakni dengan suatu komando atau kebijakan strategis menghilangkan pilihan mundur dengan mengorbankan aset. Maksudnya, kita harus menghilangkan pilihan mundur untuk kembali menenggelamkan diri dalam kubangan sindrom Trapped in a Comfort Zone. Kita harus berani mengorbankan aset berupa ”kapal rasa kemapanan dan kenyamanan” yang telah lama menyertai kehidupan kita sehingga melenakan diri kita. Aset ini tak lain adalah pola pikir dan pola sikap kita yang sekuler.

2. Menyatukan visi dan cara pandang. Maksudnya, mulai saat ini visi dan cara pandang kita adalah mewujudkan diri yang dapat merengkuh sukses dunia dan sukses akhirat. Karenanya, sukses diri kita adalah juga bagian dari sukses (kebangkitan) umat.

Hidup Mulia atau Mati Syahid. Wallahu a’lam bi ash-shshawab.

(Oleh Haris Iwan, BKLDK Malang)


ref: dikutip dari buku Be The Best not ”be asa” karangan M. Karebet Widjajakusuma, dakwahkampusmalang.com)

Thursday, July 1, 2010

TDL Naik (1 Juli 2010), Pelanggan 450-900 VA Tetap

TDL Naik Hari Ini, Pelanggan 450-900 VA Tetap
Laporan: tribunnews.com


Kamis, 1 Juli 2010 | 08:23 WITA

JAKARTA, TRIBUN-TIMUR.COM - Mulai hari ini,tarif dasar listrik (TDL) resmi naik. Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Darwin Saleh, kenaikan TDL ditetapkan Pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR RI.

Kenaikan TDL untuk mengendalikan besaran subsidi listrik yang mencapai Rp 55,1 trilyun pada tahun 2010. Sehingga DPR dan pemerintah sepakat terjadi kenaikan rata-rata 10 persen.

Pelanggan dengan daya 450 VA dan 900 VA tidak mengalami kenaikan, Kenaikan tarif dasar listrik secara nasional rata-rata sebesar 10 persen yang diihitung dari rata-rata rekening seluruh pelanggan saat ini.

Untuk mengetahui berapa persentase kenaikan TDL listrik Anda. Berikut skema kenaikan tarif dasar listrik (TDL) rata-rata 10 persen per 1 juli yang dikutip dari website DPR RI :

- Pelanggan 450 VA - 900 VA tidak mengalami kenaikan

- Pelanggan 6600 VA ke atas golongan rumah tangga, bisnis, dan pemerintah, dengan batas hemat 30 persen tidak naik karena tarif listriknya sudah mencapai keekonomian.

- Pelanggan Sosial dinaikkan sebesar 10%

- Pelanggan Rumah Tangga lainnya dinaikkan sebesar 18%

- Pelanggan Bisnis naik sebesar 12% hingga 16%

- Pelanggan Industri lainnya sebesar 6%-15%

- Pelanggan Pemerintah lainnya sebesar 15%-18%

- Pelanggan Traksi (untuk keperluan KRL) naik sebesar 9%

- Pelanggan Curah (untuk apartemen) naik 15%

- Pelanggan Multiguna (untuk pesta, layanan khusus) naik 20%

Berikut rincian kenaikan tersebut:

Rumah tangga

- 1.300 VA Rp 672/kwh jadi Rp 793/kwh, naik 18 persen dengan estimasi tambahan rekening per bulan Rp 24.000

- 2.200 VA Rp 675/kwh jadi Rp 797/kwh, naik 18 persen dengan estimasi tambahan rekening per bulan Rp 43.000
- 3.500 s/d 5.500 VA Rp 755/kwh jadi Rp 891/kwh, naik 18 persen dengan estimasi tambahan per bulan Rp 87.000Bisnis

- 1.300 VA Rp 685/kwh jadi Rp 795/kwh, naik 16 percent dengan estimasi tambahan rekening per bulan Rp 22.000 2.200 VA-5.500 VA. Rp 782/kwh jadi Rp 907/kwh, naik 16 persen, dengan estimasi tambahan rekening per bulan Rp 38.000

- Diatas 200 kilo VA (KVA) Rp 811/kwh jadi Rp 908/kwh, naik 12 persen, dengan estimasi tambahan rekening per bulan Rp 20.653.000 per bulan.

Industri

- 1.300 VA Rp 724/kwh jadi Rp 767/kwh, naik 6 persen, dengan estimasi tambahan rekening per bulan Rp 8.000

-2.200 VA Rp 746/kwh jadi Rp 790/kwh, naik 6 persen, dengan estimasi tambahan rekening per bulan Rp 12.000
- 2.200 VA - 14 kVA Rp 840/kwh jadi Rp 916/kwh, naik 9 persen, dengan estimasi tambahan rekening per bulan Rp
- 66.000 >14 kVA - 200 kVA Rp 805/kwh jadi Rp 878/kwh, naik 9 persen, dengan estimasi tambahan rekening per bulan Rp 822.000

- Diatas 200 kva. Rp 641/kwh jadi Rp 737, naik 15 persen, dengan estimasi tambahan rekening per bulan Rp 30.227.000

- Diatas 30.000 kVA Rp 529/kwh jadi Rp 608/kwh, naik 15 persen, dengan estimasi tambahan rekening per bulan Rp 1.315.696.000 per bulan.( hasanuddin aco)

Kenaikan TDL 2010: Analisa Sistem, Sejarah Perjalanan Regulasi Dan Solusi Integral Dalam Paradigma Islam

“The Government intends to restructure the power sector to improve efficiency and reduce fiscal burden. With the support of the World Bank and AsDB, the government will (i) establish the legal and regulatory framework to create a competitive electricity market; (ii) restructure the organization of PLN; (iii) adjust electricity tariffs; and (iv) rationalize power purchase from private sector power projects”. —Letter of Intent antara pemerintah dan IMF pada 1999, bab 3 poin 20

“Visi Pengelolaan Energi Nasional adalah terjaminnya penyediaan energi dengan hargawajar untuk kepentingan nasional. Selain itu, menempatkan struktur harga sebagai kendala karena belum mendukung diversivikasi dan konversi energi , dan menempatkan subsidi beban negara.” —Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025, berdasarkan Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006

”Pemimpin manusia adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya”(HR Muslim)

”Tiga hal yang tidak boleh dihalangi dari manusia yaitu : air, padang rumput dan api“ (HR Ibnu Majah)

Pada semester dua di tahun ini, sebagaimana rencana sejak tahun sebelumnya, pemerintah hendak menaikan tarif dasar listrik pada bulan juli 2010. Argumen utama yang digunakan dalam mengusulkan kebijakan ini adalah pada perhitungan keuangan RAPBN perubahan 2010. Dalam perhitungan tersebut disebutkan bahwa Biaya Pokok Penyediaan tenaga listrik adalah 144,35 Trilyun. Target dari tingkat pendapatan seharunya sebesar 155,90 Trilyun sedangkan pendapatan dari penjualan tenaga listrik di masyarakat hanya sekitar 95,8 Trilyun. Dengan demikian, kekurangan yang ada sekitar 60 Trilyun. Di lain sisi, alokasi dana dari APBN perubahan 2010 hanya sekitar 55,15 Trilyun. Maka masih terdapat biaya yang belum tertutupi jika hanya mengandalkan alokasi dana dari APBN.

Buruknya performansi finansial PLN ini dianggap menjadi kendala dan indikasi ketidaksehatan PLN sebagai sebuah organisasi. Belum lagi permasalahan teknis dan strategis lainnya, mulai dari kurangnya investasi, kurangnya pasokan bahan bakar pembangkit akibat pricing policy dalam negeri, isu margin rate yang masih kurang dari 30%, rendahnya rasio elektrifikasi, dan lain-lain. Karena itu, kementrian BUMN mendorong PLN untuk melakukan perbaikan sistem dan untuk memulihkan dirinya. Di lain sisi, ESDM meminta PLN untuk tetap mendukung pasokan listrik nasional dan memberikan kualitas terbaik di masyarakat. Akhirnya, kenaikan TDL menjadi sebuah opsi yang paling rasional untuk diambil saat ini.

Pemerintah: Usulan Kenaikan Tarif secara Selektif

Gencarnya pro kontra di masyarakat terhadap rencana kebijakan ini tampaknya menunjukkan kekhawatiran sejumlah kalangan, “Lantas bagaimana dengan rakyat miskin?”. Direktur utama aktif PLN, Dahlan Iskan, menjelaskan bahwa kenaikan tarif sebaiknya diterapkan pada pengembangan usaha untuk menghindari kelangkaan listrik dan untuk menciptakan kondisi PLN yang lebih sehat dan mengurangi subsidi. Beliau pun berargumen lebih lanjut bahwa pembengkakan biaya produksi sudah terjadi sejak awal, hanya saja karena besarnya kontribusi listrik pada biaya produksi, para pengusaha baru merasa terbebani saat TDL dinaikkan. Pengurangan ongkos produksi masih bisa dilakukan dengan memperhatikan faktor lain yang juga turut andil dalam terjadinya high cost.

Pertanyaannya, bagaimana sikap kita terhadap kebijakan ini? Bagaimanakah solusi yang sebaiknya diambil pemerintah dengan melibatkan kepentingan semua pihak: penyehatan PLN, penyelamatan APBN dan kepentingan seluruh masyarakat?

Mempertanyakan Kenaikan TDL sebagai Satu-Satunya Solusi

Krisis PLN adalah sebuah fakta yang tak terelakkan lagi. Sebagai sebuah perusahaan, menjadi tantangan PLN untuk melakukan pembenahan neraca finansialnya dan tetap memberikan performa terbaiknya dalam melayani masyarakat. Namun, yang perlu kita sadari, adanya gap antara pemasukan dan target pendapatan PLN tak bisa langsung diselesaikan dengan kenaikan TDL. Begitu banyak parameter lain yang harus dipertimbangkan, termasuk parameter ekonomi.

Sebelum mengklaim pro atau kontra pada kebijakan ini, dan dalam mengembangkan opsi-opsi alternatif, sebaiknya kita menggali terlebih dahulu apa sebenarnya yang menjadi akar masalah PLN? Sehingga darinya, kita bisa memformulasikan solusi yang tepat dan tanpa memperpuruk keadaan yang ada.

Solusi-solusi yang Mungkin Untuk Menyehatkan PLN

Jika kita merujuk pada paradigma yang sama dengan pemerintah yaitu mengambil aspek finansial sebagai sebuah indikator performansi PLN sebagai sebuah sistem, maka berikut adalah sejumlah alternatif yang mungkin diambil:
• Mengurangi biaya produksi
• Meningkatkan pendapatan

Jelas, peningkatan harga jual listrik untuk menstimulus kenaikan pendapatan PLN bukan satu-satunya solusi. Pertanyaannya apakah tidak ada jalan lain bagi pemerintah untuk mengurangi biaya produksi? Pertanyaan ini akan berujung pada pertanyaan, bagaimana dan apa sebenarnya yang menyebabkan tingginya BPP (Biaya Pokok Produksi)? Bagaimana sebenarnya mekanisme pembentukan harga listrik. Pricing assessment selanjutnya menjadi hal yang urgen pula untuk dibahas.

Namun sebelumnya, mari kita pertimbangkan bahwa listrik adalah sebuah subsistem dari sistem yang lebih besar lagi, yang merupakan suatu kesatuan dinamis yang saling terkait terhadap kehidupan masyarakat. Dari sana, kita bisa melihat sebenarnya apa dan bagaimana dampak kenaikan TDL ini terhadap sistem secara integral.

Ketenagalistrikan dan Pertumbuhan Ekonomi

Logika penerapan kenaikan TDL secara selektif, seperti apa yang dipaparkan pada bagian pendahuluan menjadi hal yang patut kita kritisi. Benarkah ketika penggunaan 450-900 VA tidak mengalami kenaikan TDL, namun di sisi lain pihak pengusaha dan industri—yang notabene merupakan konsumen listrik dengan kuantitas yang terkena opsi kenaikan harga--adalah kebijakan yang pro kepada rakyat miskin?

Untuk menganalisa sistem yang ada, sebuah laporan yang disusun oleh Committee on Electricity in Economic Growth, National Research Council , Amerika Serikat, pada 1986 dalam publikasi mereka yang berjudul Electricity in Economic Growth mengurai keterhubungan listrik dan pertumbuhan ekonomi. Kajian sistem tersebut bisa kita jadikan rujukan untuk membantu kita melihat apa dan bagaimana pengaruh kebijakan terhadap harga listrik. Begitu pula pengaruh dari harga listrik tersebut terhadap aspek-aspek lainnya yang sangat mungkin menimbulkan efek rantai.



Secara verbal, interaksi antar subsistem tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Bahwa, kenaikan harga listrik akan mempengaruhi berbagai faktor yaitu (1)konservasi;(2)teknologi; (3)pertumbuhan produktivitas. Dapat kita lihat secara visual bagaimana setiap poin ini akan mempengaruhi aspek lain dan menghasilkan efek rantai yang lebih besar lagi.

Dari penjelasan di atas dapat kita lihat bagaimana harga listrik sangat mempengaruhi kondisi perindustrian dan berefek rantai pada pendapatan kotor nasional. Selain itu, kita juga harus melibatkan aspek inflasi yang mungkin terjadi di masyarakat.

Secara sederhana untuk menggambarkan hal tersebut, sebaiknya dilakuakan perhitungan matematis, berapa jumlah penghematan yang diperoleh rakyat dengan yang tidak mengalami kenaikan TDL terhadap inflasi (kenaikan harga) yang ada di masyarakat akibat kenaikan TDL pada aspek industri? Apakah benar rakyat akan diuntungkan? Lebih dari itu, jika argumen yang dipakai juga adalah untuk menyelamatkan APBN, maka adanya inflasi ini pun akan mempengaruhi APBN itu sendiri karena nilai ekstrinsik uang di masyarakat telah mengalami pengurangan, artinya APBN pun berubah karena memakai asumsi tingkat bunga (yang dipengaruhi tingkat inflasi di masyarakat) yang berbeda dengan sebelumnya. Dengan demikian, kebijakan kenaikan TDL secara selektif –maupun kenaikan TDL tak selektif—belum tentu menjadi “solusi tuntas” bagi permasalahan PLN maupun pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan.

Yang menjadi catatan tambahan, hal ini bukan pula berarti pemerintah tidak boleh menaikkan harga TDL sama sekali. Toh, jika pemerintah menaikkan harga listrik namun disertai dengan peningkatan daya beli masyarakat opsi ini masih bisa diterima. Namun, mempertimbangkan kondisi yang ada seperti fakta deindustrialisasi, kompetisi pasar bebas, indeks produktivitas masyarakat Indonesia, dan sistem perekonomian kita yang belum menjamin kenaikan daya beli masyakarakat tersebut, maka sebaiknya pemerintah mengkaji lebih lanjut—hingga ke ranah kuantitatif—mengenai batasan dan kelayakan kenaikan harga yang mungkin diambil.

Dengan demikian, inti dari bahasan pada bagian ini adalah bahwa kenaikan TDL bukanlah solusi tuntas, apabila kita melihat dalam kacamata sistemik (bukan sekedar penyelamatan neraca finanSial PLN).

Biaya Produksi Listrik dan Regulasi yang Sistemik

Lantas, pertanyaan selanjutnya adalah, apa opsi yang bisa kita ambil dalam permasalahan TDL ini? Kita kembali pada alternatif yang disinggung pada poin sebelumnya, yaitu mereview biaya pokok produksi listrik.

Apabila kita telusuri lebih jauh, maka PLN sendiri sebenarnya sedang menghadapi masalah-masalah terkait penggunaan sumber daya pembangkit listrik yang sulit tersedia, kompetisi harga BBM, batu bara dan gas bumi (antara impor dan ekspor). Belum lagi rendahnya investasi yang ada sehingga PLN memiliki kapasitas yang terbatas untuk melayani kebutuhan publik.

Sejarah Ketenagalistrikan Indonesia

Menganalisis permasalahan ketenagalistrikan di Indonesia—mulai dari PLN sebagai organisasi hingga regulasi yang mengaturnya—tidak terlepas dari sejarah ketenagalistrikan itu sendiri. Hakim (2009) dalam artikelnya Babak Baru LIberalisasi Sektor Ketenagalistrikan Nasional mengupas hal ini secara detail. Di tulisan tersebut dapat kita simpulkan bahwa permasalahan ketenagalistrikan bukanlah hal yang murni permasalahan teknis, melainkan terdapat begitu banyak kepentingan, mulai dari Belanda (pra-kemerdekaan) hingga kepentingan asing melalui bantuan-bantuan asing di setiap penyusunan UU ketenagalistrikan. Berikut uraian singkatnya.

Ketenagalistrikan Indonesia diawali oleh penemuan listrik dan teknologi pendukungnya sebelum era revolusi industri di Eropa. Dokumen sejarah yang dimiliki oleh Perusahaan Listrik Nasional (PLN) menjelaskan bagaimana ketenagalistrikan nasional diperkenalkan pada pendudukan Belanda akhir abad 19 berupa pembangkit untuk kepentingan Belanda pada pabrik gula dan pabrik teh yang berfungsi untuk mendukung operasi produksinya. Adapun, pemanfaatan tenaga listrik untuk kepentingan umum dimulai oleh perusahaan swasta Belanda yaitu N V. Nign, yang semula bergerak di bidang gas dan kemudian memperluas usahanya di bidang penyediaan listrik untuk kemanfaatan umum. Pada tahun 1927 pemerintah Belanda membentuk s'Lands Waterkracht Bedriven (LWB), yaitu perusahaan listrik negara yang mengelola berbagai PLTA. Selain itu di beberapa Kotapraja dibentuk perusahaan-perusahaan listrik Kotapraja.

Di masa pendudukan Jepang, segala aset yang dimiliki Belanda di Indonesia diambil alih. Termasuk didalamnya adalah perusahaan listrik dan personel yang ada di perusahaan tersebut. Singkatnya masa pendudukan Jepang (3,5 tahun) dan politik bumi hangus yang diterapkan Jepang pada saat itu menjadikan industri ketenagalistrikan tidak berkembang pada masa ini.

Penguasaan industri ketenagalistrikan oleh bangsa Indonesia dimulai ketika memasuki masa kemerdekaan. Dipelopori oleh pemuda, buruh, dan pegawai di perusahaan listrik dan gas dengan mengambil alih perusahaan listrik yang sebelumnya dikuasai oleh Jepang. Kelompok buruh dan pegawai perusahaan listrik ini, kemudian membentuk delegasi untuk menghadap dan melaporkan hasil perjuangan mereka pada Komite Nasional Indonesia (KNI) Pusat yang diketuai oleh M. Kasman Singodimedjo. Selanjutnya, delegasi bersama-sama dengan pimpinan KNI Pusat menghadap Presiden Soekarno, untuk menyerahkan perusahaan-perusahaan listrik dan gas kepada pemerintah Republik Indonesia. Penyerahan tersebut diterima oleh Presiden Soekarno, dan kemudian dengan Penetapan Pemerintah No. 1 tahun 1945 tertanggal 27 Oktober 1945 dibentuklah Jawatan Listrik dan Gas di bawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga. Tanggal 27 Oktober ini kemudian ditetapkan menjadi hari Listrik dan Gas.

Penguasaan perusahaan listrik oleh bangsa Indonesia ini tidak serta merta diterima oleh Belanda. Melalui Agresi Belanda I dan II, perusahaan-perusahaan listrik dikuasai kembali oleh Pemerintah Belanda sebagai pemilik awal. Buruh dan pegawai listrik yang tidak menerima penguasaan kembali ini kemudian mengungsi dan menggabungkan diri pada kantor-kantor Jawatan Listrik dan Gas di daerah Republik Indonesia yang tidak diduduki oleh Belanda.

Tahun 1952 Pemerintah Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden RI Nomer 163, tanggal 3 Oktober 1953 Tentang Nasionalisasi Perusahaan Listrik Milik Bangsa Asing di Indonesia. Nasionalisasi akan dilakukan Pemerintah Indonesia kepada perusahaan listrik asing jika waktu konsesinya habis. Lima tahun pasca duterapkannya kebijakan tersebut, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomer 86 Tahun 1958 tanggal 27 Desember 1958 Tentang Nasionalisasi Semua Perusahaan Belanda dan Peraturan Pemerintah Nomer 18 Tahun 1958 Tetang Nasionalisasi Perusahaan Listrik Dan Gas Milik Belanda.

Intervensi Asing dalam Perjalanan Regulasi Ketenagalistrikan
Meskipun ketenagalistrikan telah diambil alih oleh Indonesia, intevensi asing ternyata tidak lepas dari regulasi ketenagalistrikan tersebut. Sebelum menjelaskannya, berikut poin-poin pengembangan regulasi yang ada terkait ketenagalistrikan (Hakim , 2009).



Jika kita lihat dari perkembangan di atas, maka akan kita temui kata “kompetisi”, atau seperti kata “iklim usaha yang sehat” dan lain sebagainya. Kata-kata ini mewakili adanya penancapan sebuah mindset bahwa PLN sebagai sebuah perusahaan yang harus bisa berkompetisi.

Disini kita harus berhati-hati dalam menganalisisnya. Tentu tidak ada perdebatan bahwa PLN harus bisa menjadi perusahaan yang sehat dan memiliki performansi yang baik. Namun, yang perlu kita cermati, mindset tersebut sering digunakan untuk menarik PLN pada sebuah paradigma pasar bebas yang bisa dilihat dari upaya yang dilakukan jauh hari saat perubahan PLN dari perusahaan umum menjadi PT (layaknya sebuah perusahaan) kemudian PLN dituntut untuk bisa berkompetisi dengan iklim bisnis yang ‘sehat’. Hal ini tidak lain adalah selaras dengan grand design yang telah ditancapkan asing dalam liberalisasi multisektor di negeri ini.

Indikasi adanya intervensi asing ini bukan tanpa alasan. Menurut Dennys Lombard, seorang sejarawan Prancis, kemandirian Indonesia di bidang ekonomi hanya terjadi selama delapan tahun dan berakhir dengan kegalalan yang berakibat tingginya angka inflasi dan besarnya utang luar negeri. Proses westernisasi yang sempat terputus ditahun 1942, sempat tertunda dibawah pendudukan Jepang sampai tahun 1945, berlanjut kembali dengan lambat antara tahun 1954 dan 1964 di bawah Demokrasi Terpimpin. Berawal dari kebijakan pemerintah Orde Baru untuk membuka diri dengan negara-negara Eropa, Amerika, dan Jepang. Kemudian sebuah konsorsium internasional menyetujui penangguhan pembayaran utang, dan nilai rupiah dapat distabilkan dengan mengaitkannya dengan dollar Amerika. Sebagai gantinya pemerintah Indonesia harus mengembalikan aset-aset asing yang pernah dinasionalisasi pada tahun 1957, sekaligus memberikan konsesi-konsesi baru (khususnya minyak bumi dan kehutanan).

Bagaimana dengan aspek ketenagalistrikan? Pembangunan instalasi listrik sejak 1980-an tak lepas daripada dana asing. Pada awal 1990-an, Bank Dunia dan USAID menyokong dana studi kebijakan sektor ketenagalistrikan di Indonesia. Hasilnya adalah pada tahun 1994, status Perusahaan listrik negara (PLN) diubah dari perusahaan umum (Perum) menjadi perseroan terbatas (PT). Setahun kemudian, didirikanlah dua anak perusahaan PT PLN; PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) I dan PJB II. Kemudian tahun 1999, dana dari luar negeri sebesar US$ 1 miliar juga diterima dari Bank Pembangunan Asia (ADB) dan JBIC untuk program restrukturisasi sektor ketenagalistrikan di Indonesia. Puncaknya adalah penandatanganan Letter of Intent (LoI) of Government of Indonesia, 16 Maret 1999 atau menjelang pengesahan UU Ketenagalistrikan oleh Presiden Megawati.

Pernyataan yang memperkuat intervensi asing di sektor ketenagalistrikan nasional : Letter of Intent antara pemerintah dan IMF18, di Chapter 3 point 20 disebutkan:
The Government intends to restructure the power sector to improve efficiency and reduce fiscal burden. With the support of the World Bank and AsDB, the government will (i) establish the legal and regulatory framework to create a competitive electricity market; (ii) restructure the organization of PLN; (iii) adjust electricity tariffs; and (iv) rationalize power purchase from private sector power projects.

Walaupun hubungan antara IMF dan pemerintah telah berakhir (melalui penghapusan utang RI) akan tetapi implementasi dan semangat liberalisasi telah menjadi bagian dari perencanaan kebijakan energi jangka panjang.

Dalam Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025 yang disusun berdasarkan Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006, ditetapkan bahwa
“Visi Pengelolaan Energi Nasional adalah terjaminnya penyediaan energi dengan harga wajar untuk kepentingan nasional. Selain itu, menempatkan struktur harga sebagai kendala karena belum mendukung diversivikasi dan konversi energi, dan menempatkan subsidi sebagai beban negara.”

Dengan pertimbangan tersebut kemudian disusun strategi dan kebijakan yaitu mengembangkan mekanisme harga keekonomian, dan mendorong investasi swasta bagi pengembangan energi. Adapun upaya yang dilakukan adalah dengan menerapkan mekanisme open acces bagi infrastruktur energi, dan deregulasi di tingkat makro dan mikro. Dari sinilah kemudian disusun program utama, salah satunya adalah restrukturisasi industri energi.

Ketenagalistrikan Indonesia: Masalah Politis-Sistemik

Dari uraian di atas, maka bisa kita lihat bahwa permasalahan ketenagalistrikan bukanlah sekedar permasalahan teknis-finansial, melainkan masalah politis yang melibatkan berbagai kepentingan pihak yang terkait. Jika dibalikkan kepada fungsi dasar dan tujuan dari adanya pemerintah tak lain adalah mengurusi urusan masyarakat, termasuk dalam isu ketenagalistrikan. Karena permasalahannya adalah masalah sistemis maka solusinya juga harus diangkat pada tataran sistemis. Dengan demikian, permasalahan teknis yang berada pada subsistem di bawahnya akan dengan mudah terselesaikan. Lantas bagaimanakah solusi yang tuntas dari kondisi ketenagalistrikan seperti ini?

Solusi Islam atas Ketenagalistrikan

Penulis hendak mensintesa solusi dalam pandangan Islam, sebagai sebuah ideologi dan aturan alternatif bagi masyarakat kita, tak hanya muslim tapi juga seluruh rakyat Indonesia. Bersumber pada Al-qur’an dan sunnah, Islam menawarkan sejumlah solusi terintegrasi atas ketenagalistrikan.

Pada tulisan ini penulis akan memaparkan 3 solusi Islam atas ketenagalistrikan yaitu sebagai berikut:
- Hukum kepemilikan dalam Islam yang menempatkan ketenagalistrikan sebagai komoditas umum (public goods)
- Mekanisme subsidi dalam pandangan Islam
- Sistem kontrol negara atas mata rantai ketenagalistrikan (bagaimana hubungan antara pemerintah dan swasta)

1. Hukum Kepemilikan atas Ketenagalistrikan

Kepemilikan manusia atas sesuatu menurut hukum syara' diartikan sebagai ijin atau kebolehan yang diberikan oleh As Syari' (Allah, melalui Al Qur-an dan As Sunnah) untuk menguasai dzat sesuatu dan menggunakan sesuatu tersebut sesuai dengan batasan-batasan hukum syariat Islam berdasarkan sebab-sebab kepemilikan yang diatur oleh hukum syariat Islam.

Berdasarkan cara memiliki, maka dalam Islam dikenal tiga macam kepemilikan, yaitu:
- kepemilikan individu (hak milik secara individu)
- kepemilikan umum (hak milik masyarakat secara kolektif)
- kepemilikan negara (hak milik secara negara)

Kepemilikan umum adalah hak untuk memiliki sesuatu secara kolektif bagi manusia. Dasar dari kepemilikan umum adalah hadits Rasulullah yang mengharuskan kepemilikan bersama (persekutuan kepemilikan) atas api, air dan padang rumput serta hadits lain tentang kepemilikan tanah di sekitar danau garam.

Hadits tersebut adalah:
„Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal : air, padang rumput dan api“ (HR Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah)

Dan juga hadits :
”Tiga hal yang tidak boleh dihalangi dari manusia yaitu : air, padang rumput dan api“ (HR Ibnu Majah)

Dan juga hadits :
”Manusia berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api“

Dan juga hadits :
”Muslim itu bersaudara satu sama lainnya, mereka bersama-sama memiliki air dan pepohonan”

Illat kepemilikan umum dari hadits hadits tersebut adalah jumlah yang besar (sesuatu yang bersifat bagaikan air yang mengalir). Dalam hal ini Rasulullah bersabda :
”Sesungguhnya dia bermaksud meminta (tanah di tambang garam) kepada Rasulullah, maka beliau memberikannya. Tatkala beliau memberikannya, berkata salah seorang laki-laki yang ada dalam majlis, ’Apakah Anda mengetahui apa yang telah engkau berikan kepadanya ? Sesungguhnya apa yang Anda berikan itu laksana air yang mengalir’. Akhirnya beliau bersabda : (Kalau begitu) tarik kembali darinya” (HR Tirmidzi).

Dengan demikian, fakta yang tercakup dalam kepememilikan umum tidak terbatas pada api, air dan padang rumput, tetapi juga segala sesuatu yang terdapat dalam jumlah yang besar. Disamping itu, segala sesuatu yang tidak dapat dibagi-bagi atau memberikan dampak yang luas bagi manusia termasuk pada kategori sesuatu yang bersifat bagaikan air yang mengalir sehingga juga termasuk dalam kepemilikan umum.

Pada kenyataan sekarang, fakta-fakta yang termasuk dalam kepemilikan umum meliputi:
o Sumber daya air dengan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya, yaitu laut, sungai, danau, air tanah, mata air, rawa, air yang ada di udara.
o Sumber daya energi seperti minyak, batubara, gas, panas bumi, uranium, thorium, energi dari angin, aliran sungai, laut dan biomassa.
o Sistem vegetasi dalam jumlah besar seperti hutan (hutan tropis, hutan bakau, hutan sub tropis dan hutan-hutan lainnya), padang rumput (stepa), padang rumput bersemak (sabana).
o Barang-barang tambang yang terdapat dalam jumlah besar seperti tambang besi, tembaga, nikel, timah, perak, emas, aspal, intan, pasir dan sebagainya.
o Udara.

Dengan demikian, ketenagalistrikan adalah public goods yang wajib dikelola atas kontrol negara untuk kemaslahatan ummat. Adapun mekanisme teknis, diperbolehkan adanya perusahaan swasta namun posisinya tetap berada dalam kontrol penuh pemerintah. Harga energi bisa diserahkan berdasarkan Biaya Pokok Produksi namun haram bagi pemerintah untuk mengambil untung atas public goods tersebut.

Pertanyaannya bagaimana jika dengan BPP tidak mampu dijangkau oleh daya beli masyarakat yang ada? Maka Islam juga memberikan sejumlah alternatif lain yaitu mekanisme subsidi dan APBN syariah.

2. Mekanisme Subsidi dalam Islam

Jika dalam kapitalisme, subsidi dipandang dari aspek intervensi pemerintah atau mekanisme pasar, Islam memandang subsidi secara syariah yaitu: kapan subsidi wajib dan kapan subsidi boleh dilakukan oleh negara.

Jika terminologi subsidi dipandang sebagai bantuan keuangan yang dibayar oleh suatu negara, maka Islam mengakui adanya subsidi dalam Islam. Subsidi merupakan uslub (cara) yang boleh dilakukan negara (khilafah) karena termasuk pemberian harta milik negara kepada individu rakyat (I’thau ad-daulah min amwaalihaa li ar-ra’iyah) yang menjadi hak khalifah. Khalifah Umar bin Khattab pernah memberikan harta dari baitul Mal (kas negara) kepada para petani Irak agar mereka dapat mengolah tanah mereka. (An-Nabhani, 2004: 119). Atas dasar itu, negara boleh memberikan subsidi kepada individu rakyat yang bertindak sebagai produsen, seperti subsidi pupuk dan benih bagi petani, subsidi bahan baku kedelai bagi produsen tempe, dan sebagainya. Boleh juga diberikan subsidi bagi rakyat yang bertindak sebagai konsumen seperti sunsidi pangan (sembako) dan lain sebagainya.

Subsidi juga boleh diberikan negara pada sektor pelayanan publik (al-marafiq al-ammah) yang dilaksanakan oleh negara misalnya:
(1) jasa telekomunikasi (al-khidmat al-baridiyah)
(2) jasa perbankan syariah (al-khidmat al-mashirifiyah)
(3) jasa trasnportasi (al-mushawalat al-ammah). (Zallum, 2004: 104).

Subsidi dalam sektor energi—dalam konteks saat ini adalah ketenagalistrikan—adalah salah satu subsidi yang diperbolehkan. Sektor kepemilikan umum (milkiyyah amah) yang sewajarnya dimiliki bersama dan distribusinya dilakukan oleh khilafah tanpa adanya aturan khusus dari syara’ (khilafah berhak menentukan mekanismenya). Khilafah dapat memberikannya secara gratis, bisa pula dengan harga produksi maupun harga pasar. (Zallum, 2004: 83).

Semua subsidi pada dasarnya boleh karena hukum dasarnya memberikan harta negara pada individu adalah boleh. Namun, jika pada kondisi terjadi ketimpangan ekonomi, ada aturan syara’ yang lain yaitu adanya Islam melarang beredarnya harta hanya pada golongan tertentu dan hendaknya tersebar di seluruh kalangan. Firman Allah swt:
“supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian” (QS Al-hasyr 59: 7)

Rasulullah saw pernah memberikan fai’ (harta milik negara) kepada Bani Nadhir hanya kepada kaum Muhajirin karena Nabi melihat kondisi yang timpang dari kaum muhajirin (kaum yang hijrah) terhadap kaum Anshaw. (an-nabhani, 2004: 249). Dengan melihat kondisi yang timpang saat ini, maka pemberian subsidi listrik memiliki justrifikasi yang kuat dalam pandangan Islam.

Pertanyaannya, bagaimana jika APBN negara sendiri mengalami defisit? Maka Islam memiliki mekanisme lain yaitu seperangkat aturan APBN syariah, mulai dari sumber-sumber pendapatan negara hingga penerapan pajak selektif di saat genting. Pajak selektif dikenai hanya pada sebagian orang yang mampu dan itupun hanya bersifat temporer (jika dibutuhkan). Daulah diwajibkan mengeksplorasi SDA dan mengelolanya untuk sebesar-besar kemakmuran ummat. (Zallum, 2004).

3. Penguasaan Mata Rantai Industri Energi

Solusi teknis lainnya yang bisa dilakukan adalah adanya kendali pemerintah atas seluruh mata rantai industri energi (termasuk ketenagalistrikan). Andang Widi Harto dalam tulisannya “Kebijakan Energi Dalam Perspektif Islam” telah menguraikan hal ini secara detail, bagaimana mekanisme dan rantai nilai di industri dari setiap resource energy yang ada mulai dari minyak bumi, gas alam, BBN, hingga hidrogen. Pemerintah harus bisa mengatur kebijakan yang berkenaan industri energi mulai dari ketersediaan, industri hulu, industri menengah dan industri hilir. Industri pendukung dan perusahaan-perusahaan yang terlibat tidak harus pemerintah. Peran swasta juga bisa dilibatkan asalkan pemerintah tetap memiliki posisi kontrol penuh atas sistem yang ada.

Diagram Umum Mata Rantai Industri Energi





Kesimpulan
• Permasalahan ketenagalistrikan adalah permasalahan yang sistemis, bukan sekedar teknis financial PLN dan penyelamatan APBN negara.

• Dari sejarah regulasi ketenagalistrikan maka terlihat jelas adanya intervensi asing dalam liberalisasi regulasi ketenagalistrikan

• Kenaikan TDL adalah salah satu imbas dari adanya liberalisasi ketenagalistrikan Indonesia yang patut kita kritisi

• Terdapat dua opsi yang bisa ditempuh PLN: meningkatkan pendapatan dengan menaikkan harga dan menurunkan biaya produksi.

• Kebijakan menaikkan TDL berdampak sistemis dan belum tentu menjadi solusi tuntas.

• Islam menawarkan solusi tuntas mengenai penyehatan PLN dan masalah ketenagalistrikan yaitu:
- Hukum kepemilikan dalam Islam yang menempatkan ketenagalistrikan sebagai komoditas umum (public goods)
- Mekanisme subsidi dalam pandangan Islam
- Sistem kontrol negara atas mata rantai ketenagalistrikan

Wallahu’alam bi ashawab.