Saturday, September 28, 2013

Reportase Kajian Hot Issue "MISS WORLD : REPRESENTASI EKSPLOITASI ATAU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN?"

Jumat sore, 20 September 2013, Female HATI ITB mengadakan Bincang Sore Seputar Perempuan di selasar TOKA ITB, mengangkat tema Miss World: Representasi Ekslpoitasi atau Pemberdayaan Perempuan? Kajian khusus perempuan ini menghadirkan Nyoman Anjani, Ketua Kabinet Keluarga Mahasiswa ITB dan Rd Rini Kartikasari, Deputi Pendidikan KM ITB 2012 yang juga anggota Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia. Kajian yang dipandu oleh Siti Hajar Aswad (Geodesi 2011, Ketua Divisi Kajian Female HATI ITB) ini dihadiri oleh sejumlah massa kampus.


Eksploitasi menurut KBBI merupakan pendayagunaan; pengusahaan; pemerasan; pemanfaatan untuk keuntungan sendiri. Sedangkan pemberdayaan merupakan cara; proses untuk membuat melakukan sesuatu atau bertindak. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua kata ini saling bertolak belakang dimana eksploitasi bermakna negatif sedangkan pemberdayaan bermakna positif. Untuk menyatakan sesuatu hal positif atau negatif tentunya memerlukan suatu standar yang pasti takarannya. Bila kita menggunakan standar manusia dimana baik dan buruknya didasarkan pada manfaat yang diterimanya tentulah tidak akan menemukan titik tengahnya. Dibutuhkan pula standar mutlak yang tidak memihak antara kepentingan yang satu dengan kepentingan lainya. Apalagi kalau bukan standar yang telah ditetapkan oleh Allah swt sebagai Tuhan kita. Sang pencipta yang mengetahui apa yang baik dan buruk bagi makhluk ciptaan-Nya.
Bila kita kembali pada permasalahan awal yaitu apakah miss world merupakan eksploitasi atau pemberdayaan?. Kedua pembicara sepakat bahwa miss world merupakan bentuk eksploitasi yang digunakan sebagai alat marketing dari produk-produk fashion dan kecantikan. Apalagi, dari awal berdirinya pun, Miss World merupakan alat marketing yang digunakan oleh sebuah perusahaan bikini untuk mempromosikan produknya. Pada keberjalanannya agar mendapatkan banyak simpati dihati para pemirsa diseluruh dunia maka disisipkan ide-ide brain dan behaviour dibalik beauty itu sendiri. 


Semakin banyak pemirsa diseluruh dunia tanpa sadar telah terperangkap dalam standar cantik ala Miss World. Dampak yang ditimbulkan pun tidak tanggung-tanggung, banyak wanita yang rela menghabiskan uangnya untuk terlihat cantik ala Miss World hingga mau melakukan operasi plastik. Kontes – kontes selain Miss World seperti Indonesian Idol, AFI, Little Miss Indonesia, serta kontes-kontes lainnya juga merupakan suatu alat pencucian otak. Bagaimana tidak ? Di kalangan generasi muda, seorang mahasiswi misalnya, seharusnya ia menjaga auratnya, melakukan peran dan potensinya sebagai mahasiswa dan sebagai wanita dengan menjadi agent of change,malah memproyeksikan diri menjadi robot pencetak uang bagi perusahaan – perusahaan ( perusahaan swasta asing bahkan). Akibatnya, para remaja dan anak-anak sekarang telah hilang teladannya untuk ditiru serta dicontoh. Mahasiswi yang notabene adalah para calon ibu sekarang lebih sibuk mencatok rambutnya, memancungkan hidungnya, memutihkan kulitnya tanpa lagi memperdulikan peran strategis dan politisnya sebagai agent of change maupun sebagai pendidik generasi.
Dapat kita simpulkan bahwa peran strategis dan politis perempuan sebagai calon ibu pendidik generasi saat ini telah tertutupi dengan adanya miss world dan kontes–kontes lainnya dan melalui promosi Barat tentang role model perempuan sukses ala Barat. Pemberdayaan yang diagung-agungkan oleh Miss World ternyata hanyalah sebuah tipu muslihat untuk memasarkan produk-produk kecantikan dan fashion. Tidak kalah penting, dengan adanya miss world, para wanita teralihkan fokusnya. Seharusnya memikirkan masalah-masalah yang dihadapi oleh remaja masa kini namun teralihkan untuk memikirkan masalah kecantikan dirinya sendiri. 


Lalu bentuk pemberdayaan yang ideal seperti apa?
“Pemberdayaan, kita bahas lebih lanjut apakah potensi yang dimiliki wanita bs dimanfaatkan lebih banyak untuk orang banyak. Pemberdayaan yang ideal menurut saya, lihat dulu potensi wanita itu apa saja. Dari hal kecil semisal segi berpikir estetik sehingga berdampak psikologis (secara positif) terhadap orang yang diajak berinteraksi. Lebih dari itu, perempuan saya rasa harus dikembalikan kodrat nya sebagai seorang ibu lagi”. 

–Nyoman Anjani
Kedua pembicara sepakat bahwa pemberdayaan yang ideal atas perempuan adalah dengan menempatkan wanita pada posisi fitrahnya sebagai ibu dan pendidik generasi. Untuk menjadi ibu pendidik generasi haruslah memiliki pengetahuan yang luas baik itu kesehatan, obat-obatan, geografi, maupun pandangan Islam mengenai ekonomi, politik, sosial, hukum dan pendidikan. Semua pengetahuan tersebut menjadi modal utama untuk mendidik para penerus generasi agar sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia. Bolehkah seorang ibu untuk bekerja? Boleh tentu saja sepanjang usaha atau pekerjaan yang dilakukan itu halal dan dapat dikerjakan bila telah memenuhi kewajibannya sebagai ibu dan penjaga generasi. Dengan memahami hal ini tentunya perempuan saat ini tidak akan disibukkan dengan hal-hal remeh seputar kecantikan, mereka akan lebih memfokuskan ilmu pengetahuan yang begitu kompleks yang harus mereka kuasai untuk mendidik calon penerus generasi ini. Role model bagi anak-anak dan remaja pun terselamatkan dengan adanya pemahaman perempuan tentang ibu yang profesional. Tidak akan ada perempuan yang mau mengikuti kontes-kontes kecantikan, kontes suara serta kontes-kontes lainnya yang dapat merusak generasi penerus bangsa.


Namun sungguh, untuk menjadi ibu pendidik generasi pada masa sekarang ini diperlukan suatu peran dari negara untuk menjaminnya. Bagaimana tidak, banyak perempuan dan wanita yang mengikuti kontes kecantikan dikarenakan ingin mendapatkan kekayaan yang instan, banyak wanita yang menjadi TKW semata-mata karena tuntutan kebutuhan ekonomi yang semakin mendesak. Dalam konteks ini terlihat bahwa negara tidak menjamin kesejahteraan rakyatnya terutama wanita. Bila kita lihat dari asas manfaatnya, Islam telah menjamin wanita terhadap kehidupannya. Dalam sebuah negara yang menerapkan Islam (khilafah Islam), wanita tidak memiliki kewajiban untuk mencari nafkah. Kewajiban untuk menafkahinya dibebankan kepada suaminya untuk yang sudah menikah atau kepada orang tuanya untuk yang belum menikah. Bila orang tua atau suaminya telah tiada maka kewajiban saudaranya-lah untuk membantunya. Bila saudaranya juga tidak dapat membantunya maka kewajian negara untuk memberikan nafkah kepadanya.
Sungguh Islam merupakan rahmatan lil alamin. Dengan adanya Islam standar baik dan buruk amatlah jelas yaitu sesuai dengan apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah swt. Untuk itu marilah bangkit para mahasiswa, peran dan potensi kita amatlah besar. Janganlah terlena hanya dengan Miss World, Putri Indonesia serta ajang kecantikan lainnya yang bisa melemahkan potensi strategis kita. Sungguh Allah swt telah berfirman dalam Q.S Ali Imran ayat 110 yang artinya :
“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi manusia yang memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.
Maka sambutlah gelar umat terbaik tersebut dengan memantaskan diri untuk menjadi manusia yang berada pada kodratnya sebagai agent of change dan pendidik generasi [Siti Hajar A]


*Acara ini juga sekaligus mendukung KKP (Kampanye Kebangkitan Pemuda) 2013


Rekaman kajian bisa didownload ke http://www.mediafire.com/download/2t55n0808evxj4n/Rekaman+Kajian+Miss+World+20Sept13.amr

0 comments: