Dalam Alquran, surga Adn digambarkan seperti sebuah taman yang mahaindah. Taman firdaus inilah yang menginspirasi cendekiawan Muslim mulai abad ke-8 berkreasi dalam membuat taman. Seratus tahun kemudian, Dinasti Abbasiyah membuat “pakem” sebuah taman sesuai gambaran Alquran; tanaman bunga yang disusun secara gometrikal, sejumlah kanal, dan air mancur. Sejak itu, pengaturan taman ini menjadi model. Di Persia, Spanyol, Sisilia, dam India, semua taman bercorak sama.
Di Basra misalnya – kota ini sering disebut-sebut sebagai Venesia di Abad Pertengahan – kanal-kanal bersaling-silang memotong taman-taman dan kebun anggrek. Di Nisbin, sebuah kota di Mesopotamia, terdapat 40 ribu taman yang dipenuhi pohon buah, jauh lebih banyak dari Damaskus yang hanya memiliki 110 ribu taman. Kanal dan air mancur menjadi bagiannya.
Pada abad ke-11 di Toledo, dan terakhir di Sevilla – kota termaju dalam masa Spanyol Muslim – para ahli botani kerajaan berkreasi lebih maju lagi. Tak sekadar menerapkan aturan tamanan-kanal-air mancur saja, mereka bereksperimen dengan menanam tanaman dari Timur Tengah yang berhawa panas di kebun-kebun Spanyol yang notabene berada di Eropa dengan empat musim.
Para penguasa Muslim juga menunjukkan minat dan dukungan terhadap penelitian botani dan inovasi pertanian. Sejumlah sumber menyebutkan, tanaman asal Suriah diimpor dengan terlebih dulu ditanam di kebun Mamluk Sultan Qalawun di Kairo, Abad ke-13 Raja Kanem mengembangkan sejenis tebu-tebuan di tamannya, dan Sultan Yaman pada anad ke-14 membiayai riset besar-besaran di bidang botani.
Empat abad kemudian, taman-taman itu masih bisa ditemui di istana Topkapi Turki, Alhambra Spanyol dan beberapa taman besar lainnya di bekas-bekas istana Muslim di Eropa. Bahkan sekarang, pengaruh penataan taman ala ilmuwan Muslim masih bisa dijumpai di Taman Stibbert di Florence hingga Royal Pavilion di Brighton, Inggris.
0 comments:
Post a Comment