Tuesday, December 1, 2009

Jalan Baru Arah Pergerakan Mahasiswa

Bila diasumsikan, jarak rata-rata pohon kayu di hutan Indonesia adalah lima meter (jarak ideal pohon kayu di hutan tanaman industri adalah tiga meter), maka akan kita dapatkan bahwa dalam satu hektar terdapat rata-rata 400 pohon.

Bila kita terapkan pola hutan lestari, dan pohon baru dipanen setelah 20 tahun, atau setiap tahun hanya 5% jumlah pohon yang ditebang, maka dari 400 pohon akan dipanen 20 pohon per hektar.

Bila setiap pohon berusia 20 tahun memiliki volume rata-rata 5 meter kubik kayu dengan hasil netto (harga pasar dikurangi segala biaya) Rp. 200.000,- per meter kubik, maka nilai ekonomisnya menjadi Rp. 1 juta per pohon atau Rp. 20 juta per hektar.

Luas daratan kita adalah 190 juta hektar, dimana 29% darinya non hutan dan 16% hutan lindung. Sisanya, 10% hutan konservasi, 14% hutan produksi terbatas, 19% hutan produksi permanen, 12% hutan produksi konversi. Pembagian ini dibedakan menurut pola pemanfaatan yang diijinkan. Sementara hutan konservasi tetap dijaga sebagai hutan, hutan konversi lambat laun akan diubah menjadi perkebunan. Jadi hutan yang bisa dimanfaatkan total menempati area sebesar 55% daratan kita atau sekitar 104 juta hektar.

Dengan demikian bila pemanfaatan hutan menggunakan cara yang paling lestari yaitu setiap tahun hanya dipanen 5% dan itupun menghasilkan revenue sekitar Rp. 20 juta per hektar, maka dari sektor kehutanan saja sudah didapatkan hasil sebesar Rp. 2080 Triliyun! Suatu jumlah jumlah yang cukup fantastis, mengingat APBN Indonesia 2009 saja hanya sekitar Rp. 1000 triliyun. Dan sekali lagi, pemanfaatan hutan ini lestari!


(disampaikan oleh Dr. Ing. Fahmi Amhar dalam Kongres Mahasiswa Islam Indonesia, Jakarta, 18 Oktober 2009)


Cuplikan tulisan di atas sedikit memberikan gambaran mengenai melimpahnya potensi SDA yang dimiliki Indonesia. Sungguh menjadi suatu hal yang ironis, di negeri dengan kekayaan alam yang melimpah ruah, rakyatnya masih diliputi kemiskinan.

Berbagai analisis pun dihasilkan untuk memperbaiki kondisi keterpurukan yang melanda Indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya. Dan sampailah kita pada sebuah pertanyaan metode seperti apa yang dapat mengubah kondisi keterpurukan ini dan apa yang bisa mahasiswa lakukan untuk mewujudkan kebangkitan peradaban manusia?

Apakah Kebangkitan Dapat Diraih Melalui Perubahan Moralitas/Akhlak?

Kisruh kasus Cicak vs Buaya yang kemarin menjadi topik hangat di media massa mengungkapkan fakta yang sebenarnya cukup familiar di tengah-tengah masyarakat, yaitu keberadaan mafia peradilan. Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Saldi Isra, berpendapat, mafia peradilan sudah menjadi organize crime dalam sistem penegakan hukum. Jaksa agung, Hendarman Supandji mengungkapkan persoalan ‘markus’ atau makelar kasus berkaitan dengan sikap moral, kinerja, dan budaya kerja.

Sebuah pemikiran yang sederhana memang, jika setiap individu memiliki akhlak yang baik maka tentu mereka tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang merugikan Negara. Aparatur penegak hukum yang bersih tentu akan menciptakan keadilan di tengah-tengah masyarakat. Individu-individu yang bermoral tentu tidak akan melakukan tindakan kejahatan yang pada akhirnya mengurangi tindak kejahatan di tengah-tengah masyarakat. Pemikiran umumnya adalah jika individu-individu baik maka akan tercipta tatanan masyarakat yang baik, dari masyarakat yang baik akan tercipta Negara yang baik pula.

Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwasanya membangkitkan individu berbeda dengan membangkitkan kondisi masyarakat. Masyarakat tidak hanya merupakan kumpulan individu, tetapi juga ikatan-ikatan yang terjalin diantara individu-individu tersebut serta sebuah sistem yang mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, agar perubahan itu bisa terjadi dan kebangkitan dapat terwujud maka diperlukan pembahasan untuk mengubah masyarakat secara keseluruhan, dimana individu menjadi bagian darinya, pembahasan perubahan yang perlu dilakukan tidak boleh hanya berorientasi pada perubahan individu saja.

Selain itu, sesungguhnya jika kita mengamati lebih jauh, yang mendorong seorang individu untuk berpegang teguh pada akhlak bukanlah akhlak itu sendiri, melainkan faktor lain di luar akhlak itu sendiri. Misalnya, seseorang berkata jujur karena merasa sikap jujur itu mendatangkan manfaat baginya atau dia bersikap jujur dikarenakan kesadarannya bahwasanya bersikap jujur itu merupakan perintah agama. Oleh karena itu, jika kita ingin mengubah seseorang agar memiliki akhlak tertentu, maka yang harus kita lakukan adalah menyerunya pada asas yang menjadi sumber lahirnya akhlak tersebut.


Apakah Kebangkitan dapat Diraih melalui Perubahan di Bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi?

Ada pula yang berpendapat bahwa kemunduran yang terjadi saat ini disebabkan oleh masih banyaknya orang yang buta huruf, sedikitnya orang-orang yang berpendidikan, kurangnya sarjana, tidak tersebarnya ilmu-ilmu serta tidak ada upaya yang benar-benar bisa menyebarkannya.

Akan tetapi, jika kita perhatikan, tidak sedikit orang-orang berpendidikan yang dihasilkan di Indonesia. Tidak sedikit pula dari mereka yang telah berhasil mencetak prestasi bertaraf internasional. Cukup sering pula kita mendengar kemenangan-kemenangan Indonesia dalam olimpiade internasional ataupun yang semisalnya. Akan tetapi, apakah Indonesia bangkit?

Jika kita menelaah kembali, adakah kemajuan di bidang ilmu pengetahuan di Amerika sebelum Negara ini bangkit?

Justru menjadi jelas bahwasanya kebangkitan itu menjadi sebab kemajuan ilmu pengetahuan dan pendidikan, bukan sebaliknya.


Apakah Kebangkitan dapat Diraih melalui Perubahan di Bidang Ekonomi?

Tidak sedikit kalangan yang berpikiran bahwa kemunduran yang dialami bangsa ini dikarenakan keterbelakangannya di bidang ekonomi, kecilnya pendapatan nasional dan individu rakyatnya, kemiskinan membuat bangsa dan Negara menjadi tidak dapat mandiri dan sejahtera. Oleh karena itu, upaya untuk membawa kebangkitan dilakukan dalam rangka mewujudkan kemandirian di bidang ekonomi.

Padahal jika kita melihat Amerika saja, kebangkitan yang diraih mereka tidaklah diawali dengan kebangkitan ekonomi terlebih dahulu. Sebelum kebangkitannya, Amerika menjadi tanah jajahan Inggris dimana Inggris mengeksploitasi setiap hasil terbaik dan kekayaan alamnya. Kemajuan ekonomi yang diraih Amerika justru lahir beberapa tahun setelah kebangkitan mereka.

Fakta lainnya, jika tingginya pendapatan nasional dan individu, kekayaan yang dimiliki suatu bangsa menjadi sebuah indikator kebangkitan ekonomi, bukankah seharusnya Negara-negara seperti Arab Saudi dan Negara-negara teluk lainnya menjadi Negara yang bangkit melebihi kebangkitan Negara-negara Eropa? Akan tetapi, apakah kita mengatakan bahwa Arab Saudi lebih bangkit dibandingkan Negara-negara Eropa? Nampaknya tidak!

Hal-hal tersebut justru menunjukkan bahwa kemajuan di bidang ekonomi tidak berkorelasi dengan bangkitnya suatu bangsa. Kemajuan ekonomi justru menjadi salah satu efek dari hasil-hasil kebangkitan, kemajuan ekonomi bukanlah menjadi asas lahirnya suatu kebangkitan.

Lalu Kebangkitan Seperti Apa yang Hendak Diraih?

Jika kita berbicara tentang kebangkitan, tentu sahaja diperlukan pemikiran mendalam untuk memberikan solusi-solusi yang merupakan akar permasalahan bukan sekedar solusi-solusi yang menyelesaikan permasalahan permukaannya saja. Ibarat seorang dokter yang mengobati pasien yang mengalami demam, tidak semata-mata diobati dengan meredakan gejalanya saja misalnya dengan mengompreskan air dingin, tetapi harus diketahui penyebab utama demam tersebut, apakah disebabkan infeksi atau hal yang lain. Jika permasalahan utamanya tidak diselesaikan niscaya akan membawa pada keputusasaan karena alih-alih penyakitnya menjadi sembuh, penyakit lain justru akan bermunculan disebabkan komplikasi yang terjadi dan malah akan berujung pada kematian.

Objek pembahasan yang dilakukan seharusnya bukanlah tentang bagaimana memajukan ekonomi, pendidikan, akhlak, militer, politik atau yang lainnya, melainkan adalah bagaimana agar manusia itu bisa bangkit sehingga ketika kebangkitan itu tercapai masyarakat bisa merasakan hasilnya berupa kemajuan ekonomi, militer, ilmu pengetahuan dan bisa memimpin dunia seluruhnya.

Sesungguhnya akhlak, ekonomi, pendidikan, serta selainnya merupakan hal-hal yang diperlukan oleh masyarakat, tetapi upaya tersebut dilakukan setelah kebangkitan berhasil diwujudkan bukan sebelumnya.

Lalu upaya apa yang perlu dilakukan agar kebangkitan itu dapat terwujud?

Pada saat tujuan dari proses kebangkitan adalah memajukan dan membangkitkan masyarakat dari keadaannya yang sudah mencapai titik terendah, dan ketika masyarakat itu terbentuk dari kumpulan individu yang ada didalamnya dan hubungan-hubungan yang mengikat individu-individu tersebut, maka kita harus memahami fakta manusia sebagai individu, ikatan-ikatannya dan faktor-faktor yang mempengaruhi semua itu. Hal ini tiada lain agar bisa memajukan manusia dan semua ikatannya sehingga pada akhirnya bisa membangkitkan masyarakat seluruhnya.

Agar bisa memahami lebih dalam tentang fakta dan realita manusia dari sisi tinggi dan rendahnya, kita harus mencermati bahwa yang menunjukkan keluhuran dan kerendahan seseorang itu adalah perilaku orang tersebut, bukan bentuk tubuhnya, ketampanan rupanya, harta kekayaannya, dan sebagainya

Jika kita ingin merubah perilaku seseorang maka kita harus mengubah pemahamannya lebih dahulu. Tiada lain karena yang menentukan perilaku seseorang terhadap orang lain dan segala benda adalah pemahamannya. Sesungguhnya metode yang benar untuk mengubah manusia dengan sebuah perubahan yang produktif yakni yang kokoh, kuat, berkelanjutan dan berkesinambungan, agar setingkat dengan tujuan yang dimaksudkan yakni kebangkitan tidak mungkin terlaksana secara sempurna kecuali dengan metode satu-satunya yakni membangun perubahan diatas asas pemikiran atau landasan ideologis.

Landasan ideologis yang membentuk asas bagi segenap perilaku manusia ini dan menjadikannya berbeda dengan orang lain merupakan suatu pemikiran yang menyeluruh bukan hanya sekedar pemikiran cabang. Maksudnya diperlukan suatu pemikiran mendasar yang menjadi landasan tempat berpijak sehingga segala sesuatu terlahir dari asas ini atau merupakan pemikiran mendasar yang rasional yang melahirkan tatanan sistem peraturan.

Ide-ide seperti ide kejujuran, ide nasionalisme, atau ide keikhlasan merupakan ide-ide cabang yang tidak dapat dijadikan suatu asas pemikiran. Ide yang bersifat ideologis merupakan ide yang mendasari berbagai pemikiran lain atau pemikiran cabang, ide yang bersifat ideologis haruslah memilki solusi atas berbagai permasalahan yang muncul di tengah-tengah kehidupan manusia, memiliki metode yang jelas dalam penerapan ide, bagaimana cara menjaga ide tersebut, dan bagaimana cara menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia.

Karena sifatnya yang sangat mendasar, maka pemikiran yang ideologis menjawab permasalahan yang sangat fundamental bagi manusia tentang darimana dia berasal, untuk apa dia hidup di dunia, serta kehidupannya setelah dia mati. Selain itu, pemikiran yang ideologis pun akan memberikan solusi bagi permasalahan cabang lainnya terkait dengan pemenuhan kebutuhan jasmani dan naluri yang manusia miliki. Pemikiran ini merupakan pemikiran yang rasional yang dihasilkan melalui proses berpikir mengenai hakikat manusia, alam, dan kehidupan.

Sehingga jika merujuk pada karakter ideologi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka didapati ideologi yang ada adalah ideologi kapitalisme dengan segala ide kebebasan yang melekat padanya dan sekularisme yang menjadi fondasi bangunannya; sosialisme-komunisme dengan segala dialektika materialismenya; dan islam dengan keimanan sebagai fondasinya dan syariat sebagai bangunannya.

Maka di saat dimana kini kapitalisme-liberalisme menguasai dunia tidak juga berhasil mewujudkan kesejahteraan bagi manusia, masa dimana jarak antara si kaya dan si miskin kian melebar demikian jauhnya. Sedangkan sosialisme-komunisme justru ditumbangkan oleh rakyatnya sendiri. Lalu mengapa tidak kita beri kesempatan bagi Islam untuk kembali memimpin peradaban?

Lebih baik menyalakan seberkas cahaya dibandingkan terus mengutuk kegelapan

Ungkapan tersebut sungguhlah benar, hanya saja seringkali membuat mahasiswa meremehkan sebuah gerakan yang bersifat pemikiran. Sebuah pemikiran yang ideologis justru menjadi penerang di tengah gelap gulita yang menyelumuti masyarakat yang terus merongrongnya dengan kemunduran dan kemerosotan. Tidakkah ketika kita kembali melihat sejarah, tentang revolusi Perancis, bagaimana kebangkitan mereka berawal dari munculnya kaum pemikir, ataupun revolusi Amerika yang juga berawal dari bangkitnya pemikiran mereka, atau bagaimana dengan Islam yang dengan pemikirannya berhasil mengangkat keadaan bangsa Arab yang jahiliyah menjadi suatu bangsa yang memiliki peradaban yang tinggi yang bahkan wilayah kekuasaannya membentang hingga meliputi dua per tiga dunia. Bukankah semakin menunjukkan bahwasanya pemikiran, terutama pemikiran yang bersifat ideologis justru memberikan pengaruh yang demikian besarnya dalam suatu perubahan masyarakat?

Jadi pergerakan mahasiswa seperti apa yang akan kau lakukan kawan?
Perubahan yang ideologiskah? Ataukah hanya sekedar pergerakan yang pragmatis?

0 comments: