Miss World: Representasi Eksploitasi Atau Pemberdayaan Perempuan?

Jumat sore, 20 September 2013, Female HATI ITB mengadakan Bincang Sore Seputar Perempuan di selasar TOKA ITB, mengangkat tema "Miss World: Representasi Ekslpoitasi atau Pemberdayaan Perempuan?"

Diskusi Ilmiah Politik: Saat Demokrasi Dipertanyakan, Khilafah Diperjuangkan, Apa Peran Perempuan?

Sabtu (20/4/13), di Gedung Alumi Sipil, unit kajian HATI (Harmoni Amal Titian Ilmu) ITB menggelar DIP (Diskusi Ilmiah Politik) yang berjudul "Saat Demokrasi Dipertanyakan, Khilafah Diperjuangkan, Apa Peran Perempuan?"

Diary HATI Edisi 3/2013

Buletin bulanan Female HATI ITB

UU KETENAGALISTRIKAN UNTUK PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN YANG LEBIH BAIK?

Sekitar satu bulan yang lalu DPR kembali mengesahkan UU Ketenagalistrikan (UUK) 2009 melalui sidang pleno pada tanggal 8 September 2009 setelah sebelumnya UU yang serupa yaitu UU No. 20 tahun 2002 ditolak Mahkamah Konstitusi dengan alasan bertentangan dengan UUD 1945.

KEJAYAAN KHILAFAH : SANG KHALIFAH SULAIMAN AL QONUNI

Sejarah Islam mencatat kiprah dan pejuangannya dengan tinta emas sebagai penguasa Muslim tersukses. Di abad ke-16 M, penguasa Kekhalifahan Usmani Turki itu menjadi pemimpin yang sangat penting di dunia - baik di dunia Islam maupun Eropa. Di era kepemimpinannya, Kerajaan Ottoman menjelma sebagai negara adikuasa yang disegani dalam bidang politik, ekonomi, dan militer.

Thursday, October 7, 2010

Maju dan Menang

Oleh M Rahmat Kurnia

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M) Jerussalem (Baitul Maqdis) dapat dikuasai oleh kaum Muslim. Sayidina Umar sendiri datang ke Jerussalem untuk menerima penyerahan kota Suci tersebut. Sejak itu, berabad-abad lamanya ibu kota Palestina itu berada dalam naungan Islam penuh kesejahteraan. Namun, situasi pun berubah. Pada 15 Juli 1099M, Jerussalem jatuh ke tangan pasukan Salib. Berlakulah keganasan luar biasa yang belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia.

Seorang ahli sejarah Perancis, Michaud berkata: “Pada saat penaklukan Jerussalem oleh pasukan Kristen tahun 1099M, kaum Muslim dibantai di jalan-jalan dan di rumah-rumah. Di Jerussalem tidak ada tempat lagi bagi orang-orang yang kalah itu. Tentera infanteri dan kaveleri lari tunggang langgang di antara para buruan. Di tengah huru-hara yang mengerikan itu yang terdengar hanya rintihan dan jeritan kematian.” Raymond d'Agiles, yang menyaksikan peristiwa itu dengan mata kepalanya sendiri mengatakan: “Di bawah serambi masjid yang melengkung itu, genangan darah hingga mencapai lutut dan mencapai tali kekang kuda”.

Kejatuhan Jerussalem ke tangan kaum Salib telah mengejutkan para pemimpin Islam. Mereka tidak menyangka kota Suci umat Islam itu bisa lepas. Mereka segera menyadari kesalahannya yang tidak kokoh bersatu dalam mempertahankannya. Akhirnya, para ulama berdiskusi dengan Khalifah dan wali untuk mengambil tugas berat dalam mempertahankan tanah Isra Mi'raj tersebut. Usaha konsolidasi tersebut berhasil. Mereka, para pemimpin Islam itu bahu-membahu untuk membebaskan kembali kota suci itu. Diantara pemimpin yang paling gigih dalam usaha menghalau tentera Salib itu ialah Imamuddin Zanki dan diteruskan oleh anaknya Emir Nuruddin Zanki dengan dibantu oleh panglima Asasuddin Syirkuh. Perjuangan terus berlanjut. Berkat persatuan dan perjuangan, pada hari Jum'at 27 Rajab 583H, dibawah kepemimpinan Sultan Shalahuddin al-Ayyubi, kaum Muslim berhasil memasuki Jerussalem. Mereka mengumandangkan “Allahu Akbar!”. Kejatuhan ini menjadikan Eropa marah. Mereka mewajibkan iuran “Saladin tithe” untuk melawan kaum Muslim. Namun, mereka pun berhasil dipukul mundur. Semua ini karena kesolidan dan kesungguhan pemimpin umat Islam kala itu.

Tahun 1948 pembantaian kaum Muslim di Palestina pun berulang. Negara zionis Israel menjajah negeri tersebut. Pembantaian demi pembantaian terus berlanjut hingga tahun 2009 ini. Bedanya, dulu, semua ini dapat dihentikan dengan cara bersatu dalam berjihad melawan mereka. Sementara, kini para pemimpin kaum Muslim tidak melakukan jihad sebagaimana yang dilakukan oleh Shalahuddin. Mereka hanya sekedar mengutuk dan berunding, serta hanya sibuk memikirkan kepentingan nasionalnya sendiri. Israel sang agresor pun tetap melakukan genosida tanpa ada hambatan. Seandainya para penguasa negeri-negeri Muslim, khususnya di Timur Tengah bersatu dan bersama-sama menyerbu Israel niscaya sang penjajah itupun tak akan berdaya.

Memang, AS dan sekutunya terus membela Israel. Namun, sebenarnya mereka itu saling cakar. Persatuan mereka semu. Allah SWT mengingatkan: “Mereka tiada akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti” (TQS. Al-Hasyr:14). Ibnu Katsir menegaskan bahwa ayat itu menunjukkan kepengecutan para tentara kaum kafir. Mereka tidak berani melawan pasukan kaum Muslim secara berhadap-hadapan dan terbuka (Lihat Tafsir al-Quran al-'Azhim, Ibnu Katsir). Lihatlah, mereka hanya berani lewat serangan udara, rudal jarak jauh, itupun dalam membunuhi kaum Muslim Palestina yang hanya melawan dengan batu. Bila mereka dihadapi oleh tentara kaum Muslim yang sama-sama membawa senjata niscaya mereka lari tunggang langgang. Sebagai contoh, sejumlah serangan Yahudi pada bulan Juli 2006 berhasil dihadapi oleh sekelompok orang Mukmin yang melakukan perlawanan, ternyata mampu menyungkurkan hidung Yahudi ke tanah, padahal mereka memiliki peralatan perang dan amunisi.

Sesungguhnya kaum kafir penjajah itu bukanlah orang-orang yang kuat. Mereka seakan kuat hanya karena sikap diam umat Islam dan pengkhianatan para penguasa di negeri-negeri Islam. Yahudi tidak pernah meraih kemenangan dalam berbagai perang yang sesungguhnya, bukan dalam perang yang penuh dengan sandiwara. Itulah yang dinyatakan oleh kitab Rabb kita (al-Quran): “Jika memerangi kalian, pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah), kemudian mereka tidak mendapat pertolongan” (QS. Ali-imran [3]: 111). Rasulullah Muhammad SAW juga telah bersaksi: “Kalian benar-benar akan memerangi orang-orang Yahudi dan kalian benar-benar akan membunuhi mereka” (HR Muslim). Dalam riwayat lain disebutkan, “Orang-orang Yahudi benar-benar akan memerangi kalian. Namun, kalian akan mampu menguasai mereka”.

Teriakan dan jeritan kaum wanita Palestina demikian jelas. Mereka meminta pertolongan. Dulu, ketika ada seorang perempuan yang diganggu kehormatannya oleh tentara Yahudi, Khalifah al-Mu'tashim segera mengirim-kan tentara untuk membela muslimah itu. Saat ini, banyak perempuan yang dibu-nuh tentara Yahudi, semestinya penguasa meniru al-Mu'tashim. Para penguasa berkewajiban untuk mengerahkan

Universitas Kelas Dunia

Oleh: Dr. Ing. Fahmi Amhar

Diskusi seputar kualitas perguruan tinggi tidak hanya menarik setiap tahun ajaran baru. Untuk Indonesia yang rasio sarjana ke jumlah penduduk baru 6 persen, menjadi sarjana masih menjadi cita-cita banyak orang, dan merupakan salah satu cara naik ke jenjang sosial dan ekonomi yang lebih tinggi.

Namun tentu saja cita-cita itu hanya akan terwujud kalau perguruan tinggi yang memberikan gelar sarjana adalah perguruan tinggi yang bermutu. Karena itu, informasi tentang kualitas perguruan tinggi menjadi sangat penting, walaupun orang tetap seharusnya tahu diri, apakah dia memiliki bakat yang dibutuhkan untuk kuliah di perguruan tinggi favorit itu. Ini karena perguruan tinggi yang bermutu biasanya juga diserbu peminat, bahkan dari mancanegara. Karena itu, rasio kapasitas dengan peminat serta rasio mahasiswa mancanegara sering dijadikan aspek-aspek yang dinilai dalam pemeringkatan perguruan tinggi, misalnya oleh Academic Ranking of World Universities (ARWU), Times Higher Education (THES), ataupun Webometrics. Aspek penilaian lainnya adalah jumlah paper internasional yang dihasilkan, penyerapan dan persepsi di dunia kerja dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan seperti jumlah dan kualitas dosen, perpustakaan, laboratorium serta sarana informasi dan akses internet.

Para pemeringkat itu kemudian membuat ranking perguruan tinggi sedunia. Terang saja, mayoritas 100 atau 500 perguruan tinggi top di dunia berada di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang atau Australia. Sebagian kecil ada di Singapura, China, Korea, India atau Malaysia.

Bagaimana seandainya pemeringkatan ini dilakukan seribu tahun yang lalu?
Maka universitas yang paling top di dunia saat itu tak pelak lagi ada di Gundishapur, Baghdad, Kufah, Isfahan, Cordoba, Alexandria, Cairo, Damaskus dan beberapa kota besar Islam lainnya. Perguruan tinggi di luar Daulah Islam paling-paling hanya ada di Konstantinopel yang saat itu masih menjadi ibukota Romawi Byzantium, di Kaifeng ibu kota Cina saat itu atau di Nalanda, India. Selain itu, termasuk di Eropa Barat, seribu tahun yang lalu belum ada perguruan tinggi. Di Amerika Serikat apa lagi. Benua itu baru ditemukan tahun 1492.

Sebenarnya di Yunani tahun 387 SM pernah didirikan Universitas oleh Plato, namun pada awal Milenium-1 universitas ini tinggal sejarah. Berikutnya adalah Universitas di Konstantinopel yang berdiri tahun 849 M, meniru universitas di Baghdad dan Cordoba. Universitas tertua di Itali adalah Universitas Bologna berdiri 1088. Universitas Paris dan Oxford berdiri abad ke-11 hingga 12, dan hingga abad-16 buku-bukunya referensinya masih diimpor dari dunia Islam.

Namun, dari sekian universitas di dunia Islam itu, dua yang tertua dan hingga kini masih ada adalah Universitas al-Karaouiyinne di Fez Maroko dan al-Azhar di Cairo.

Universitas al-Karaouiyinne di Fez – Maroko, menurut Guiness Book of World Record merupakan universitas pertama di dunia secara mutlak yang masih eksis. Kampus legendaris ini awalnya mengambil lokasi di masjid Al Karaouiyinne yang dibangun tahun 245 H/ 859 M, di kota Fes – Maroko. Universitas ini telah mencetak banyak intelektual Barat seperti, Silvester II, yang menjadi Paus di Vatikan tahun 999 – 1003 M, dan memperkenalkan “angka” Arab di Eropa.

Universitas kedua tertua di dunia adalah al-Azhar yang mulai beroperasi sejak tahun 975 M. Fakultas yang ada waktu itu yang paling terkenal adalah Hukum Islam, Bahasa Arab, Astronomi, Kedokteran, Filsafat Islam, dan Logika. Universitas al-Azhar didirikan pada 358 H (969 M) oleh penguasa Mesir saat itu, yaitu dinasti Fathimiyah – yang menganut aliran syiah Ismailiyah, sebuah aliran syiah yang oleh kalangan Sunni dianggap sesat karena sangat mengkultuskan Ali dan mencampuradukkan Islam dengan ajaran reinkarnasi.

Ketika tahun 1160 M kekuasaan Fathimiyah digulingkan oleh Bani Mameluk yang sunni – sebagai persiapan untuk memukul balik pendudukan tentara Salib di Palestina -, pendidikan al-Azhar yang disubsidi total ini sempat terhenti. Konon di beberapa jurusan yang sensitif syiah, “pause” ini berjalan hingga 17 tahun! Mungkin sebuah cara untuk “memotong generasi”.

Ketika pasukan Mongol menyerang Asia Tengah dan menghancurkan kekuatan kaum Muslimin di Andalusia, Al Azhar menjadi satu-satunya pusat pendidikan bagi para ulama dan intelektual Muslim yang terusir dari negeri asal mereka. Para pelajar inilah yang kemudian berjasa mengharumkan nama Al Azhar.

Pada masa dinasti Utsmaniyyah, Al Azhar mampu mandiri, lepas dari subsidi negara karena besarnya dana wakaf dari masyarakat. Wakafnya pun tak main-main: ada wakaf berupa kebun, jaringan supermarket, armada taksi dan sebagainya.

Kegiatan di Al Azhar sempat terhenti ketika pasukan Prancis di bawah Napoleon Bonaparte mengalahkan Mesir pada tahun 1213 H / 1789 M. Napoleon sendiri menghormati Al Azhar dan para ulamanya. Bahkan ia membentuk semacam dewan yang terdiri atas sembilan syaikh untuk memerintah Mesir. Namun hal itu tidak menghentikan perang antara kaum Muslimin di bawah pimpinan Syaikh Muhamad Al Sadat melawan imperialis Prancis. Melihat situasi waktu itu akhirnya Imam Agung Al Azhar dan para ulama sepakat untuk menutup kegiatan belajar di Al Azhar karena aktivitas jihad fi sabilillah. Tiga tahun setelah pasukan Prancis keluar dari Mesir, barulah Al Azhar kembali dibuka.

Karena itu, jika kembali ke “world-class-university”, sudah selayaknya kita tidak perlu ikut-ikutan pada standar yang ditetapkan Barat. Islam tentu memiliki standar sendiri, seperti apa kualitas manusia yang ingin dicetak oleh sebuah universitas. Mereka tidak cuma harus mumpuni secara intelektual, namun juga memiliki kedalaman iman, kepekaan nurani, kesalihan sosial dan keberanian dalam menegakkan amar ma'ruf – nahi munkar serta siap mati syahid dalam jihad fii sabilillah.

Sekarang di Indonesia, beberapa IAIN telah diubah menjadi Islamic University yang ingin meraih kembali taraf world-class-university seperti di masa peradaban Islam. Di Malaysia bahkan sudah lama berdiri International Islamic University of Malaysia (IIUM). Namun melihat struktur kurikulum dan budaya keilmuan yang ada saat ini, sepertinya masih perlu upaya keras dari para civitas akademika agar upaya itu memang menghasilkan produk kelas dunia yang khas Islam. Bahasa filosofinya, ada “ontologi” dan “epistemologi” Islam di sana. Untuk itu tentu wajib ada dukungan politik Islam yang memadai.

Namun kita tetap optimis. Karena istilah college yang lazim dipakai di Amerika, ternyata diambil dari istilah Arab “kulliyyat” yang artinya merujuk pada sesuatu yang urgen yang harus dimengerti keseluruhan.