Praktik dan perkataan (hadis) Nabi Muhammad SAW tentang kebersihan diri, kebersihan lingkungan, dan pengobatan penyakit adalah apa yang disebut kaum Muslimin di seluruh dunia sebagai ath-thibb an-nabawi (pengobatan Nabi). Sekitar lima puluh hadis tentang penyakit-penyakit tertentu dan pengobatannya telah dikelompokkan di bawah judul bab Kitab Ath-Thibb (Kitab Pengobatan) dalam himpunan hadis terkenal, seperti kitab-kitab hadis Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan lain-lain. Di samping lima puluh hadis ini, lebih dari tiga ratus hadis tentang kebersihan diri, kebersihan lingkungan, serta pola makan dan minum, dan lain-lain ditemukan dalam judul-judul: Kitab Al-Asyribah (Kitab Minuman), Kitab Al-Ath’imah (Kitab Makanan), Kitab Al-Libas (Kitab Pakaian), Kitab Ath-Thaharah (Kitab Bersuci), Kitab Al-Haidh (Kitab Haid), Kitab Al-Jana’iz (Kitab Jenazah), Kitab Al-Mardha (Kitab Orang Sakit), dan lain-lain.
Seluruh hadis itu, yang jumlahnya sekitar empat ratus buah, membentuk pengobatan Nabi dan ini dapat ditemukan dalam kitab-kitab klasik karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (abad ke-8 H), Abu Nu’aim (abad ke-5 H), Abu Abdillah Adz-Dzahabi (Abad ke-8 H). Abu Bakar As-Sani (Abad ke-4 H), dan Abdurrahman As-Suyuthi (abad ke-9 H). Hampir semua karya tulis berbahasa Arab tersebut sekarang telah diterjemakan ke dalam bahasa Inggris dan bahasa-bahasa lainnya. Nabi Muhammad SAW telah meletakkan fondasi bagi sebuah tatanan sosial tempat setiap muslim, juga setiap manusia, dianjurkan untuk memelihara kehidupan sehat secara fisik, secara psikologis, dan secara spiritual. Pengabaian terhadap salah satu aspek kehidupan dilarang oleh Rasulullah SAW. Menurut pendapat Douglas Guthrie (A History of Medicine, 1945), kemajuan pesat dalam kedokteran telah dibuat oleh kaum Muslimin abad pertengahan sebagai pengaruh dari hadis-hadis Rasulullah SAW. Guthrie berkata, “Bukankah Nabi Muhammad [SAW] telah bersabda, “Hai hamba-hamba Allah, gunakanlah pengobatan, karena Allah tidak menciptakan suatu penyakit tanpa obatnya.”
Guthrie tidak mengutip sumber hadis penting ini, namun jelas bahwa dia merujuk kepada salah satu perkataan Nabi SAW yang terkenal dari Kitab Sunan Tirmidzi (salah satu dari enam kitab hadis paling penting). Pada kenyataannya banyak hadis semacam ini yang memberikan penekanan besar terhadap pengobatan dan melarang pengobatan melalui mantra-mantra, jampi-jampi, dan sihir. Sebagai contoh, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Setiap penyakit ada obatnya. Ketika obat itu diterapkan pada penyakitnya, ia akan sembuh.” Hadis ini dan beberapa hadis serupa telah diriwayatkan dalam Kitab Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan lain-lain. Suatu saat Rasulullah SAW ditanya oleh sahabatnya, “Adakah manfaat dalam pengobatan?” Beliau SAW menjawab, “Ya” Diriwayatkan pula bahwa beliau SAW telah bersabda, penggunaan obat-obatan adalah ketentuan Tuhan. Kita dapat melihat kebenaran mendasar yang diperkenalkan kepada manusia oleh Rasulullah SAW yaitu bahwa tidak ada penyakit tanpa ada obatnya. Hadis-hadis ini telah mewajibkan setiap masyarakat atau kelompok masyarakat untuk melakukan penelitian dan menemukan obat bagi setiap penyakit yang menimpa umat manusia.
Konsep bahwa ada penyakit yang tidak dapat disembuhkan adalah asing bagi Islam. Dalam beberapa kesempatan menjenguk orang sakit (beliau SAW menganjurkan para sahabatnya untuk menjenguk orang yang sakit), setelah memeriksa penyakitnya, Nabi Muhammad SAW menyarankan si sakit untuk meminum obat yang diberikan dokter. Pada beberapa kasus beliau SAW menyarankan si sakit untuk berobat pada Harits bin Kalda, seorang tabib Yahudi terkenal di Tsaqif (sebuah tempat dekat Madinah). Suatu saat Nabi Muhammad SAW mengunjungi Sa’ad bin Abi Waqqash yang menderita serangan jantung. Nabi SAW meletakkan tangannya di dada Sa’ad dan Sa’ad pun merasakan kenyamanan, namun Nabi SAW memperingatkannya dan berkata, “Kamu kena serangan jantung, maka berkonsultasilah kepada Harits bin Kalda, seorang dokter ahli.” Contoh-contoh semacam ini sangat mengubah sikap bangsa Arab terhadap penyakit yang selama periode sebelum Islam sangat bergantung kepada pertolongan supranatural atau beragam pantangan untuk mengobati penyakit. Nabi Muhammad SAW telah menyadari bahaya epidemik dan karena itu dengan sangat rasional beliau SAW menyarankan, “Jika kalian mendengar pecahnya suatu wabah penyakit di daerah tertentu, janganlah kalian memasuki daerah itu. Jika wabah penyakit itu merebak di daerah tempat kalian berada, janganlah kalian lari dari daerah itu [dan meyebar ke daerah lain].” Berdasarkan hadis ini, pencegahan dan kewaspadaan terhadap wabah penyakit telah dianggap oleh kaum Muslimin sebagai perintah Tuhan. Nabi SAW juga menyatakan para korban wabah penyakit, seperti kolera dan pes sebagai syuhada. Ini adalah berita yang sangat menggembirakan bagi mereka yang menderita penyakit itu dan mengetahui akibat-akibatnya.
Nabi Muhammad SAW selalu mengingatkan para dokter untuk bersungguh-sungguh dalam mengobati pasien. Beliau SAW juga memperingatkan mereka yang tidak ahli dan tidak kompeten dalam ilmu pengobatan agar tidak mencoba-coba mengobati pasien, karena dikhawatirkan malah memperburuk keadaan si pasien. Karena itu, perdukunan dilarang dalam etika kedokteran Islam. Nabi Muhammad SAW menyarankan para pengikutnya untuk selalu menjaga kesehatan. Beliau SAW menghibur orang yang tertimpa suatu penyakit, parah atau tidak untuk tidak merasa bersalah karena merasa menjadi koban kemurkaan Allah SWT. “Penyakit,” kata Beliau SAW, “bukanlah kemarahan Allah, sebab para nabi pun menderita sakit, bahkan lebih berat daripada sakit orang-orang biasa.” Bayangkan, betapa menggembirakannya perkataan Nabi SAW ini ketika didengar oleh Umat Islam. Banyak hadis Bukhari, Muslim, dan lain-lain yang menunjukkan bahwa banyak orang datang kepada Nabi SAW secara teratur dan menceritakan penyakit mereka kepada beliau SAW. Nabi SAW biasanya memberi saran kepada mereka untuk menjalani pengobatan kemudian berdoa kepada Tuhan untuk membuang penyakitnya. Pada beberapa kesempatan beliau SAW sendiri yang langsung memberi resep pengobatan. Contohnya, dalam kasus kehilangan nafsu makan, beliau SAW sering menyarankan talbina, sup jewawut. Untuk sembelit, beliau SAW, selalu menyarankan penggunaansana . Beliau SAW menyarankan penggunaan obat-obatan herbal seperti zaitun, jinten hitam, chichory, andewi, fenugreek, jahe, marjoram, kunyit, cuka, seledri air, dan lain-lain. Hadis-hadis tentang obat-obatan menunujukkan perhatian Nabi SAW terhadap kesejahteraan dan kesehatan umatnya. Untuk hal-hal kecil seperti minum, makan, serta memelihara kebersihan dan kerapihan, beliau SAW memberikan saran-saran yang tepat dan sempurna. Diriwayatkan bahwa beliau SAW telah bersabda, “Kebersihan adalah bagian dari iman”.
Beberapa hadis tentang jinten hitam,sana , dan biji seledri sangat menggungah pikiran. Contohnya, Nabi Muhammad SAW diriwayatkan telah bersabda, “Jinten hitam adalah obat untuk segala penyakit kecuali kematian.” Ungkapan serupa dikemukakan oleh Nabi SAW berkaitan dengan kemanjuran sana dan biji seledri. Gaya bahasa perkataan Nabi SAW tersebut jelas-jelas menunjukkan bahwa Nabi SAW sangat menekankan penggunaan obat (dari tanaman) yang sebagiannya mungkin dapat menyembuhkan banyak penyakit sekaligus. Hadis-hadis itu juga menumbuhkan rasa percaya diri orang yang sakit dalam upaya menghadapi penyakit dan menghilangkan penderitaan. Nasihat yang sangat rasional telah disampaikan Rasulullah SAW sehingga tidak ada orang yang berkecil hati menghadapi beratnya dan lamanya penyakit, karena obatnya telah tersedia di alam. Juga, tak seorang pun harus takut menghadapi kematian yang pasti datang. Suatu saat ketika Rasulullah SAW masih hidup ada seseorang bunuh diri karena tidak tahan menanggung penderitaan penyakit, mendengar hal itu, Nabi SAW mengecam keras perbuatan tersebut dan menolak ikut serta dalam upacara pemakaman orang yang bunuh diri itu. Jadi, putus asa, patah semangat, dan frustasi terhadap sakit dan penyakit yang parah sekalipun adalah menyimpang dari jiwa dan ajaran etika kedokteran Islam, sebagaimana telah ditunjukkan oleh Sunah Nabi SAW.
Ada beberapa hadis shahih yang menyatakan bahwa orang-orang yang datang kepada Nabi Muhammad SAW untuk meminta pengobatan spiritual untuk penyakit kawan atau keluarga mereka. Nabi SAW tentu saja mendoakan mereka, namun itu dilakukan setelah beliau SAW menyarankan pengobatan dengan obat-obatan alami. Seringkali beliau SAW menyarankan agar pasien berkonsultasi kepada dokter terbaik di sekitar tempat tinggalnya. Suatu saat seorang wanita datang kepada Nabi SAW dengan membawa anaknya yang masih kecil dan sedang mengalami pendarahan karena infeksi saluran tenggorokan. Beliau SAW menyarankan pengobatan dengan ekstrak cendana dan kunyit semu. Dalam hadis yang serupa, salah seorang istri Nabi SAW mengeluhkan abses di jari-jari tangannya. Nabi SAW menyarankan pemakaian pacar belanda pada jari-jari tangan tersebut dan beliau memerintahkan sang istri untuk berdoa kepada Allah bagi kesembuhannya. Ada juga sebuah contoh ketika Nabi SAW sendiri disengat kalajengking. Beliau SAW segera meminta air panas yang diberi garam. Beliau SAW lalu menuangkan cairan panas itu pada jari-jari tangan beliau yang tersengat seraya membaca Al-Mu’awwidzatain (Surah Al-Falaq dan An-Nas). Contoh-contoh dan hadis-hadis ini menuntun kaum Muslimin untuk lebih percaya pada penggunaan obat secara rasional daripada mantra-mantra dan sihir. Pada beberapa kesempatan, Nabi SAW melarang umat Islam untuk bergantung pada metode penyembuhan supranatural.
Nabi Muhammad SAW diriwayatkan telah bersabda, “Jampi-jampi (mantra sihir) tidak lain adalah perbuatan setan.” Beliau SAW pernah meminta seseorang dari Bani Hazm untuk mengobati salah seorang sahabat yang tergigit ular berbisa. Nabi SAW diberitahu bahwa setelah beliau melarang penggunaan jampi-jampi, Bani Hazm meninggalkan praktik-praktik supranatural. Nabi SAW lalu memberi izin khusus untuk bantuan supranatural dengan bacaan yang memiliki makna dan pengertian yang benar (ruqyah dengan doa dan ayat—penj). Ini jelas menyiratkan bahwa praktik tersebut hanya diizinkan sebagai pengobatan psikologis ketika tidak ada obat medis yang tersedia. Walaupun di satu sisi Nabi SAW banyak memberikan saran yang cocok kepada umatnya tentang urusan duniawi, namun di sisi lain beliau SAW juga berusaha sebaik-baiknya untuk membangun rasa percaya diri umat agar mereka dapat berbuat menurut pengalaman dan pendapat mereka sendiri. Nabi SAW pernah bersabda, “Kapan saja aku memerintahkan kalian untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan urusan agama, taatilah! Jika aku memberi perintah tentang suatu urusan duniawi, berbuatlah sesuai pengalamanmu sendiri dan ingatlah bahwa aku adalah manusia.”
Beberapa tahun terakhir ini banyak buku tentang kedokteran Nabi telah diterbitkan, khususnya di India dan Pakistan. Penulis buku yang baru saja diterbitkan, Tibbe Nabvi Aur Jadid Science (Pengobatan Nabi dan Sains Modern), mengklaim bahwa pengobatan Nabi atas serangan jantung dengan memakan tujuh buah kurma, sebagaimana telah disarankan kepada Sa’ad bin Abi Waqqash, lebih baik daripada pengobatan modern dengan operasi by-pass (by-pass surgery), asalkan percaya pada pengobatan Nabi. Penulis yang terpelajar itu gagal memahami bahwa ketika Nabi SAW menganjurkan Sa’ad bin Abi Waqqash untuk memakan kurma sebagai perawatan sementara, beliau SAW juga memerintahkannya untuk berobat kepada seorang dokter ahli, Harits bin Kalda. Sunah tentang pengobatan sebaiknya tidak begitu saja dianggap sebagai resep dokter. Dalam hal ini, pendapat Ibnu Khaldun (abad ke-14 M) sangat relevan dan realistis. Dia berkata, “Misi Nabi adalah untuk memperkenalkan kepada kita formula hukum Tuhan, bukan untuk memberi instruksi praktik pengobatan umum dalam kehidupan biasa,” (Muqqadimah). Menurutnya hadis yang sangat shahih sekalipun tidak dapat dipandang semata-mata sebagai resep medis yang wajib bagi para dokter. Namun, Ibnu Khaldun juga mengatakan, “Dengan keimanan yang tulus, seseorang dapat mengambil manfaat yang amat besar dari hadis-hadis itu meskipun bukan pengobatan medis murni.” Untuk mendukung pendapatnya ini, Ibnu Khaldun merujuk kepada contoh-contoh ketika Nabi SAW berusaha membangun rasa percaya diri umatnya dengan menyarankan untuk memutuskan sendiri urusan duniawi.
Pengobatan Nabi, pada kenyataannya, merupakan sebuah pesan unggul. Ia adalah pesan untuk selalu menjaga kesehatan jasmani dan ruhani serta percaya terhadap pengobatan baik fisik maupun spiritual. Ia adalah perintah kepada kita untuk berjuang keras menemukan obat dan pengobatan terbaru. Ia adalah peringatan bagi mereka yang menganggap penyakit sebagai semata-mata kehendak Tuhan yang tidak memerlukan pengobatan. Ia adalah peringatan bagi kita untuk menjauhkan diri dari pengobatan spiritual yang berdasarkan takhayul seperti sihir, mantra-mantra, dan jampi-jampi dukun, dan sebagainya. Islam adalah nama sebuah pergerakan massal dan perubahan radikal dalam setiap aspek kehidupan umat manusia, baik ruhani maupun jasmani, berdasarkan nalar akal yang sehat dan rasional. Kemajuan besar dalam ilmu kedokteran yang terjadi selama abad pertengahan adalah sebuah bagian penting revolusi Islam yang bersumber dari pengobatan Nabi.
Sumber: Farooqi, M. I. H. 2005. Terapi Herbal Cara Islam. Jakarta: P.T. Mizan Publika
Seluruh hadis itu, yang jumlahnya sekitar empat ratus buah, membentuk pengobatan Nabi dan ini dapat ditemukan dalam kitab-kitab klasik karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (abad ke-8 H), Abu Nu’aim (abad ke-5 H), Abu Abdillah Adz-Dzahabi (Abad ke-8 H). Abu Bakar As-Sani (Abad ke-4 H), dan Abdurrahman As-Suyuthi (abad ke-9 H). Hampir semua karya tulis berbahasa Arab tersebut sekarang telah diterjemakan ke dalam bahasa Inggris dan bahasa-bahasa lainnya. Nabi Muhammad SAW telah meletakkan fondasi bagi sebuah tatanan sosial tempat setiap muslim, juga setiap manusia, dianjurkan untuk memelihara kehidupan sehat secara fisik, secara psikologis, dan secara spiritual. Pengabaian terhadap salah satu aspek kehidupan dilarang oleh Rasulullah SAW. Menurut pendapat Douglas Guthrie (A History of Medicine, 1945), kemajuan pesat dalam kedokteran telah dibuat oleh kaum Muslimin abad pertengahan sebagai pengaruh dari hadis-hadis Rasulullah SAW. Guthrie berkata, “Bukankah Nabi Muhammad [SAW] telah bersabda, “Hai hamba-hamba Allah, gunakanlah pengobatan, karena Allah tidak menciptakan suatu penyakit tanpa obatnya.”
Guthrie tidak mengutip sumber hadis penting ini, namun jelas bahwa dia merujuk kepada salah satu perkataan Nabi SAW yang terkenal dari Kitab Sunan Tirmidzi (salah satu dari enam kitab hadis paling penting). Pada kenyataannya banyak hadis semacam ini yang memberikan penekanan besar terhadap pengobatan dan melarang pengobatan melalui mantra-mantra, jampi-jampi, dan sihir. Sebagai contoh, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Setiap penyakit ada obatnya. Ketika obat itu diterapkan pada penyakitnya, ia akan sembuh.” Hadis ini dan beberapa hadis serupa telah diriwayatkan dalam Kitab Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan lain-lain. Suatu saat Rasulullah SAW ditanya oleh sahabatnya, “Adakah manfaat dalam pengobatan?” Beliau SAW menjawab, “Ya” Diriwayatkan pula bahwa beliau SAW telah bersabda, penggunaan obat-obatan adalah ketentuan Tuhan. Kita dapat melihat kebenaran mendasar yang diperkenalkan kepada manusia oleh Rasulullah SAW yaitu bahwa tidak ada penyakit tanpa ada obatnya. Hadis-hadis ini telah mewajibkan setiap masyarakat atau kelompok masyarakat untuk melakukan penelitian dan menemukan obat bagi setiap penyakit yang menimpa umat manusia.
Konsep bahwa ada penyakit yang tidak dapat disembuhkan adalah asing bagi Islam. Dalam beberapa kesempatan menjenguk orang sakit (beliau SAW menganjurkan para sahabatnya untuk menjenguk orang yang sakit), setelah memeriksa penyakitnya, Nabi Muhammad SAW menyarankan si sakit untuk meminum obat yang diberikan dokter. Pada beberapa kasus beliau SAW menyarankan si sakit untuk berobat pada Harits bin Kalda, seorang tabib Yahudi terkenal di Tsaqif (sebuah tempat dekat Madinah). Suatu saat Nabi Muhammad SAW mengunjungi Sa’ad bin Abi Waqqash yang menderita serangan jantung. Nabi SAW meletakkan tangannya di dada Sa’ad dan Sa’ad pun merasakan kenyamanan, namun Nabi SAW memperingatkannya dan berkata, “Kamu kena serangan jantung, maka berkonsultasilah kepada Harits bin Kalda, seorang dokter ahli.” Contoh-contoh semacam ini sangat mengubah sikap bangsa Arab terhadap penyakit yang selama periode sebelum Islam sangat bergantung kepada pertolongan supranatural atau beragam pantangan untuk mengobati penyakit. Nabi Muhammad SAW telah menyadari bahaya epidemik dan karena itu dengan sangat rasional beliau SAW menyarankan, “Jika kalian mendengar pecahnya suatu wabah penyakit di daerah tertentu, janganlah kalian memasuki daerah itu. Jika wabah penyakit itu merebak di daerah tempat kalian berada, janganlah kalian lari dari daerah itu [dan meyebar ke daerah lain].” Berdasarkan hadis ini, pencegahan dan kewaspadaan terhadap wabah penyakit telah dianggap oleh kaum Muslimin sebagai perintah Tuhan. Nabi SAW juga menyatakan para korban wabah penyakit, seperti kolera dan pes sebagai syuhada. Ini adalah berita yang sangat menggembirakan bagi mereka yang menderita penyakit itu dan mengetahui akibat-akibatnya.
Nabi Muhammad SAW selalu mengingatkan para dokter untuk bersungguh-sungguh dalam mengobati pasien. Beliau SAW juga memperingatkan mereka yang tidak ahli dan tidak kompeten dalam ilmu pengobatan agar tidak mencoba-coba mengobati pasien, karena dikhawatirkan malah memperburuk keadaan si pasien. Karena itu, perdukunan dilarang dalam etika kedokteran Islam. Nabi Muhammad SAW menyarankan para pengikutnya untuk selalu menjaga kesehatan. Beliau SAW menghibur orang yang tertimpa suatu penyakit, parah atau tidak untuk tidak merasa bersalah karena merasa menjadi koban kemurkaan Allah SWT. “Penyakit,” kata Beliau SAW, “bukanlah kemarahan Allah, sebab para nabi pun menderita sakit, bahkan lebih berat daripada sakit orang-orang biasa.” Bayangkan, betapa menggembirakannya perkataan Nabi SAW ini ketika didengar oleh Umat Islam. Banyak hadis Bukhari, Muslim, dan lain-lain yang menunjukkan bahwa banyak orang datang kepada Nabi SAW secara teratur dan menceritakan penyakit mereka kepada beliau SAW. Nabi SAW biasanya memberi saran kepada mereka untuk menjalani pengobatan kemudian berdoa kepada Tuhan untuk membuang penyakitnya. Pada beberapa kesempatan beliau SAW sendiri yang langsung memberi resep pengobatan. Contohnya, dalam kasus kehilangan nafsu makan, beliau SAW sering menyarankan talbina, sup jewawut. Untuk sembelit, beliau SAW, selalu menyarankan penggunaan
Beberapa hadis tentang jinten hitam,
Ada
Nabi Muhammad SAW diriwayatkan telah bersabda, “Jampi-jampi (mantra sihir) tidak lain adalah perbuatan setan.” Beliau SAW pernah meminta seseorang dari Bani Hazm untuk mengobati salah seorang sahabat yang tergigit ular berbisa. Nabi SAW diberitahu bahwa setelah beliau melarang penggunaan jampi-jampi, Bani Hazm meninggalkan praktik-praktik supranatural. Nabi SAW lalu memberi izin khusus untuk bantuan supranatural dengan bacaan yang memiliki makna dan pengertian yang benar (ruqyah dengan doa dan ayat—penj). Ini jelas menyiratkan bahwa praktik tersebut hanya diizinkan sebagai pengobatan psikologis ketika tidak ada obat medis yang tersedia. Walaupun di satu sisi Nabi SAW banyak memberikan saran yang cocok kepada umatnya tentang urusan duniawi, namun di sisi lain beliau SAW juga berusaha sebaik-baiknya untuk membangun rasa percaya diri umat agar mereka dapat berbuat menurut pengalaman dan pendapat mereka sendiri. Nabi SAW pernah bersabda, “Kapan saja aku memerintahkan kalian untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan urusan agama, taatilah! Jika aku memberi perintah tentang suatu urusan duniawi, berbuatlah sesuai pengalamanmu sendiri dan ingatlah bahwa aku adalah manusia.”
Beberapa tahun terakhir ini banyak buku tentang kedokteran Nabi telah diterbitkan, khususnya di India dan Pakistan. Penulis buku yang baru saja diterbitkan, Tibbe Nabvi Aur Jadid Science (Pengobatan Nabi dan Sains Modern), mengklaim bahwa pengobatan Nabi atas serangan jantung dengan memakan tujuh buah kurma, sebagaimana telah disarankan kepada Sa’ad bin Abi Waqqash, lebih baik daripada pengobatan modern dengan operasi by-pass (by-pass surgery), asalkan percaya pada pengobatan Nabi. Penulis yang terpelajar itu gagal memahami bahwa ketika Nabi SAW menganjurkan Sa’ad bin Abi Waqqash untuk memakan kurma sebagai perawatan sementara, beliau SAW juga memerintahkannya untuk berobat kepada seorang dokter ahli, Harits bin Kalda. Sunah tentang pengobatan sebaiknya tidak begitu saja dianggap sebagai resep dokter. Dalam hal ini, pendapat Ibnu Khaldun (abad ke-14 M) sangat relevan dan realistis. Dia berkata, “Misi Nabi adalah untuk memperkenalkan kepada kita formula hukum Tuhan, bukan untuk memberi instruksi praktik pengobatan umum dalam kehidupan biasa,” (Muqqadimah). Menurutnya hadis yang sangat shahih sekalipun tidak dapat dipandang semata-mata sebagai resep medis yang wajib bagi para dokter. Namun, Ibnu Khaldun juga mengatakan, “Dengan keimanan yang tulus, seseorang dapat mengambil manfaat yang amat besar dari hadis-hadis itu meskipun bukan pengobatan medis murni.” Untuk mendukung pendapatnya ini, Ibnu Khaldun merujuk kepada contoh-contoh ketika Nabi SAW berusaha membangun rasa percaya diri umatnya dengan menyarankan untuk memutuskan sendiri urusan duniawi.
Pengobatan Nabi, pada kenyataannya, merupakan sebuah pesan unggul. Ia adalah pesan untuk selalu menjaga kesehatan jasmani dan ruhani serta percaya terhadap pengobatan baik fisik maupun spiritual. Ia adalah perintah kepada kita untuk berjuang keras menemukan obat dan pengobatan terbaru. Ia adalah peringatan bagi mereka yang menganggap penyakit sebagai semata-mata kehendak Tuhan yang tidak memerlukan pengobatan. Ia adalah peringatan bagi kita untuk menjauhkan diri dari pengobatan spiritual yang berdasarkan takhayul seperti sihir, mantra-mantra, dan jampi-jampi dukun, dan sebagainya. Islam adalah nama sebuah pergerakan massal dan perubahan radikal dalam setiap aspek kehidupan umat manusia, baik ruhani maupun jasmani, berdasarkan nalar akal yang sehat dan rasional. Kemajuan besar dalam ilmu kedokteran yang terjadi selama abad pertengahan adalah sebuah bagian penting revolusi Islam yang bersumber dari pengobatan Nabi.
Sumber: Farooqi, M. I. H. 2005. Terapi Herbal Cara Islam. Jakarta: P.T. Mizan Publika
0 comments:
Post a Comment