Friday, April 11, 2008

Diary HATI #4

Menggagas Ketahanan Nasional Indonesia melalui Pengelolaan Energi*)

Sebuah Pendekatan Ekonomi-Politis atas Permasalahan Energi

Kenaikan harga minyak hingga menembus angka psikologis 100 USD per barrel benar-benar telah mengkhawatirkan kondisi perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Selain itu, isu krisis energi akan menghantui masa depan negeri ini.

Sudah saatnya bagi kita untuk melakukan reorientasi terhadap kebijakan energi nasional demi Indonesia yang kuat dan kokoh. Pertanyaannya adalah: bagaimana kaitan antara kemandirian energi terhadap ketahanan nasional? Apa saja alternatif solusi permasalahan energi ini? Manakah konsep pengelolaan energi yang valid, reliable dan terbukti keandalannya—baik secara empiris maupun teoritis, dalam skala lokal maupun global—dalam mendukung ketahanan nasional Indonesia?

Apakah yang Dimaksud dengan Ketahanan Nasional?

Ketahanan dalam konteks negara dapat dianalogikan layaknya sistem imun dalam tubuh manusia. Baiknya kinerja sistem imun dapat diindikasikan oleh stabilnya kondisi tubuh kendati ancaman dari berbagai serangan virus dan kuman muncul setiap saat. Jika kinerja sistem imun ini menurun, maka tubuh akan semakin mudah terserang penyakit. Begitu pula dalam konteks negara. Apabila ketahanan suatu bangsa menurun, maka negeri tersebut akan semakin mudah mengalami permasalahan akibat adanya gangguan-gangguan (baik dari dalam maupun dari luar). Kegoncangan dan ketidakstabilan dalam negeri di seluruh aspek bisa dengan mudah terjadi jika ketahanan nasional ini lemah.

Menurut Departemen Pertahanan Nasional RI, Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia adalah kondisi dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam, untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta perjuangan mencapai tujuan nasionalnya. Dalam memenuhi tujuan ini, tentu energi memegang peranan yang sangat penting.

Energi sebagai Unsur Ketahanan Nasional

Energi merupakan salah satu sumber daya yang penting bagi kehidupan dan kegiatan pembangunan bangsa, serta penggerak roda perekonomian Indonesia. Energi merupakan unsur penting dalam pembangunan dan kemandirian bangsa, maka penyediaan dan pemanfaatannya harus berpedoman pada tujuan untuk tercapainya kemakmuran rakyat Indonesia yang berwawasan lingkungan untuk pertahanan negara (Baca juga: Diary Hati #3, “ Energi bagi Ketahanan nasional” dan Diary HATI #2 Indonesia Mandiri Energi: Kenapa Tidak?”).

Ketika pasokan energi di suatu negara kurang atau bermasalah, maka alutsista di negara tersebut menjadi lumpuh. Hal ini membuat pertahanan negara menjadi lemah dan negara tersebut bisa menjadi hancur. Senada dengan hal ini, George W. Bush dalam State of the Union address, January 28, 2003, mengatakan, “Our third goal is to promote energy independence for our country, while dramatically improving the environment….”.

Selayang Pandang Permasalahan Energi Dunia

Tak dapat disangkal lagi bahwa energi ini telah menjadi komoditas bisnis bahkan komoditas politik. Hal ini dapat terlihat dari permasalahan energi yang timbul akibat tidak stabilnya kondisi geopolitik di berbagai belahan dunia (Nigeria, Iraq, Venezuela, Libya). Dari catatan fluktuasi harga minyak dunia, terlihat kenaikan ekstrim harga minyak dunia tidak semata-mata diakibatkan keterbatasan persediaan melainkan adanya permasalahan politis di daerah-daerah penghasil minyak dunia.

Selain itu, krisis energi juga diakibatkan peningkatan konsumsi energi dunia seperti China, India dan Rusia. Ditambah pula oleh faktor teknis lainnya yaitu sulit dan mahalnya pengeksplorasian, pengembangan dan produksi sumber minyak karena faktor geologi. Di lain sisi, program diversifikasi dalam pengembangan sumber energi alternatif masih memiliki berbagai kendala seperti rendahnya efisiensi, isu lingkungan, dan ketidaksiapan dukungan teknologi.

Permasalahan Energi Indonesia

Di Indonesia sendiri, pemakaian energi perkapita masih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN. Selain itu, energi pun belum sepenuhnya dipakai sebagai aset penggerak ekonomi untuk menaikkan GDP. Permasalahan utama di Indonesia adalah tumpuan terbesar masih pada satu-dua jenis energi saja (80% Migas, 95.5% Migas-Batubara). Tentunya, kondisi ini menciptakan kerentanan yang sangat tinggi pada ketahanan pasokan energi nasional.

Mirisnya lagi, di tengah krisis energi ini, industri migas Indonesia justru 70% dieksplorasi asing (Ketua Kaukus Migas Nasional, Efendi Sirodjuddin). Hal ini terjadi akibat adanya liberalisasi dan privatisasi energi yang semakin dipermudah oleh adanya UU Penanaman Modal. Akibatnya, Indonesia ibarat ladang subur bagi para kapitalis untuk mengeruk kekayaan alam bangsa ini.

Alternatif-Alternatif Solusi bagi Energi Indonesia

Saat ini kita mempunyai dua pilihan: tetap mengizinkan privatisasi kekayaan alam Indonesia termasuk sumber-sumber energi atau mengembalikannya kepada negara. Jika kita masih mendukung pilihan pertama yaitu adanya privatisasi, maka konsekuensinya seperti sekarang : ’perampokan’ kekayaan alam oleh asing, sedangkan lebih dari 50% penduduk Indonesia miskin, antrian minyak tanah dimana-mana, atau kesulitan memperoleh energi seperti yang dialami kasus PT Arun di Aceh padahal perusahaan ini berada tak jauh dari sumber energi.

Pilihan kedua, negara kembali mengambil perannya sebagai pengontrol dan pemegang kekuasaan dalam pengelolaan energi nasional. Sebagai pembanding, kita bisa melihat bagaimana Venezuela berani membatalkan perjanjian dengan pihak multinasional company sebab telah merugikan Venezuela. Dengan berani Hugo Chavez membatalkan perjanjian dengan MNC tersebut kendati diancam akan diboikot oleh AS. Alih-alih takut, justru mereka memilih untuk mengambil alih pengelolaan energi nasional dengan menjadikan negara sebagai penguasa.

Apa hasilnya? Penguasaan sumber energi oleh negara, diikuti peningkatan pembangunan, pertumbuhan industri, penurunan tingkat ketergantungan, hingga peningkatan pelayanan sosial seperti pendidikan dengan peningkatan rasio guru – siswa hingga 1 : 15 untuk siswa SMA atau pendingkatan produksi buku hingga 50 juta eksemplar / tahun (S. Nurani, 2007. Revolusi Bolivarian Hugo Chavez dan Politik Radikal. Yogyakarta: Resist Book).

Ya, keberanian Hugo Chaves dengan revolusi Bolivarian ini tentu bisa ditiru dan secara sekilas nampak menyejahterakan. Akan tetapi, bisakah hal ini berlangsung lama? Berangkat dari dasar yang diambil yaitu konsep ekonomi sosialis maka akan kita lihat penyamarataan kekayaan bagi seluruh warga negara, misalnya ketidaksepadanan usaha dan upah riil pekerja. Di satu sisi memang terdapat pengaturan produksi dan distribusi akan tetapi yang digunakan adalah sudut pandang kolektif , bukan dengan melihat apakah kebutuhan pokok tiap individu terpenuhi. Sehingga yang terjadi adalah pemaksaan dan perampokan kekayaan, bukan pengaturan. Konsep ini tentu sangat tidak sesuai dengan fitrah manusia yaitu keinginan manusia dalam memiliki sesuatu.

Jadi, jelas sosialisme dengan asas ‘sama rasa sama rata’nya tidak bisa diharapkan. Kapitalisme dengan motif ‘mencari keuntungan sebanyak-banyaknya’ juga sangat merugikan. Lantas, apa alternatif lain yang bisa kita cari? Kini kita sampai pada solusi Islam.

Energi dalam Perspektif Sistem Ekonomi Islam

Menyikapi permasalahan energi ini, dalam pandangan sistem ekonomi Islam sumber daya energi termasuk dalam kategori kepemilikan umum. Dalilnya dari sabda Rasulullah SAW:

«اَلنَّاسُ شُرَكَاءُ فِي الثّلاَثِ: فِي الْمَاءِ وَ الْكَلاَءِ وَ النّارِ»

Manusia itu berserikat (punya andil) dalam tiga perkara, yaitu: air, padang rumput, dan api (BBM, gas, listrik, dsb). (HR Ahmad dan Abu Dawud).

Jika sumber daya energi termasuk kepemilikan umum, siapa yang harus mengelolanya? Jawaban menurut perspektif ekonomi Islam adalah negara. Tanggung jawab negara adalah mengelola seluruh sumber daya energi untuk digunakan sepenuhnya bagi kemakmuran rakyatnya.

Bagaimana jika negara menjual komoditas tersebut kepada rakyatnya? Jawaban dari pertanyaan ini dapat dilihat dari kelanjutan Hadits di atas yang berbunyi: wa tsamanuhu haromun (dan harganya adalah haram). Maknanya adalah: mengambil tsaman yaitu keuntungan dari harga yang diambil dengan menjual ketiga komoditas tersebut hukumnya adalah haram.

Bisa saja energi ini dibebani tarif namun hanya sebatas biaya produksi saja, bukan untuk keuntungan. Dengan menolak privatisasi SDA, bukan pula berarti sistem ekonomi Islam menolak secara mentah-mentah kerja sama dengan asing. Tenaga kerja asing boleh dipekerjakan, namun hanya sebatas teknis dengan dasar keuntungan bersama—bukan pemilik—sebab rakyatlah pemiliknya dan negara hanya pengelola.

Bagaimana dengan persoalan krisis energi yang saat ini tengah melanda Indonesia? Tugas negara adalah melakukan eksplorasi ladang minyak dan diversifikasi sumber daya energi untuk kepentingan rakyatnya. Tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa harga komoditas energi itu mahal, sulit, membutuhkan teknologi yang tinggi, membutuhkan modal yang besar. Allah SWT telah menyiapkan segenap sumber daya energi di alam ini secara melimpah untuk kepentingan hidup manusia.

Dengan demikian, pemerintah harus tetap berorientasi pada kecukupan energi untuk rakyat misalnya dengan mengarahkan potensi minyak fosil dengan didukung pengembangan non-fosil (diversifikasi). Contoh diversifikasi yang sangat potensial misalnya nuklir dan mikrohidro atau yang lainnya. Akan tetapi, diversifikasi ini juga harus dikembangakan dengan berorientasi pada kemaslahatan rakyat bukan sebagai lahan bisnis baru semata.

Permasalahan Energi? Kembali pada Islam !

Di sini, Islam telah menyajikan suatu solusi pengelolaan energi dengan konsep yang jelas: mengembalikan posisi kepemilikan sumber daya energi kepada pemiliknya yang hakiki, yaitu rakyat. Tugas negara hanyalah mengelolanya untuk kepentingan seluruh rakyatnya.

Mengapa harus Islam? Selain karena berasal dari sumber yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan yaitu bersumber dari Zat yang Maha Sempurna, solusi Islam juga telah terbukti secara empirik keampuhannya dalam menjawab berbagai problematika manusia yang kompleks yaitu ketika selama 13 abad terbangun sebuah negara adidaya dengan ketahanan nasional yang luar biasa dengan naungan aturan Islam ini.

Apa ini sekedar romantisme sejarah? Tentu tidak, untuk itu saatnya kita memproyeksikannya kepada Indonesia sebagai suatu alternatif riil bagi pengaturan energi menuju ketahanan Indonesia yang lebih baik. (nayla)

*) Improved from the resume of seminar HATI, Pengelolaan Energi sebagai Unsur Ketahanan Negara dalam Kerangka Otonomi Daerah, 18 Maret 2008

0 comments: