Sunday, June 6, 2010

Tidak Ada yang Dapat Menghentikan Israel Kecuali Perang!!!

Black Monday. Setelah terjadinya serangan Israel pada kapal kemanusiaan Mavi Marmara yang bertolak dari Turki dan mengangkut bantuan sebanyak 10.000 ton serta relawan yang berasal dari 50 negara, hampir semua negara dari berbagai belahan dunia mengecam dan mengutuk keras aksi yang dilakukan tentara Israel yang terjadi pada Senin, 31 Mei 2010. Rakyat Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar pun tidak ketinggalan melakukan aksi pengecaman dengan turun ke jalan dan mendesak pemerintah untuk berperan aktif menyelesaikan permasalahan ini. Banyak orang yang bersimpati dan merasa bahwa aksi brutal Israel tidak bisa lagi dibiarkan dan ditoleransi. Seperti yang dikatakan banyak pihak, misi ini tidak berhubungan dengan masalah pertikaian antar agama. Dr. Huwaida Arraf, yang merupakan Ketua Free Gaza Movement dan koordinator misi kemanusiaan Freedom Flotilla ke Gaza, menegaskan berulang kali bahwa isu Palestina-Israel bukan isu agama, walaupun terdapat keterkaitan agama dengan wilayah itu. Dalam pernyataannya, dia menyatakan bahwa isu ini menyangkut kebijakan yang mendiskriminasi, yang memaksa rakyat Palestina mengakui negara yahudi di wilayah yang semula adalah wilayah Palestina. (Kompas, Rabu, 2 Juni 2010)

Kebiadaban Israel, bahkan terhadap misi kemanusiaan telah membuka mata dan menyita perhatian banyak pihak di seluruh dunia untuk segera menghentikan blokade terhadap Gaza dan aksi brutal terhadap rakyat Palestina. Amerika Serikat sebagai sekutu terdekat Israel pun didesak untuk tidak terus memberikan perlindungannya bagi Israel. Kenyataannya, Amerika tidak mengambil dan mungkin tidak akan pernah mengambil banyak tindakan efektif atas apa yang terjadi. Seperti yang telah dinyatakan oleh Hillary Clinton, menteri luar negeri AS pemerintahan Barack Obama, bahwa Amerika akan selalu melindungi keamanan Israel, dan hal ini tidak tergoyahkan lagi. Seorang pejabat senior Pentagon juga mengkonfirmasikan bahwa komitmen Amerika Serikat selama bertahun-tahun untuk menjaga keamanan Israel tidak akan pernah berubah. Dalam sebuah pidato konferensi tahunan keempat tentang keamanan AS, Michele Flournoy yang merupakan orang nomor tiga yang bertanggung jawab di Pentagon menyatakan, "adalah kepentingan kami untuk berinvestasi terkait keamanan Israel, dan juga merupakan kepentingan kami untuk membantu memecahkan masalah di Timur Tengah." Mengenai tragedi yang terjadi diatas kapal Mavi Marmara, Michele menyatakan bahwa insiden tersebut merupakan insiden yang tragis dan ia mengatakan bahwa perlu adanya usaha mencari cara untuk memberikan bantuan kepada penduduk Gaza yang terblokade. Pemerintah Amerika selama ini hanya berupaya untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Timur Tengah melalui jalur diplomasi. Melalui jalur ini, akan lebih banyak kompromi dan negosiasi yang dilakukan sehingga masalah yang sangat urgen hanya akan diselesaikan dengan solusi-solusi yang tidak memberikan penyelesaian secara keseluruhan.

Banyak orang bersuara untuk menekan negara-negara Islam yang tergabung dalam OKI agar bersatu menyelamatkan Palestina dan menekan PBB, yang pada prinsipnya, sebagai lembaga perdamaian dunia untuk ikut menangani masalah ini. Sekali lagi, OKI dan Liga Arab pun tidak banyak bertindak. Tekanan-tekanan yang dilakukan oleh negara Islam pun tidak banyak berpengaruh untuk mengadili Israel di Mahkamah Internasional. Negara Arab-Muslim ini pun hanya sibuk mengutuk keras dan mengecam.


Belajar dari Sejarah

Sejarah memberikan pelajaran berharga kepada kita. Keluarnya resolusi PBB ditentukan oleh sikap negara pemilik hak Veto terutama AS. Selama ini banyak resolusi terhadap Israel yang kandas karena diveto AS termasuk resolusi terhadap Israel atas invasi ke Gaza yang menewaskan lebih dari 1300 orang termasuk banyak diantaranya wanita, anak-anak dan orang tua. Sementara dalam kontek kejahatan yang sekarang, AS yang merupakan konco akrab Israel itu hanya mengeluarkan pernyataan basa-basi mengutuknya dan mengecam Israel dengan nada halus. Tercatat sejak tahun 1972 sampai tahun 2009, sudah lebih dari 68 resolusi PBB yang berhubungan dengan eksistensi israel di palestina diveto amerika. Ini belum termasuk resolusi setelah tahun tersebut plus resolusi terakhir saat israel melancarkan agresinya di gaza. Jadi kembali menyerahkan dan mengharap PBB mengeluarkan resolusi atas kejahatan Israel termasuk di dalamnya tindakan tegas, maka itu adalah sia-sia dan seakan main-main saja, selama AS masih terus mengangkangi keputusan PBB dengan hak vetonya.

Bahkan jika pun resolusi itu berhasil dikeluarkan oleh PBB, apakah akan efektif menindak Israel atas kejahatannya itu? Lagi-lagi sejarah menunjukkan bahwa resolusi PBB itu seakan hanya efektif diberlakukan terhadap negeri-negeri islam namun melempem dan tumpul terhadap Israel. Sejak berdirinya Israel sudah melanggar lebih dari 85 resolusi PBB, namun tidak ada satupun tindakan tegas dijatuhkan terhadap Israel. Maka lagi-lagi sejarah dengan gamblang mengatakan resolusi PBB tidak akan berarti apa-apa. Karena itu menggantungkan tindakan tegas dan hukuman terhadap Israel kepada PBB dengan resolusinya adalah sia-sia. Kenyataan itu sudah diketahui oleh semua orang. Para penguasa dan politisi pasti sangat mengetahui kenyataan itu. Lalu kenapa sesuatu yang sudah jelas tidak efektif itu masih saja diupayakan dan dijadikan sandaran harapan?

Hal yang sama ketika mengharapkan dilakukannya investigasi independen dan kredibel terhadap serbuan Israel atas kapal kemanusiaan itu. Pertanyaannya, akankah itu bisa melahirkan tindakan tegas terhadap Israel? Perlu diingat tahun 2009 lalu terjadi invasi Gaza oleh Israel, invasi yang lebih brutal menewaskan lebih dari 1400 orang dan banyak diantaranya wanita, anak-anak dan orang tua, dan melukai lebih dari 5000 orang. Setelah itu dilakukan investigasi oleh sebuah komite yang diketuai oleh Goldstones dan menghasilkan laporan dan rekomendasi yang dikenal Goldstone Report. Goldstone Report benar-benar membuktikan Israel melakukan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap korban-korban yang tak bersalah. Namun toh laporan itu ditolak oleh pemerintah Amerika dan dicegah untuk diajukan ke Dewan Keamanan PBB dan Pengadilan Internasional. Akhirnya investigasi dan laporan itupun menjadi lembaran kertas tidak berguna. Maka sejarah kembali mengatakan dengan keras dan tegas bahwa investigasi meski dilakukan atas perintah DK PBB sekalipun tidak akan melahirkan tindakan tegas terhadap Israel. Hasilnya pun sering kali kandas dan jika pun keluar maka tidak akan digubris oleh Israel. Pasalnya puluhan resolusi PBB yang sifatnya lebih mengikat dan lebih kuat saja dilanggar dan tak digubris oleh Israel apalagi semua rekomendasi dan keputusan yang lebih rendah dan lebih lemah. Lagi-lagi jalan ini hanyalah sia-sia.

Sama sia-sianya menyeru negara-negara OKI untuk berkumpul dan mengambil tindakan terhadap Israel. Pada juli 2006 resolusi 57 negara anggota OKI kepada PBB tentang kecaman terhadap yahudi israel yang disetujui oleh DK PBB, diveto oleh AS. Artinya 57 negara menghadapi satu negara AS pun tidak mampu. Negara-negara OKI bukannya tidak memiliki kekuatan riil atau kekuatan militer yang cukup untuk menindak Israel. Namun yang ada adalah tidak adanya kemauan untuk menggunakan kekuatan itu dalam menindak Israel. Paling banter yang bisa dihasilkan oleh OKI hanyalah kecaman dan kutukan, tidak lebih. Tentu saja semuanya akan tak digubris oleh Israel. Begitu pula segala upaya diplomasi melalui lembaga-lembaga lainnya.

Sejarah puluhan tahun telah membuktikan, segala upaya diplomasi selalu gagal dalam menindak dan menghukum Israel. Serangan Israel terhadap kapal kemanusiaan dan aktivis di atasnya membuktikan bahwa Israel sama sekali tidak mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan. Juga menunjukkan bahwa satu-satunya bahasa yang dipahami oleh Israel adalah bahasa perang. Karenanya hanya bahasa perang sajalah yang akan bisa diperhatikan oleh Israel.

Kesatuan Kaum Muslim adalah Solusi!

Tanah itu bukan milikku, tetapi milik ummatku
Khalifah Abdul Hamid II, 1897)

Nasihati Dr. Hertzl supaya jangan meneruskan rencananya.
Aku tidak akan melepaskan walaupun segenggam tanah ini (Palestina),
karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam.
Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini
dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka.
Yahudi silakan menyimpan harta mereka.
Jika Daulah Khilafah Utsmaniyah dimusnahkan pada suatu hari,
maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya.
Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku
daripada melihat Tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Daulah Islamiyah.
Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi.
Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup

Khalifah Abdul Hamid II, 1902)

Inilah pernyataan Khalifah kaum muslimin sebelum Khilafah Islam dihapuskan oleh laknatullah Musthafa Kamal di Turki tahun 1924. Isi pernyataan ini menggambarkan ketegasan kaum muslimin yang diwakili oleh Khalifahnya dalam memandang wilayah kesatuan kaum muslim.

Sebuah pertanyaan sederhana, jika kita mengamati peta Israel-Palestina, terlihat Gaza terisolasi oleh Israel, Mesir, dan Laut Mediterania. Begitupun Israel, Israel terisolasi oleh Laut Mediterania, Libanon, Yordania, Mesir, Gaza, dan Tepi Barat. Israel tidak mungkin dapat mengisolasi Gaza jika Mesir mau membuka pintu perbatasannya! Lalu sekarang apa yang telah dilakukan oleh pemerintahan Mesir?
Bukankah Israel pun dikelilingi oleh negeri-negeri dengan mayoritas penduduk Muslim? Lalu kenapa, tidak dilakukan blokade terbalik??! Selamatkan kaum Muslimin di Gaza dan hancurkan Israel yang terus saja melakukan genosida terhadap kaum muslim Palestina!

Inilah yang terjadi ketika kaum muslim terjebak dengan batasan nasionalisme!! Ikatan akidah Islam yang mempersatukan mereka terbatas hanya dengan sekedar garis perbatasan! Jika bukan Khilafah Islam yang akan mempersatukan seluruh kaum Muslimin, menyatukan seluruh kekuatan militer mereka untuk menghancurkan Israel, maka tolong tunjukkan kepada kami solusi lain yang lebih realistis dari ini!!!

0 comments: