Sunday, April 20, 2008

Perjuangan Kartini BUKAN Perjuangan Feminis

Diary # 6


Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendekar kaumnya
Untuk merdeka



Syair lagu di atas adalah sepenggal lagu yang sering kita nyanyikan ketika kita masih duduk di bangku TK dan SD dulu. Apalagi kalo upacara bertepatan dengan tanggal 21 April, pasti lagu ini tidak terlewat untuk kita nyanyikan. Bukan begitu?


R.A. Kartini termasuk golongan bangsawan alias
priyayi di Jawa. Beliau adalah putri R.M. Sosroningrat, bupati Jepara. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Akan tetapi, setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.


Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman yang berasal dari Belanda. Lewat surat-surat inilah kita mengenal R.A. Kartini.


Ketika saya duduk di Sekolah Dasar,R.A. Kartini digambarkan sebagai pejuang emansipasi wanita,
Kartini berjuang agar kaum perempuan memiliki kedudukan yang setara dengan kaum pria, seperti yang sekarang diperjuangkan oleh kaum feminis. Namun, benarkah realitanya demikian?


Pada awalnya Kartini mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu.
Akan tetapi teman, semua orang akan berubah seiring berjalannya waktu dan dengan bertambahnya ilmu yang ia tahu. Begitu pun dengan Kartini. Begitu ia mengenal Islam, pemikirannya berubah, sebagaimana yang ia ungkapkan kepada gurunya, Kyai Sholeh Darat:
Kyai, selama kehidupanku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama dan induk al-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan bualan rasa syukur hatiku kepada Allah. Namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa para ulama saat ini melarang keras penerjemahan dan penafsiran al-Quran dalam bahasa Jawa? Bukankah al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?
Ya.. begitulah teman.. seandainya saja Kartini lebih awal memahami Islam… (
and how about us?)


Tapi, tidak ada kata terlambat bagi Kartini!! Setelah ia mengetahui kebenaran, peradaban mana yang layak untuk diikuti, ia pun kembali mengungkapkannya pada sahabatnya, sebagaimana yang ia katakan pada Abendanon:


Sudah lewat masamu, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, apakah Ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna?
Dapatkah Ibu menyangkal di balik sesuatu yang indah dalam masyarakat Ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban?


Kartini memang memiliki keinginan untuk mendobrak adat-istiadat yang cenderung mengurung kaumnya terjebak dalam kebodohan. Akan tetapi, Kartini menyadari perbedaan yang secara alami dimiliki laki-laki dan perempuan yang menjadikan mereka memiliki peran masing-masing dan memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Perjuangan Kartini bukanlah untuk menyamaratakan peran laki-laki dan perempuan seperti yang diperjuangkan kaum feminis dan antek-anteknya yang menginginkan kesetaraan gender, kesetaraan dalam semua hal.

Pejuangan Kartini adalah dalam kerangka mengubah keadaan kaum perempuan saat itu agar mendapatkan haknya diantaranya adalah pendidikan yang juga merupakan kewajiban kaum perempuan. Hal ini terlihat dalam tulisannya kepada Prof. Anton dan Nyonya pada 4 Oktober 1902:


Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukan sekali-kali, karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya, tapi kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya; menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.


Seandainya Kartini ada di masa ini, ia pasti akan berada di garda terdepan untuk meluruskan kaum feminis yang menggunakan namanya untuk mendukung perjuangan mereka.
Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai.
(Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902)


“Habis Gelap Terbitlah Terang“ itulah judul buku berisi surat-surat Kartini yang disusun kembali oleh Armijn Pane. Dan semoga kita pun dapat menjadi penerang di tengah kegelapan (kebodohan dan keterjajahan bangsa ini) dengan cahaya pemikiran Islam yang akhirnya akan menghasilkan sebuah pergerakan menuju kebaikan. Amin. Smangat!!

Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada Cahaya (iman)...

(Al-Qur‘an [2]:257)

(Ayu)

0 comments: