Militansi…
Sudah tingkat akhir kuliah, semua tampak berbeda. Orientasi perkuliahan makin terasa sangat pragmatis dan dangkal. Semua orang sibuk mengejar ambisi mereka, hingga banyak yang mengorbankan idealitas mereka. Banyak yang berguguran…sedih rasanya.
Teringat masa-masa sekitar 5-6 tahun yang lalu. Gejolak semangat aktivis sekolah yang seakan2 akan terus menyala hingga tetes bakar terakhir. Riuhnya mushala akhwat saat dhuha dan dzuhur, semilir angin di masjid atas saat membuat forum2 kajian, rapat2 saat istirahat dan pulang sekolah…walau beda gerakan. Gelombang khimar dan tilawah membudaya dari kelas ke kelas.
Katanya, semakin sedikit sesuatu…bila didera angin yang sama besarnya, akan semakin teruji kekokohannya. Jadi teringat dulu…saat masih benih. Rapat diam2, dikejar2 guru karena baju yang aneh, sebar opini yang ekstrim (katanya!!), liqa2 ilegal (katanya!!)…mungkin itu pandangan orang dulu. Tapi cobaan itu benar2 menempa dan menguji kekonsistenan.
Lantas, setelah lolos uji, menjadi jaminan kekokohan seterusnyakah ?
Aneh…kata orang kampus terbaik,yang melahirkan sosok2 besar di negeri ini, tapi tunduk hanya karena selembar transkrip duniawi. Bukankah di hari akhir kelak kita akan menerima transkrip besar …di tangan kanankah atau di tangan kiri ?
Banyak yang berguguran di jalan dakwah, jalan perjuangan menegakkan kebenaran, apa yang salah ??
Yang berguguran itu..pernahkah terbesit dalam pikiran mereka dulu…mengapa mereka pernah bergerak ? merasa mendapatkan petunjuk memahami ideologikah atau hanya sebatas mendapatkan komunitas ? Atau akibat kekecewaan dan keputusasaan dalam bergerak?
Dalam buku Structuring the Party, digambarkan seperti apa proses terbentuknya gerakan yang shahih. Pertama adalah adanya sel awal yang memiliki perasaan yang peka dan kemampuan berpikir yang tinggi. Dari bekal ini, sel awal akan bergelut dalam memahami ideologi, dan akhirnya akan tertunjuki dengan ideologi itu. Pemikiran ini akan merasuk dan ‘menghantui’ seluruh dirinya. Pembelahan sel kemudian akan dilakukan oleh sel awal ini, demi terwujudnya suatu penyebaran ideologi. Ya…penyatu mereka satu2nya hanyalah ideologi. Bukan yang lain. Bukan kepentingan sesaat, ikatan emosi semata, kekuasaan, materi, dll.
Namun, penyebaran ini bukanlah sesuatu yang sederhana dan tanpa benturan. Ideologi yang diemban oleh orang2 ini bukanlah opini yang lazim ada di masyarakat. Justru bisa dikatakan terasing. Pemikiran yang ada di masyarakat berbeda dengan ideologi ini, walaupun pada hakikatnya perasaan masyarakat masih condong pada ideologi ini. Ibaratnya dalam tubuh manusia, ideologi ini adalah protein asing yang akan merangsang tubuh untuk melakukan proteksi dengan sistem imun untuk mengusir ‘barang aneh’ ini keluar. Jika ideologi belum terkristal benar dalam diri orang2 ini…maka bukan tidak mungkin ideologi ini menjadi kompromis dan akhirnya termasuki dengan zat2 asing. Bahkan bukan tidak mungkin jika ideologi ini kemudian bermutasi menjadi barang lain.
So, dengan benturan yang demikian dahsyat, perjuangan ini membutuhkan orang2 yang kokoh pula, dan bergerak hanya karena ideologi. Orang2 ini adalah orang yang terpilih. Bagaimana tidak ? Pemikirannya mendalam dan memiliki solusi permasalahan yang sangat mengakar dan mendasar. Orang2 ini seperti tidak hidup dalam kondisi kekinian. Namun bukan berarti mereka menjadi orang2 yang terpisah dari masyarakat…seperti halnya para intelektual yang sudah terbutakan pemikiran dan terpisah dari perasaannya. Orang2 ini tidak terjebak dan terbentur dengan tembok dan benteng2 realita. Dia ibarat terbang di alam yang lebih tinggi dan mampu melihat realita masa depan yang harus dicapai oleh umat, yakni mampu melihat kehidupan baru di mana umat akan diubah ke a rah keadaan tersebut. Dalam benaknya, solusi dari permasalahan kini bukan hanya berbicara masalah sekarang, tapi besok dan lusa. Mengubah realita tidak bisa dalam koridor realita atau fakta belaka. Realita hanya dipandang sebagai objek kacamata ideologi. Bukan kacamata itu sendiri. Jika begitu, maka cara pandang yang digunakan adalah pukul rata yang keliru. Standar penilaian akan berubah2 sesuai dengan kepentingan. Inilah yang terjadi di masyarakat kita bukan..?? Betapa berat kerja dari orang2 ini…
Bagaimana cara menjaga agar ‘kacamata’ ini tetap terjaga ? Tidak lain adalah dengan adanya kaidah penjagaan aktivitas yang tetap. Adanya metode baku dalam menentukan target dan tujuan aktivitas, dan terkristalnya ideologi akan menjaga semangat beraktivitas orang2 ini. Dengan adanya charge pemikiran dan reflux tujuan…akan menjaga ideologi di diri orang2 ini untuk menaklukan realita. Terbayang kan jika aktivitas ini terhenti…? Bukan tidak mungkin jika kacamata itu kian berubah, hingga sama seperti yang dipakai masyarakat kebanyakan. Tidak memiliki kaidah berpikir dan tujuan berbuat. Hanya disandarkan pada realita dan sangat individualistis. Masyarakat dipengaruhi oleh keadaan. Sedang orang2 ini harus menjadi subjek peubah.
Target dan tujuan aktivitas orang2 ini haruslah terarah. Disandarkan atas pengawasan yang sangat hati2. Salah dalam menentukan keputusan, memperbesar peluang terjadinya penyusupan pemikiran atau kehancuran dari dalam. Mereka harus jeli dalam menentukan cara (uslub) maupun pola cara (khithah), dengan landasan metode baku yang telah ditetapkan. Jangan sampai upaya penyatuan dengan masyarakat menjadi terhalang akibat ketidakmampuan melihat karakteristik masyarakat. Perubahan cara dan pola cara bukan sesuatu yang dapat melunturkan ideologi yang diemban, selama masih berpegang pada metode baku pergerakan dan pemikiran ideologis tentunya… (az-Zahra)
0 comments:
Post a Comment