Monday, February 2, 2009

Solusi Krisis Palestina: Masihkah Berharap Pada Obama?

Setelah melakukan agresi militer selama 22 hari, pada 18 Januari 2009 lalu, Israel mengumumkan gencatan senjata sepihak. Sebelumnya, Menlu Israel, Tzipi Livni membuat kesepakatan dengan Menlu AS, Condolezza Rice yang menyatakan dukungan AS terhadap Israel. Pertemuan tersebut menegaskan genjatan senjata pihak Israel dan komitmen AS untuk memastikan penghentian pasokan senjata bagi HAMAS.

Obama, Harapan Baru bagi Penyelesaian Konflik Israel-Palestina?
Gencatan senjata dilakukan Israel sebelum pelantikan Obama sebagai Presiden resmi AS. Masyarakat Negeri-Negeri Muslim memberikan harapan yang cukup besar pada Presiden baru AS ini dalam mewujudkan perdamaian di Palestina. Akan tetapi, mereka mungkin cukup kecewa karena dalam pidato pembukanya, Obama tidak menyinggung masalah Israel-Palestina.
Bukankah hal itu wajar saja? Sebagai kepala Negara adidaya tentu saja Obama akan lebih mementingkan kepentingan dalam negerinya. Ditambah lagi, ia harus menyelesaikan permasalahan besar di bidang ekonomi Negaranya. Akan tetapi, jika kita termasuk orang yang berharap pada Obama untuk menyelesaikan konflik ini, kita perlu mengamati kebijakan luar negeri yang dibuat Obama seperti yang diberitakan dalam situs www.barackobama.com:

BARACK OBAMA AND JOE BIDEN’S PLAN TO STRENGTHEN THE U.S.-ISRAEL RELATIONSHIP
• Ensure a Strong U.S.-Israel Partnership
• Support Israel’s Right to Self Defense
• Work towards Ending Hamas Rocket Attacks
• Work towards Two States Living Side by Side in Peace and Security:
He will encourage the strengthening of the Palestinian moderates who seek peace and work to isolate Hamas and other extremists who are committed to Israel’s destruction.
Support Foreign Assistance to Israel
• Work towards Two States Living Side by Side in Peace and Security:
… He will encourage the strengthening of the Palestinian moderates who seek peace and work to isolate Hamas and other extremists who are committed to Israel’s destruction.

Sudah sangat jelas keberpihakan pemerintahan Obama terhadap kepentingan Israel. Jalan damai yang direncanakan oleh Obama tentu tidak terlepas dari tiga hal.
Pertama, pengakuan terhadap eksistensi Israel sebagai negara.
Kedua, pelucutan senjata pejuang Palestina, dan
Ketiga, penghentian perlawanan dari pihak Palestina.

Obama pun mengamini bahwa apa yang dilakukan oleh Israel adalah bentuk pertahanan diri. Padahal, permasalahan utama konflik di Palestina adalah keberadaan Israel itu sendiri yang dengan cara yang tidak berprikemanusiaan merampas tanah Palestina dan mengusir penduduknya. Apa yang dilakukan para pejuang di Palestina—yang Obama sebut sebagai ekstrimis—adalah bentuk jihad defensif atas penyerangan yang dilakukan oleh aggressor Israel.

Yang dilakukan Obama justru bukan mendorong dunia untuk menghentikan peperangan, tetapi justru untuk melucuti persenjataan Hamas.

Gencatan senjata yang dilakukan Israel sejatinya bukan merupakan penghentian peperangan di bumi Palestina, akan tetapi justru meredam isu kejahatan yang dilakukan Israel dan mencegah penyatuan kekuatan militer di Timur Tengah untuk membantu Palestina menyerang Israel.

Walaupun genjatan senjata dilakukan Israel, tetapi Israel masih melakukan penutupan jalur masuk ke Gaza yang dapat memancing pihak Hamas melakukan serangan roket kepada Israel, sehingga dapat menjadi legitimasi Israel untuk menyerang balik Hamas. Gencatan senjata yang kini dilakukannya pun tidak diikuti dengan penarikan seluruh pasukan militer Israel.

Jika yang dilakukan Israel adalah untuk menghancurkan kekuatan militer Hamas, lantas mengapa Israel pun memblokade bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza, menghancurkan pusat bantuan makanan PBB, menghancurkan sumur minyak Palestina, bahkan melarang untuk menguburkan jenazah.

Masihkah kita berharap pada Obama ? Apakah kita akan berharap penyelesaian konflik ini melalui perjanjian damai yang notabene terus menguntungkan pihak Israel (misalnya Perjanjian Anapolis 2006,dll)?

0 comments: