Miss World: Representasi Eksploitasi Atau Pemberdayaan Perempuan?

Jumat sore, 20 September 2013, Female HATI ITB mengadakan Bincang Sore Seputar Perempuan di selasar TOKA ITB, mengangkat tema "Miss World: Representasi Ekslpoitasi atau Pemberdayaan Perempuan?"

Diskusi Ilmiah Politik: Saat Demokrasi Dipertanyakan, Khilafah Diperjuangkan, Apa Peran Perempuan?

Sabtu (20/4/13), di Gedung Alumi Sipil, unit kajian HATI (Harmoni Amal Titian Ilmu) ITB menggelar DIP (Diskusi Ilmiah Politik) yang berjudul "Saat Demokrasi Dipertanyakan, Khilafah Diperjuangkan, Apa Peran Perempuan?"

Diary HATI Edisi 3/2013

Buletin bulanan Female HATI ITB

UU KETENAGALISTRIKAN UNTUK PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN YANG LEBIH BAIK?

Sekitar satu bulan yang lalu DPR kembali mengesahkan UU Ketenagalistrikan (UUK) 2009 melalui sidang pleno pada tanggal 8 September 2009 setelah sebelumnya UU yang serupa yaitu UU No. 20 tahun 2002 ditolak Mahkamah Konstitusi dengan alasan bertentangan dengan UUD 1945.

KEJAYAAN KHILAFAH : SANG KHALIFAH SULAIMAN AL QONUNI

Sejarah Islam mencatat kiprah dan pejuangannya dengan tinta emas sebagai penguasa Muslim tersukses. Di abad ke-16 M, penguasa Kekhalifahan Usmani Turki itu menjadi pemimpin yang sangat penting di dunia - baik di dunia Islam maupun Eropa. Di era kepemimpinannya, Kerajaan Ottoman menjelma sebagai negara adikuasa yang disegani dalam bidang politik, ekonomi, dan militer.

Monday, June 28, 2010

Boikot Sistem dan Ubah Sistem Kapitalisme, Aksi Nyata Dukung Kebebasan Palestina

Hampir genap satu bulan semenjak insiden penyerangan Israel terhadap kapal kemanusiaan Freedom Flotilla berlalu. Seperti telah diduga, dunia pun kembali "lupa" akan insiden yang telah terjadi. Padahal blokade yang dilakukan Israel (dan juga Mesir) terhadap Gaza masih berlangsung hingga kini. Blokade (secara resmi) telah dilakukan Israel sejak Juni 2006 (Kompas, 7 Juni 2010,"Gaza memang Penjara”) setelah seorang serdadu Israel ditangkap Hamas dan kemenangan Hamas dalam pemilu parlemen Januari 2006. Pemerintahan Israel melakukan pengawasan ketat terhadap setiap barang yang masuk dan jumlahnya pun dibatasi. Sulitnya memperoleh barang-barang kebutuhan menyebabkan rakyat Gaza harus membangun terowongan bawah tanah yang menghubungkan Gaza dengan dunia luar, yaitu Rafah yang berada di Mesir sebagai daerah terdekat. Gaza memiliki enam perlintasan yang menghubungkannya dengan daerah luar, dan Mesir berbatasan di bagian selatan. Blokade Israel sendiri pada dasarnya tidak akan berjalan efektif apabila Mesir tidak ikut ambil bagian, seperti yang dinyatakan Jean Shaoul. Namun, Presiden Mesir, Hosni Musbarak telah menyetujui untuk ikut mengawasi perbatasan Rafah, bahkan tembok sepanjang 14 kilometer telah dibangun dengan alasan keamanan negara. Mesir dengan teganya bekerja sama dengan pemerintah Israel membombardir terowongan penghubung yang dibangun rakyat Gaza dengan alasan yang sama. Mesir hanya menjadikan penderitaan saudara sesama muslimnya yang kelaparan dan hidup sangat memprihatinkan sebagai tontonan. Gaza kini menjadi penjara terbesar dan Israel telah membuang kuncinya, seperti yang dikatakan oleh pejabat PBB, John Dugard.

Seperti yang dituturkan John Dugard, militer Israel sendiri dikenal sebagai Tzahal, akronim dari Tzva Hagana Leyisrael (Israel Defense Force). Tentara-tentara Israel berasal dari kalangan petani, teknisi bahkan sopir taksi di kota serta pedesaan di Israel. Sebanyak 2,4 juta jiwa atau sekitar 35% dari total penduduk siap dimobilisasi setiap saat mereka dibutuhkan. Seorang mantan marsekal dari sebuah negara ASEAN menceritakan bahwa militer Israel memiliki dua ciri utama yang menjadi kekuatan mereka, yaitu flexibility of thinking yang memungkinkan prajurit di lapangan melakukan inisiatif pribadi terlepas dari hierarki militer dan perintah dinas karena para tentaralah yang paling mengetahui kondisi lapangan. Yang kedua adalah performance as a weapon, yaitu kemampuan individu sebagai senjata pamungkas. Dia menambahkan bahwa seorang tentara Israel dapat bertindak sebagai one man army, contohnya seperti dilansir artikel terbitan Newsweek bulan November 2009, para pilot pesawat tempur AS membagi peran dalam sebuah serangan udara sebagai pembuka pengebom dan penutup serbuan. Namun, pilot pesawat tempur Israel sanggup menjalankan tiga peran sekaligus. (Kompas, Senin, 7 Juni 2010)

Pengembangan militer Israel yang kuat tidak lain dan tidak bukan karena anggaran militernya yang dibantu oleh pemerintah Amerika dan pemerintah Israel menaruh perhatian besar terhadap keamanan negaranya. Selama tahun 1950-1966, Israel menganggarkan rata-rata 9% dari GDPnya untuk membiayai keperluan pertahanan. Pengeluaran untuk keperluan pertahanan meningkat secara dramatis setelah perang pada tahun 1967 dan 1973. Anggaran pertahanan pada tahun 2009 sebesar USD 12 milyar atau sekitar 6,2% GDP Israel dan menghabiskan 16,3% dari pengeluaran negara. Bantuan AS untuk militer Israel pada tahun 2009 adalah sebesar USD 2,55 milyar dan akan meningkat hingga USD 3 milyar pada tahun 2012 dan menjadi USD 3,15 milyar sejak tahun 2013 hingga 2018.

Ekonomi Israel

GDP Israel (2008) sebesar US$ 203,4 milyar dan memasukkan Israel pada posisi negara dengan GDP ke-41 terbesar di dunia. Israel memiliki pendapatan perkapita (2008) sebesar US$ 28.600. Ekspor yang dilakukan Israel sebesar US$ 57,16 milyar, sedangkan impor (di luar impor kebutuhan pertahanan)sebesar US$64,4 milyar, dengan partner utama perdagangannya AS, Inggris, Jerman.

Perusahaan-perusahaan Israel bergerak pada area teknologi tinggi, menikmati kesuksesannya dengan menghasilkan uang di Wall Street dan pasar finansial dunia lainnya. Israel memiliki jumlah perusahaan terdaftar di NASDAQ yang sama dengan perusahaan gabungan tiga negara (Kanada, Jepang, dan Irlandia). Pasar teknologi Israel sangat berkembang, walaupun pertumbuhan industri terhenti, sektor teknologi tinggi menjadi penggerak utama ekonomi Israel. Hampir 45% ekspor Israel adalah teknologi tinggi. Pemain terdepan, termasuk Intel, Motorola, IBM, dan Cisco ada di Israel.

Hubungan Erat antara AS dan Israel

"The friendship, the alliance between the United States and Israel is strong and solid, built upon a foundation of shared democratic values, of shared history and heritage, that sustains the life of our two countries. The emotional bond of our people transcends politics. Our strategic cooperation—and I renew today our determination that that go forward—is a source of mutual security. And the United States’ commitment to the security of Israel remains unshakeable. We may differ over some policies from time to time, individual policies, but never over the principle."
George Bush.

"Our relationship would never vary from its allegiance to the shared values, the shared religious heritage, the shared democratic politics which have made the relationship between the United States and Israel a special—even on occasion a wonderful—relationship."
Bill Clinton.

Presiden AS ke-36, Lyndon Johnson ketika ditanya mengapa AS mensupport Israel padahal ada 80 juta orang Arab dan hanya ada 3 juta orang Israel, dengan sederhana ia menjawab, "Because it is right."

Hubungan erat antara AS dan Israel tentunya bukan tanpa alasan, sedari awal kemerdekaan Amerika, kaum Yahudi memiliki peranan yang sangat besar. Termasuk bagaimana peran Yahudi atas sistem keuangan Amerika yang membuat dollar mendominasi ekonomi dunia melalui imperium fiat moneynya.

Boikot Produk-Produk Israel Tidaklah Cukup Menghentikan Kebrutalan Israel atas Palestina!

Di Indonesia, aksi brutal Israel terhadap Palestina telah menumbuhkan aksi pemboikotan terhadap berbagai produk yang disebut sebagai produk perusahaan penyokong dana bagi militer Israel. Cara ini dianggap sebagai salah satu tindakan nyata secara individual untuk “mengganggu” sumber pemasukan militer Israel. Namun, langkah ini dinilai tidak efektif karena sangat sulit untuk mengajak banyak orang melangkah di jalur aksi solidaritas yang sama. Beberapa sumber menyatakan, upaya pemboikotan produk-produk Israel cukup "memukul" perekonomian negeri zionis ini.

Namun, sebenarnya jalan atau cara yang paling efektif untuk meruntuhkan rezim zionis termasuk sekutunya, AS, yaitu dengan meruntuhkan pilar ekonomi penopang sumber utama keuangan mereka, yaitu imperium fiat money dengan kontrol Federal Reserve Bank yang notabene independen dari pemerintah beserta pasar derivatif yang semuanya tidak akan berjalan melainkan dengan sistem kapitalisme yang menopangnya dan menjaganya hingga tetap lestari. Diperkirakan besar dana yang berputar di pasar bursa sebesar 1,5 triliun dollar AS dalam sehari, sedangkan transaksi perdagangan dunia dalam sektor rill hanya berkisar 6 triliun dollar AS dalam setahun. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan cepat sektor keuangan ini melejit dibandingkan sektor rill dan membuktikan pula ketidakterkaitan antara pasar finansial dan pasar nyata (sektor rill dimana transaksi ekonomi benar-benar terjadi).

Sistem ekonomi Islam mulai diakui dunia atas resistensinya terhadap guncangan ekonomi. Sistem ekonomi syariah adalah sistem ekonomi berbasiskan sektor riil, terutama perdagangan. Kesejahteraan diukur berdasarkan prinsip terpenuhinya kebutuhan setiap individu masyarakat, bukan atas dasar pertumbuhan ekonomi, GDP, cadangan devisa, nilai mata uang, ataupun indeks harga-harga di pasar non-riil.

Suara-suara untuk mengembalikan kembali dinar dan dirham atau mata uang berbasis emas dan perak mulai bergaung di seluruh penjuru dunia karena kestabilannya yang tidak mudah digoncang oleh kondisi politik apapun, seperti yang terjadi pada dollar Amerika. Penggunaan fiat money atau uang kertas yang tidak didukung oleh emas dan perak sangat rentan terhadap gangguan sehingga nilainya dapat sangat turun atau naik, ditambah lagi dengan adanya perdagangan uang kertas (valas) yang menggunakan prinsip untung rugi seperti hal nya dalam suatu transaksi ekonomi (uang sebagai komoditas).

Selain itu, pinjaman yang diberikan dalam sistem ekonomi Islam sangat mengharamkan adanya riba, atau mengambil keuntungan dari pinjaman dalam bentuk apapun, menyebabkan masyarakat, bahkan petani dan pengusaha kecil dapat meminjam tanpa bunga. Sistem kapitalisme yang menjadi lintah darat dan pada akhirnya akan menjadi lintah darat, seperti sekutu Israel yaitu Amerika Serikat yang sekarang jatuh dan menyebabkan krisis global 2008 menyebabkan defisit anggaran belanja dan bertambah defisit akibat bunga-bunga pinjaman negara tersebut. Pada Juli 2001, Paul Vocker, mantan gubernur Bank Sentral Amerika, mengatakan pada dengar pendapat di Komite Perbankan Senat perihal resiko dari meningkatnya defisit neraca pembayaran.

"Kita adalah negara pengutang dengan tabungan nol, dan menyerap tabungan negara lain dalam jumlah yang sangat besar. Defisit perdagangan yang besar dan terus bertambah ini merupakan petanda ketidakseimbangan dalam perekonomian nasional dan ekonomi dunia yang tidak dapat berlanjut."


Hal ini semakin membuktikan bahwa sistem kapitalisme sendiri secara tidak langsung telah diakui banyak pihak sebagai sistem yang membawa kehancuran dunia, cepat atau lambat.

wallahu'alam

Friday, June 18, 2010

Permasalahan Gaza: Bukan Sekedar Permasalahan Kemanusiaan

“Mereka (muslim) mendiami wilayah yang luas dan sumber daya alam yang kaya. Mereka mendominasi lalu lintas perjalanan dunia. Tanah mereka adalah pusat peradaban dan agama. Mereka memiliki satu keyakinan, satu bahasa, satu sejarah dan satu aspirasi. Tidak ada batas alam yang mampu memisahkan mereka, satu dari lainnya..kalau saja, bangsa mereka bisa tersatukan dalam satu negara, ia akan menggenggam nasib dunia dan memisahkan Eropa dari belahan dunia lainnya. Mengingat betapa pentingnya masalah ini, entitas asing perlu ditancapkan di jantung mereka agar mereka tidak akan pernah bisa bersatu dan menghabiskan energi mereka dalam peperangan yang tidak berkesudahan. Entitas itu juga bisa menjadi alat bagi Barat untuk mendapatkan apa yang sangat dia idam-idamkan.”
(Perdana Menteri Henry Bannerman dalam Laporan Campbell-Bannerman terbit di tahun 1907)

Insiden Mavi Marmara yang terjadi pada Senin lalu (31/5) –atas penyerangan militer Israel kepada relawan yang tergabung dalam rombongan Freedom Flotilla yang membawa misi bantuan kemanusiaan untuk rakyat Gaza– semakin membuka mata dunia bagaimana watak/karakter militer Israel yang sebenarnya. Setiap terjadi insiden yang berkaitan dengan Palestina dan Israel, baik secara langsung maupun tidak langsung, setiap kali itu pula akan menuai kecaman, aksi protes, dan yang sejenisnya hampir di seluruh dunia. Tapi kecaman-kecaman dan aksi-aksi solidaritas ini akan hilang ditelan waktu, pada saat yang sama Israel tetap membombardir Palestina khususnya di jalur Gaza hingga hari ini.

Masihkah kita ingat penyerangan Israel terhadap Palestina pada akhir tahun 2008 silam? Sudah lupakah kita terhadap respon dunia atas penyerangan Israel terhadap Gaza yang menyebabkan syahidnya ribuan warga Gaza? Lupakah kita pada tindakan kecaman, pengusiran diplomat Israel di berbagai negara? Lupakah kita ketika Israel "menghentikan" serangannya atas Gaza yang dilanjutkan dengan perintah investigasi oleh sekjen PBB, Ban Ki-moon. Masih terekam apa yang dikatakan Ban Kin-moon saat itu,

"I have protested many times. I am today protesting again in the strongest terms. I have asked (for a) full investigation and (to) make those responsible people accountable,"

"I am just appalled. I am not able to describe how I am feeling. This was an outrageous and totally unacceptable attack against the United Nations."

Pernyataan Ban Ki-moon saat itu nyatanya tidak berefek apapun. Israel tetap saja "tidak tersentuh" oleh dunia. Israel layaknya sedang mempermainkan dunia! Dia bisa dengan sesuka hati menghabisi siapa pun yang ingin ia hancurkan tanpa perlu peduli dengan berbagai kecaman yang dilontarkan kepadanya. Hal ini tentu karena Israel sangat yakin bahwa tidak ada yang bisa menghentikan apapun yang ingin dilakukannya. Dunia seolah berjalan sesuai dengan skenario yang diinginkan Israel.

Begitupun dengan opini yang selalu beredar ketika terjadi tragedi di Palestina yaitu ‘permasalahan di Palestina adalah tragedi kemanusiaan, bukan permasalahan agama!’

Sekilas, mungkin pernyataan ini nampak benar adanya. Toh, yang menjadi korban –khususnya pada insiden Mavi Marmara - tidak hanya berasal dari Muslim, non-Muslim pun turut menjadi korban. Atau mereka yang mengecam dan mengutuk serangan Israel atas Palestina pun tidak hanya datang dari umat Islam, tetapi juga datang dari kalangan non-Muslim.

Mengapa opini yang digiring demikian? Apakah banyak yang menyadari pernyataan tersebut memiliki konsekuensi tertentu? Apa masalahnya ketika kita mengangkat permasalahan di Palestina sebagai isu keagamaan bukan semata-mata isu kemanusiaan?

Indonesia sebagai negeri dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, tentunya tidak asing dengan istilah jihad yang bermakna perang (walaupun makna ini semakin hari perlahan-lahan digeser sekedar "bersungguh-sungguh" dan meninggalkan makna syara nya yang berarti perang). Serangan Israel pada akhir tahun 2008 lalu saja cukup menggambarkan potensi yang dimiliki kaum muslim. Seruan jihad (perang) melawan Istael menggaung di seluruh penjuru dunia. Coba bayangkan jika seluruh pemimpin dunia (negeri-negeri kaum muslim) menggerakkan seluruh pasukannya baik sipil maupun militer untuk melawan Israel?! Apakah Israel dapat memenangkan peperangan? Apakah Israel masih berani untuk menggunakan senjatanya untuk menyerang Gaza? Masihkah Israel berani memblokade Gaza? Pikirkanlah dengan akal sehat! Dengan kekuatan militer yang dimiliki oleh negeri-negeri muslim, Israel pasti akan kalah telak! Lalu kini apa yang dilakukan oleh penguasa-penguasa di negeri-negeri muslim? Tidak lain mereka hanya menyimpan tentara-tentara mereka layaknya pajangan yang digunakan hanya ketika ada upacara kenegaraan! Masihkah mereka layak disebut tentara?!

Sungguh sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh pemimpin kaum muslimin yang sesungguhnya! Pada masa pemerintahan khalifah Al-Mu’tashim, ketika seorang wanita di kota Ammuriah (letaknya antara Iraq dan wilayah Syam) yang dinodai kehormatannya oleh seorang pembesar Romawi, ia kemudian berteriak : " dimana engkau wahai Mu’tashim?" Maka tak lama setelah berita teriakan wanita itu sampai ke telinga khalifah, ia segera memberikan bantuan dengan mengerahkan pasukan kaum muslimin yang ujung barisannya berada di kota Ammuriah, sedangkan ekornya berada di kota Baghad Iraq. Kehormatan seorang wanita saja begitu dijaga oleh seorang khalifah! Lalu kini bagaimana dengan Gaza?! Korban disana tidak hanya satu, tapi ratusan ribu! Konflik pun berlangsung bukan hanya saat ini, tapi telah berlangsung puluhan tahun! Dengan skenario dunia yang terus berulang seperti ini, mungkinkah konflik di Palestina dapat berakhir?!

Mengalihkan isu konflik Palestina sekedar sebagai konflik kemanusiaan hanya melanggengkan konflik itu sendiri. Wahai kaum muslimin tidakkah kalian sadar atas potensi yang kalian miliki?! Bahkan pada tahun 1907, perdana menteri Inggris, Henry Bannerman telah menyatakan "...kalau saja, bangsa mereka bisa tersatukan dalam satu negara, ia akan menggenggam nasib dunia..."

Apa yang dapat menyatukan kaum muslimin dalam satu naungan negara jika bukan daulah khilafah islam di bawah kepemimpinan seorang khalifah? Menggiring isu Palestina sama saja dengan membawa isu ini menuju persatuan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Apakah ada pihak-pihak tertentu yang tidak menginginkan ini terjadi hingga isu kemanusiaan lebih ditonjolkan dibandingkan isu agama? What do you think?

Sunday, June 6, 2010

Tidak Ada yang Dapat Menghentikan Israel Kecuali Perang!!!

Black Monday. Setelah terjadinya serangan Israel pada kapal kemanusiaan Mavi Marmara yang bertolak dari Turki dan mengangkut bantuan sebanyak 10.000 ton serta relawan yang berasal dari 50 negara, hampir semua negara dari berbagai belahan dunia mengecam dan mengutuk keras aksi yang dilakukan tentara Israel yang terjadi pada Senin, 31 Mei 2010. Rakyat Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar pun tidak ketinggalan melakukan aksi pengecaman dengan turun ke jalan dan mendesak pemerintah untuk berperan aktif menyelesaikan permasalahan ini. Banyak orang yang bersimpati dan merasa bahwa aksi brutal Israel tidak bisa lagi dibiarkan dan ditoleransi. Seperti yang dikatakan banyak pihak, misi ini tidak berhubungan dengan masalah pertikaian antar agama. Dr. Huwaida Arraf, yang merupakan Ketua Free Gaza Movement dan koordinator misi kemanusiaan Freedom Flotilla ke Gaza, menegaskan berulang kali bahwa isu Palestina-Israel bukan isu agama, walaupun terdapat keterkaitan agama dengan wilayah itu. Dalam pernyataannya, dia menyatakan bahwa isu ini menyangkut kebijakan yang mendiskriminasi, yang memaksa rakyat Palestina mengakui negara yahudi di wilayah yang semula adalah wilayah Palestina. (Kompas, Rabu, 2 Juni 2010)

Kebiadaban Israel, bahkan terhadap misi kemanusiaan telah membuka mata dan menyita perhatian banyak pihak di seluruh dunia untuk segera menghentikan blokade terhadap Gaza dan aksi brutal terhadap rakyat Palestina. Amerika Serikat sebagai sekutu terdekat Israel pun didesak untuk tidak terus memberikan perlindungannya bagi Israel. Kenyataannya, Amerika tidak mengambil dan mungkin tidak akan pernah mengambil banyak tindakan efektif atas apa yang terjadi. Seperti yang telah dinyatakan oleh Hillary Clinton, menteri luar negeri AS pemerintahan Barack Obama, bahwa Amerika akan selalu melindungi keamanan Israel, dan hal ini tidak tergoyahkan lagi. Seorang pejabat senior Pentagon juga mengkonfirmasikan bahwa komitmen Amerika Serikat selama bertahun-tahun untuk menjaga keamanan Israel tidak akan pernah berubah. Dalam sebuah pidato konferensi tahunan keempat tentang keamanan AS, Michele Flournoy yang merupakan orang nomor tiga yang bertanggung jawab di Pentagon menyatakan, "adalah kepentingan kami untuk berinvestasi terkait keamanan Israel, dan juga merupakan kepentingan kami untuk membantu memecahkan masalah di Timur Tengah." Mengenai tragedi yang terjadi diatas kapal Mavi Marmara, Michele menyatakan bahwa insiden tersebut merupakan insiden yang tragis dan ia mengatakan bahwa perlu adanya usaha mencari cara untuk memberikan bantuan kepada penduduk Gaza yang terblokade. Pemerintah Amerika selama ini hanya berupaya untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Timur Tengah melalui jalur diplomasi. Melalui jalur ini, akan lebih banyak kompromi dan negosiasi yang dilakukan sehingga masalah yang sangat urgen hanya akan diselesaikan dengan solusi-solusi yang tidak memberikan penyelesaian secara keseluruhan.

Banyak orang bersuara untuk menekan negara-negara Islam yang tergabung dalam OKI agar bersatu menyelamatkan Palestina dan menekan PBB, yang pada prinsipnya, sebagai lembaga perdamaian dunia untuk ikut menangani masalah ini. Sekali lagi, OKI dan Liga Arab pun tidak banyak bertindak. Tekanan-tekanan yang dilakukan oleh negara Islam pun tidak banyak berpengaruh untuk mengadili Israel di Mahkamah Internasional. Negara Arab-Muslim ini pun hanya sibuk mengutuk keras dan mengecam.


Belajar dari Sejarah

Sejarah memberikan pelajaran berharga kepada kita. Keluarnya resolusi PBB ditentukan oleh sikap negara pemilik hak Veto terutama AS. Selama ini banyak resolusi terhadap Israel yang kandas karena diveto AS termasuk resolusi terhadap Israel atas invasi ke Gaza yang menewaskan lebih dari 1300 orang termasuk banyak diantaranya wanita, anak-anak dan orang tua. Sementara dalam kontek kejahatan yang sekarang, AS yang merupakan konco akrab Israel itu hanya mengeluarkan pernyataan basa-basi mengutuknya dan mengecam Israel dengan nada halus. Tercatat sejak tahun 1972 sampai tahun 2009, sudah lebih dari 68 resolusi PBB yang berhubungan dengan eksistensi israel di palestina diveto amerika. Ini belum termasuk resolusi setelah tahun tersebut plus resolusi terakhir saat israel melancarkan agresinya di gaza. Jadi kembali menyerahkan dan mengharap PBB mengeluarkan resolusi atas kejahatan Israel termasuk di dalamnya tindakan tegas, maka itu adalah sia-sia dan seakan main-main saja, selama AS masih terus mengangkangi keputusan PBB dengan hak vetonya.

Bahkan jika pun resolusi itu berhasil dikeluarkan oleh PBB, apakah akan efektif menindak Israel atas kejahatannya itu? Lagi-lagi sejarah menunjukkan bahwa resolusi PBB itu seakan hanya efektif diberlakukan terhadap negeri-negeri islam namun melempem dan tumpul terhadap Israel. Sejak berdirinya Israel sudah melanggar lebih dari 85 resolusi PBB, namun tidak ada satupun tindakan tegas dijatuhkan terhadap Israel. Maka lagi-lagi sejarah dengan gamblang mengatakan resolusi PBB tidak akan berarti apa-apa. Karena itu menggantungkan tindakan tegas dan hukuman terhadap Israel kepada PBB dengan resolusinya adalah sia-sia. Kenyataan itu sudah diketahui oleh semua orang. Para penguasa dan politisi pasti sangat mengetahui kenyataan itu. Lalu kenapa sesuatu yang sudah jelas tidak efektif itu masih saja diupayakan dan dijadikan sandaran harapan?

Hal yang sama ketika mengharapkan dilakukannya investigasi independen dan kredibel terhadap serbuan Israel atas kapal kemanusiaan itu. Pertanyaannya, akankah itu bisa melahirkan tindakan tegas terhadap Israel? Perlu diingat tahun 2009 lalu terjadi invasi Gaza oleh Israel, invasi yang lebih brutal menewaskan lebih dari 1400 orang dan banyak diantaranya wanita, anak-anak dan orang tua, dan melukai lebih dari 5000 orang. Setelah itu dilakukan investigasi oleh sebuah komite yang diketuai oleh Goldstones dan menghasilkan laporan dan rekomendasi yang dikenal Goldstone Report. Goldstone Report benar-benar membuktikan Israel melakukan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap korban-korban yang tak bersalah. Namun toh laporan itu ditolak oleh pemerintah Amerika dan dicegah untuk diajukan ke Dewan Keamanan PBB dan Pengadilan Internasional. Akhirnya investigasi dan laporan itupun menjadi lembaran kertas tidak berguna. Maka sejarah kembali mengatakan dengan keras dan tegas bahwa investigasi meski dilakukan atas perintah DK PBB sekalipun tidak akan melahirkan tindakan tegas terhadap Israel. Hasilnya pun sering kali kandas dan jika pun keluar maka tidak akan digubris oleh Israel. Pasalnya puluhan resolusi PBB yang sifatnya lebih mengikat dan lebih kuat saja dilanggar dan tak digubris oleh Israel apalagi semua rekomendasi dan keputusan yang lebih rendah dan lebih lemah. Lagi-lagi jalan ini hanyalah sia-sia.

Sama sia-sianya menyeru negara-negara OKI untuk berkumpul dan mengambil tindakan terhadap Israel. Pada juli 2006 resolusi 57 negara anggota OKI kepada PBB tentang kecaman terhadap yahudi israel yang disetujui oleh DK PBB, diveto oleh AS. Artinya 57 negara menghadapi satu negara AS pun tidak mampu. Negara-negara OKI bukannya tidak memiliki kekuatan riil atau kekuatan militer yang cukup untuk menindak Israel. Namun yang ada adalah tidak adanya kemauan untuk menggunakan kekuatan itu dalam menindak Israel. Paling banter yang bisa dihasilkan oleh OKI hanyalah kecaman dan kutukan, tidak lebih. Tentu saja semuanya akan tak digubris oleh Israel. Begitu pula segala upaya diplomasi melalui lembaga-lembaga lainnya.

Sejarah puluhan tahun telah membuktikan, segala upaya diplomasi selalu gagal dalam menindak dan menghukum Israel. Serangan Israel terhadap kapal kemanusiaan dan aktivis di atasnya membuktikan bahwa Israel sama sekali tidak mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan. Juga menunjukkan bahwa satu-satunya bahasa yang dipahami oleh Israel adalah bahasa perang. Karenanya hanya bahasa perang sajalah yang akan bisa diperhatikan oleh Israel.

Kesatuan Kaum Muslim adalah Solusi!

Tanah itu bukan milikku, tetapi milik ummatku
Khalifah Abdul Hamid II, 1897)

Nasihati Dr. Hertzl supaya jangan meneruskan rencananya.
Aku tidak akan melepaskan walaupun segenggam tanah ini (Palestina),
karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam.
Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini
dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka.
Yahudi silakan menyimpan harta mereka.
Jika Daulah Khilafah Utsmaniyah dimusnahkan pada suatu hari,
maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya.
Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku
daripada melihat Tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Daulah Islamiyah.
Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi.
Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup

Khalifah Abdul Hamid II, 1902)

Inilah pernyataan Khalifah kaum muslimin sebelum Khilafah Islam dihapuskan oleh laknatullah Musthafa Kamal di Turki tahun 1924. Isi pernyataan ini menggambarkan ketegasan kaum muslimin yang diwakili oleh Khalifahnya dalam memandang wilayah kesatuan kaum muslim.

Sebuah pertanyaan sederhana, jika kita mengamati peta Israel-Palestina, terlihat Gaza terisolasi oleh Israel, Mesir, dan Laut Mediterania. Begitupun Israel, Israel terisolasi oleh Laut Mediterania, Libanon, Yordania, Mesir, Gaza, dan Tepi Barat. Israel tidak mungkin dapat mengisolasi Gaza jika Mesir mau membuka pintu perbatasannya! Lalu sekarang apa yang telah dilakukan oleh pemerintahan Mesir?
Bukankah Israel pun dikelilingi oleh negeri-negeri dengan mayoritas penduduk Muslim? Lalu kenapa, tidak dilakukan blokade terbalik??! Selamatkan kaum Muslimin di Gaza dan hancurkan Israel yang terus saja melakukan genosida terhadap kaum muslim Palestina!

Inilah yang terjadi ketika kaum muslim terjebak dengan batasan nasionalisme!! Ikatan akidah Islam yang mempersatukan mereka terbatas hanya dengan sekedar garis perbatasan! Jika bukan Khilafah Islam yang akan mempersatukan seluruh kaum Muslimin, menyatukan seluruh kekuatan militer mereka untuk menghancurkan Israel, maka tolong tunjukkan kepada kami solusi lain yang lebih realistis dari ini!!!

Saturday, June 5, 2010