Tuesday, July 7, 2009

Pemilu Tanpa Perubahan

Pemilu datang lagi. Tidak terasa lima tahun telah berlalu bersama kepemimpinan SBY sebagai pemenang pemilu eksekutif tahun 2004. Di tahun 2009 ini, rakyat Indonesia kembali menaruh harapannya pada Pemilu sebagai pesta terbesar demokrasi. Rakyat berharap dengan Pemilu ini dapat terjadi perubahan yang lebih baik dari kondisi saat ini. Harapan yang sama terhadap Pemilu yang diselenggarakan sebelumnya dari tahun 1955 sampai tahun 2004 kemarin. Rakyat tidak sadar bahwa proses pengharapan ini terus terulang selama lima tahun sekali dan telah menjadi rutinitas dalam menghadapi Pemilu. Kondisi yang terus berulang seperti ini seharusnya dapat menyadarkan masyarakat ada sesuatu yang salah dengan kondisi ini.

Pemilu yang kita jalani selama ini adalah proses perubahan “aktor” kepemimpinan. Saya yakin semua orang setuju dengan pernyataan ini. Kalau pun presidennya masih sama, pelaku-pelaku lainnya berubah. Bisa jadi wakil presidennya sebagai orang terdekat saat menjalankan pemerintahan pun berubah. Begitu pula sebaliknya, bisa jadi presidenya berubah, namun aspek yang lain masih tetap sama. Hal inilah yang perlu disoroti. Apakah cukup mengubah kondisi bangsa dengan mengubah “aktor”-nya saja?

Indonesia sudah lima kali mengganti aktor kepemimpinan dan 10 kali melewati proses Pemilu, tapi tidak ada kemajuan yang signifikan. Indonesia tetap disebut sebagai negara berkembang. Kapan Indonesia bisa menjadi negara maju? Butuh berapa lama untuk berkembang? Sedangkan Indonesia sudah “merdeka” hampir 64 tahun.

Banyaknya pengalaman yang telah dilalui seharusnya menjadi pelajaran bagi kita bahwa sekali pun terjadi perubahan aktor pada Pemilu ini dan sekali pun proses Pemilu diubah menjadi Pemilu langsung seperti Pemilu 2004 dan 2009 ini, kondisi Indonesia tetap tidak akan berubah. Indonesia tetap akan menjadi negara berkembang yang senantiasa mengekor pada negara maju dan sudah cukup senang dengan mendapat “pujian” dari negara maju. Mengapa begitu, padahal sudah susah payah melakukan Pemilu dan mengeluarkan hampir Rp 50T untuk biaya Pemilu, tapi tetap tidak ada kemajuan?

Ini dikarenakan Pemilu tidak menghasilkan perubahan sistem. Siapapun aktornya, sistemnya tetap sama, yaitu demokrasi. Demokrasi itu hanyalah sistem buatan manusia yang jika salah maka kesalahan itu ditambal sampai –harapannya- tidak ada kesalahan lagi. Begitu seterusnya sampai rakyat dianggap sejahtera. Sayangnya, pada sistem demokrasi tetap terjadi hukum rimba, yang kuat (baca:punya uang) yang menang sehingga rakyat dianggap sejahtera jika orang-orang kuat ini sejahtera dan secara aman dapat menjalani hidup sampai akhir hayatnya.

Karena itu, sistem yang telah menyengsarakan kita selama kurang lebih 60 tahun ini wajib kita ganti dengan sistem yang sempurna, yang jauh lebih baik bukan hanya bagi kita sebagai rakyat Indonesia, tapi bagi seluruh manusia. Kritik fundamental terhadap sistem demokrasi pun harus terus dilakukan.

Sistem Islam yang sempurna ini tentu saja adalah sistem yang dibuat oleh Yang Maha Sempurna, yang menciptakan manusia dan seluruh alam semesta, yaitu Alloh swt. Alloh telah memberikan Islam agar manusia mendapat rahmat. Mengapa tidak kita ambil apa yang telah Alloh berikan? Tentu saja kita sebagai umat Muslim sudah memeluk Islam, tetapi ada satu hal yang belum kita lakukan, yaitu menerapkan Islam bukan hanya dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat kita tapi juga dalam kehidupan bernegara kita, karena Islam adalah agama yang sempurna dan disinilah letak kesempurnaan Islam.

Kesimpulan

Pemilu tidak akan membawa pada perubahan jika sistem yang dijalankan setelah Pemilu ini masih sistem yang rusak. Pemilu hanya akan menjadi hal yang sia-sia saja. Oleh karena itu, harus dilakukan perubahan sistem kecuali masyarakat Indonesia tidak mau berubah untuk bangkit dari keterpurukan, dan pilihan terakhir inilah sebodoh-bodohnya pilihan bagi manusia berakal.

0 comments: