Friday, November 18, 2011

LiKa cHapter 9

Menapaki Jalan Perubahan, Jalan Dakwah

Dan telah berkata Al-Hasan (Al-Hasan Al-Basri) kepada Mutorrif ibn ‘Abdillah: nasihatilah sahabat-sahabatmu. Maka dia menjawab: “sungguh aku takut mengatakan apa-apa yang tidak aku lakukan”. Kata Al-Hasan: semoga Allah merahmatimu!. Siapa diantara kita yang mengerjakan (semua) apa yang ia katakan! dan syaitan senang (kalau) ia sungguh-sungguh berhasil dalam hal ini, sehingga tiada seorang pun yang berani menyuruh perkara yang ma’ruf dan mencegah perkara mungkar.

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” ( ar-Rum : 41)

“Maka jika datang kepadamu petunjuk daripadaKu, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjukKu, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia, “ Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman, “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.” ( Thaaha :123-126)

Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada sebuah kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (TQS Ar Ra’du 11)

Setidaknya beberapa ayat yang merupakan wahyu Allah di atas cukup untuk mengingatkan kita tentang krisis multidimensi yang kita hadapi saat ini dan bagaimana solusinya. Semua krisis yang terjadi adalah akibat jauhnya manusia dari penerapan petunjuk yang sudah Allah berikan dalam Islam. Bangsa kita justru mengambil konsep bermasyarakat yang berasal dari kapitalisme sekuler, sebuah ideologi yang berasal dari keterbatasan akal manusia. Sebuah ideologi yang kemudian tidak menempatkan manusia pada posisinya sebagai manusia, ideologi yang merendahkan manusia. Satu-satunya jalan adalah kembalinya manusia khususnya bangsa ini pada petunjuk Allah, yaitu sistem Islam yang akan memecahkan setiap permasalahan manusia dan menempatkan manusia pada posisinya sebagai makhluk Allah di muka bumi. Agar manusia menyadari semua ini, maka harus ada kesamaan persepsi di tengah manusia khususnya bangsa ini untuk menjadikan Islam sebagai sistem hidup yang digunakan dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Kesamaan persepsi ini hanya akan ada dengan adanya proses interaksi pemikiran yang dilakukan oleh orang-orang yang sebelumnya sudah menyadari kebutuhan akan Islam dan memiliki pemahaman tentang Islam. Proses interaksi ini yang disebut dengan dakwah. Dengan adanya proses dakwah, maka umat Islam akan kembali pada posisi awal sebagai umat terbaik:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (TQS. Ali ‘Imran [3] : 104)

Mengenal Dakwah dan Keutamaannya

Dakwah adalah upaya membuat seseorang cenderung ada suatu pemikiran tertentu, sehingga orang tersebut melakukan apa yang disebutkan dalam pemikiran tersebut. Dakwah adalah sebuah kewajiban yang sudah Allah tetapkan pada kita, baik laki-laki maupun perempuan. Allah sudah membimbing kita dalam melakukan proses dakwah, Allah SWT berfirman:

Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhya Tuhanmu, Dialah yang Maha Mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (TQS. an-Nahl [16]: 126)

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (TQS. at-Taubah [9] : 71)

Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (TQS. Al Hijr [15] : 94)

Dakwah juga memiliki posisi yang sangat penting di tengah masyarakat, yaitu menjaga masyarakat agar tidak jatuh dalam jurang kehancuran. Rasulullah SAW. bersabda :

Perumpamaan orang yang menjaga dan menerapkan batas (peraturan Allah adalah laksana kelompok penumpang kapal yang mengundi tempat duduk mereka. Sebagian mereka mendapat tempat di bagian atas, dan sebagian yang lain di bagian bawah, jika mereka membutuhkan air, maka harus berjalan melewati bagian atas kapal. Maka merekapun berujar , “bagaimana jika kami lubangi saja bagian bawah kapal ini(untuk mendapatkan air), toh hal itu tidak menyakiti orang yang berada di bagian atas.” Jika kalian biarkan mereka berbuat menuruti keinginan mereka itu, maka binasalah mereka, dan seluruh penumpang kapal itu. Tetapi jika kalian cegah mereka, maka selamatlah mereka dan seluruh penumpang yang lain. (HR. Bukhari)

Perumpamaan orang-orang muslim, bagaimana kasih sayang dan tolong menolong terjalin antar mereka, adalah laksana satu tubuh. Jika satu bagian merintih merasakan sakit, maka seluruh bagian tubuh akan bereaksi membantunya, dengan berjaga (tidak tidur) dan bereaksi meningkatkan panas badan (demam). (HR. Muslim)

Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemunkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, dan apabila ia tidak mampu,maka hendaklah ia mengubahnya dengan lisannya, dan apabila ia tidak mampu, maka hendaklah mengubahnya dengan hatinya. Dan sesungguhnya hal itu merupakan selemah-lemahnya iman. (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Ar Turmudzi, An Nasa’i, Ibnu Majah, dari Abi Sa’id Al Khudriy)

Balasan bagi para pengemban dakwah pun sangat besar, bahkan pahalanya akan senantiasa mengalir walaupun pengemban dakwah itu sudah tutup usia.

Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk/kebaikan maka ia mendapat pahala seperti pahala-pahala orang yang mengikutinya, dan yang demikian itu tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. (An Nawawy dalam Riyadhus Shalihin)

Rasulullah SAW. pernah bersabda kepada ‘Ali ra :

Demi Allah, seandainya Allah memberi petunjuk kepada seseorang lantaran ajakanmu maka itu lebih baik bagimu daripada menyedekahkan ternak yang merah-merah. (An Nawawy dalam Riyadhus Shalihin)

“Seandainya Allah memberi hidayah pada seseorang melalui usaha anda, maka itu lebih baik dari dunia dan segala isinya. “ (al-hadits)

Kedudukan dan derajat seorang Muslim tidaklah sama dengan Muslim yang lainnya. Seorang mukmin yang mengemban dakwah posisinya mendekati Rasul dan para sahabat, karena mereka melakukan apa yang dilakukan oleh Rasul dan para sahabat, yaitu menyampaikan dan mempejuangkan tegaknya risalah Islam. Aktivitas mereka ini, seca mutlak merupakan aktivitas yang paling utama dan paling mulia di antara aktivitas seluruh makhluk yang ada. Janji atas Rasul dan para sahabat adalah surga.

Dan orang-orang yang beriman paling dahulu, Mereka itulah yang didekatkan kepada Allah, Berada dalam jannah kenikmatan. (TQS.al-Waqi’ah [56]: 10-12).

Oleh karena itu, apabila seorang Muslim senantiasa berupaya meneladani dan mengikuti jejak langkah mereka—yakni dengan menyebarluaskan petunjuk Allah, mengajarkan syariat-Nya, dan mengemban dakwah—maka tidak diragukan lagi bahwa mereka telah menduduki derajat atau kedudukan para Nabi dan para Rasul di surga kelak, meskipun tentu saja bahwa para Nabi dan para Rasul memiliki derajat yang paling tinggi dan kedudukan paling utama karena mereka merupakan manusia pilihan Allah sekaligus mendapatkan wahyu dariNya. Namun demikian, aktivitas yang dilakukan seorang pengemban dakwah jelas mendekati aktivitas yang dilakukan para Nabi dan para Rasul. Demikian pula setiap ucapannya, merupakan ucapan yang paling utama dan paling baik. Allah swt berfirman

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (TQS. Fushshilat [41]: 33).

Bahkan, ketika saat ini kita memegang dan memperjuangkan Islam, kita akan mendapatkan pahala 50 kali pahala para sahabat.

Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari di mana orang yang sabar ketika itu seperti memegang bara api. Mereka yang mengamalkan sunnah pada hari itu akan mendapatkan pahala lima puluh kali dari kalian yang mengamalkan amalan tersebut”. Para Shahabat bertanya: “Mendapatkan pahala lima puluh kali dari kita atau dari mereka?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab: “Bahkan lima puluh kali pahala dari kalian” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Hakim)

Keteladanan pada Diri Seorang Pengemban Dakwah

Setiap Muslim wajib mengemban dakwah dan setiap pengemban dakwah wajib merepresentasikan dan mewujudkan Islam dalam dirinya, baik dalam ucapannya, perilkunya, maupun sifat-sifatnya. Apabila Islam tidak tercermin dan terwujud dalam ucapan, perilaku dan sifat-sifatnya, ia tidak bisa disebut sebagai seorang pengemban dakwah, ia hanya seorang Muslim kebanyakan. Seorang pengemban dakwah idealnya adalah cermin/representasi/perwujudan Islam satu-satunya yang real ketika Daulah Islamiyah-sebagai cermin/representasi/perwujudan dari Islam yang paling besar-tidak ada. Karena itu, seorang pengemban dakwah, ketika berkata, wajb hanya mengucapkan pemikiran dan hukum-hukum Islam saja atau yang tidak bertentangan dengan Islam, ketika berperilaku, wajib hanya melakukan hal-hal yang sesuai dengan Islam semata. Di samping itu, ia pun wajib menyifati dirinya hanya dengan sifat-sifat yang Islami dan akhlak yang terpuji semata. Ia tidak boleh menghiasi dirinya dengan sifat-sifat dan akhlak yang tercela. Sifat-sifat yang terpuji dan dituntut Islam harus ia sukai dan ia miliki. Sebaliknya, sifat-sifat yang tercela dan dilarang Islam harus ia benci dan ia jauhi. Seorang Muslim tidak layak disebut sebagai pengemban dakwah jika ia tidak memiliki salah satu saja dari ketiga aspek-ucapan, perilaku, dan sifat-di atas. Sebab, dalam keadaan Daulah Islamiyah tidak ada, seorang pengemban dakwah adalah cermin/representasi/perwujudan nyata dari Islam saat ini. Dia adalah teladn sekaligus imam bagi umatnya. Sejauh mana Islam terwujud dalam ucapan, perilaku, dan sifat-sifatnya, maka sejauh itu pula dakwanya akan berjalan baik dan berhasil.

Karena itu, untuk dapat mencapai kedudukan semacam ini, seorang pengemban dakwah harus selalu menjaga dirinya agar ia hanya mengucapkan yang benar, hanya berperilaku yang Islami, dan hanya menunjukkan sifat-sifat yang dituntut oleh syariat. Jika tidak, berarti kedudukannya sebagai pengemban dakwah hanyalah sekedar klaim kosong semata. Keadaan ini persis seperti sejumlah negara di Dunia Islam yang ada saat ini, yang mengklaim sebagai negara Islam, padahal sebenarnya bukan. Islam sama sekali tidak tercermin baik di dalam negeri (dengan diterapkannya syariat Islam secara total) maupun dalam hubungan uar negerinya (dengan mengemban dakwah dan jihad). Negara-negara tersebut tidak lebih sebagai negara-negara kufur, yang bukan saja tidak berdakwah, tetapi bahkan amat suka memerangi dakwah Islam dan para pengembannya.

Dengan demikian, setiap pengemban dakwah harus memahami bahwa dirinya merupakan representasi tau perwujudan Islam satu-satunya di tengah ketiadaan Daulah Islamiyah sebagai representsai atau perwujudan Islam yang paling besar. Setiap pengemban dakwah harus menjadi “Islam yang Berjalan”, persis seperti para sahabat Rasulullah saw. Ia tidak boleh menganggap remeh salah satu dari ketiga aspek-yaitu ucapan, perilaku, dan sifat-yang membentuk kepribadian Islamnya selaku seorang pengemban dakwah. Karena itu, siapa saja yang mampu merepresentasikan dan mewujudkan Islam secara benar dan sempurna dalam dirinya, berarti ia layak disebut sebagai pengemban dakwah, yang akan sukses dalam aktivitasnya dan akan mampu memuaskan manusia dengan berbaga pemikiran serta hukum-hukum Islam yang diemban dan didakwahkannya. Sebaliknya, siapa saja yang tidak mampu merepresentasikan dan mewujudkan Islam dalam dirinya, ia berarti kehilangan jati dirinya sebagai seorang pengemban dakwah yang sejati. Ia tidak dipandang mampu mengemban dakwah secara kontinyu dengan menuai keberhasilan dalam dakwahnya.

Dengan demikian seorang Muslim layak disebut sebagai pengemban dakwah apabila dia selalu mengatakan sesuatu yang memang diperintahkan oleh Islam dan tidak pernah mengucapkan sesuatu yang bertentangan dengan-atau menyimpan dari-Islam. Konsekuensinya, seorang pengemban dakwah wajib menjadi seorang ‘alim (berilmu), yakni menguasai berbagai pemikiran dan hukum-hukum Islam yang wajib ia ketahui dalam kapasitasnya sebagai pengemban dakwah. Karena, orang bodoh tentu tidak akan mampu dan tidak dapat dipercaya untuk dapat menyampaikan apa yang diperintahkan oleh islam, sehingga ia pasti tidak mungkin mampu mengemban dakwah secara benar. Seorang Muslim wajib menguasai berbagai pemikian dan hukum-hukum syariat, apalagi seorang pengemban dakwah. Dalam hal ini, Allah telah mendorong setiap orang untuk menuntut ilmu, sekaligus mengagungkan kedudukan para ulama.Allah swt berfirman:

Allah pasti aka meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Allah Mahatau atas apa saja yang kalian kerjakan. (TQS. Al-Mujadillah [58]: 11)

Rasulullah saw juga bersabda

Siapa saja yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah pasti akan membukakan baginya suatu jalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat akan melebarkan sayap keridhaan bagi seorang pencari ilmu. Sesungghnya seluruh makhluk yang ada di langit maupun yang ada di bumi hingga bahkan ikan-ikan di dasar lautan akan meminta ampunan kepada Allah bagi seorang yang berilmu. Sesungguhnya keutaman seorang yang berilmu dengan seorang ahli ibadah adalah laksana keutamaan cahaya bulan purnama pada malam hari atas seluruh cahaya bintang. Sesungguhnya pula, orang-orang yang berilmu (para ulama) adalah pewaris para nabi, sementara para nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariska ilmu. Karena itu, siapa saja yang mengambil ilmu, ia berarti telah mengambil bagian yang sangat besar. (HR. Abu Dawud, Ibn Majah, at-Tirmidzi).

Bersabar dalam Dakwah

Islam muncul pertama kali dalam keadaan terasing dan akan kembali terasing sebagaimana mulainya, maka berbahagialah orang-orang yang terasing tersebut. (HR. Muslim)

Pada dasarnya, mengemban dakwah adalah identik dengan upaya menghancurkan berbagai aqidah, pemikiran, dan hukum-hukum kufur yang membelenggu umat manusia, sekaligus menggantinya dengan aqidah, pemikiran, dan hukum-hukum Allah. Mengemban dakwah adalah aktivitas yang paling mulia yang dilakukan oleh seorang manusia. Dakwah adalah sandaran terbesar bagi berbagai kebajikan serta bagi diperolehnya berbagai derajat dan kedudukan yang mulia. Semua itu tidak layak diperuntukkan bagi orang-orang yang ingin mendapatkannya dengan usaha yang mudah, pengorbanan yang sedikit, dan aman (tanpa mengalami hambatan dan gangguan). Sebab, pengemban dakwah tidak identik dengan tukang pidato hingga ketika ada cobaan yang menghadangnya lalu mundur dan menarik diri ke belakang. Sa’ad bin Abi Waqash pernah bertutur:

Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling keras/berat menrima cobaan?” Beliau menjawab, “Mereka adalah para nabi, lalu orang-orang shalih, dan kemudian orang-orang yang seperti mereka. Seseorang diuji berdasarkan kadar agamanya. Apabila ia teguh dalam agamanya, cobaan baginya akan ditambah. Apabila ia lemah dalam agamanya, cobaannya akan diperingan. Cobaan itu akan selalu dialami oleh seorang hamba sampai ia hidup di atas bumi ini dengan tidak memiliki satu dosa/kesalahan pun. (HR. an-Nasa’I, Ahmad, Ibn Majah, Ibn Hibban, ad-Darimi, al-Hakim, dan at-Tirmidzi)

Abu Sa’id al-Khudri menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda

Sesungguhnya siapa saja yang meminta dijauhkan dari cobaan/bencana, Allah akan menjauhkannya. Siapa saja yang meminta kesabaran dalam menanggung cobaan/bencana, Allah akan memberikan kepadanya kesabaran. Dan siapa saja yang meminta dicukupkan keperluannya, Allah pasti akan mencukupinya. Akan tetapi, mereka tidak aka pernah diberi anugerah yang lebih baik dan lebih luas dibandingkan dengan sikap sabar. (HR. al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i. dan at-Tirmidzi)

Demi Allah, seandainya mereka sanggup meletakkan matahari di sebelah (tangan) kananku dan bulan di sebelah (tangan) kiriku agar aku mau meninggalkan urusan (dakwah) ini, aku tidak akan meninggalkannya, sampai Allah memenangkan dakwah ini atau aku hancur karenanya. (HR. Ibn Hisyam)

Ada juga riwayat dari Miswar dan Marwan, sebagaimana dituturkan oleh at-Thabrani dan disebutkan oleh Ibn Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah, mengenai ucapan Rasulullah saw yang terkenal

Orang-orang Quraisy tidak akan menduga, demi Allah, aku akan selalu memerangi mereka demi risalah yang dengannya Allah mengutusku hingga Allah memenangkan aku atau agama ini terasing sendirian. (HR. ath-Thabrani dan Ibn Katsir)

Sesungguhnya mengemban dakwah adalah beban yang sangat berat dan pekerjaan yang tidak ringan. Akan tetapi, dengan dakwalah Allah memuliakan setiap orang yang berhak untuk mendapatkan keridoanNya, yang baik dalam memimpin dan membimbing umat manusia, serta yang mampu mengarahkan mereka pada amal Islam hingga mereka terdorong untuk mewujudkan representasi atau perwujudan terbesar Islam, yakni Daulah Khilafah ar-Rasyidah.

Seorang pengemban dakwah wajib untuk berpegang teguh pada hukum-hukum syariat serta berupaya meninggalkan dosa dan kemaksiatan sampai Allah memberikan kebaikan melalui tangannya, memuliakannya dengan menurunkan pertolongan kepada umat ini melalui usahanya, mengokohkan kedudukannya di dunia, memasukkannya ke dalam surga Firdaus, serta menempatkannya pada derajat yang sangat tinggi di Surga pada hari perjumpaan dengan Nya.

Mari Nikmati Jalan Dakwah

Menjadi pengemban dakwah adalah konsekuensi dari akidah yang kita yakini.

Mungkin terkadang kita berpikir, ah, saya akan memperbaiki diri dulu baru berdakwah.

Seandainya memang bisa demikian, mungkin Islam tidak akan sampai kepada kita di zaman ini.

Tidak, memperbaiki diri adalah satu hal, satu kewajiban. Berdakwah adalah hal lain, kewajiban yang lain. Dua kewajiban ini adalah hal yang harus kita jalankan. “ sampaikanlah dariku walau satu ayat”, begitu bunyi hadits Rasulullah SAW. Dan, berdakwah seharusnya membuat kita semakin terpacu memperbaiki diri, karena Allah berkata , “ Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”

Apa yang harus kita dakwahkan? Islam. Pemikiran Islam yang mana? Semuanya, dan khususnya adalah pemikiran Islam yang membangkitkan, pemikiran yang akan membuat manusia sadar bahwa manusia adalah hamba Allah, hamba yang harus terikat dengan apa yang ia perintahkan. Islam sebagai sebuah mabda’ (ideologi) yang harus kita sampaikan. Mari berdakwah!

1 comments:

Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kelompok ini perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu