Monday, April 4, 2011

Diktif#2


Bakteri S.A.K.A.Z.A.K.I ada di susu?


Pengisi : Rd. Rini. K

Tema : Bakteri Sakazaki

Sabtu, 26 Maret 2011

@Slasar cc Barat

Pukul 13.45 – 15.30 WIB


Riset Institut Pertanian Bogor (IPB) terhadap susu formula menunjukkan bahwa sebanyak 22,73 persen susu formula dari 22 sampel terkontaminasi Enterobacter sakazakii. Selain itu, sebanyak 40 persen makanan bayi dari 15 sampel yang diteliti dan dipasarkan pada April-Juni 2006 terkontaminasi bakteri tersebut.

Penelitian Sri Estuningsih itu dilakukan pada 2006 dan baru dipublikasikan pada Februari 2008. Hal ini jelas membuat keresahan bagi warga Indonesia, khususnya para ibu yang selama ini memberikan susu formula pada anaknya. Sehingga Pengacara bidang perlindungan konsumen dan kebijakan publik, David ML Tobing menggugat IPB, Badan Perlindungan Obat dan Makanan (POM) dan Menteri Kesehatan yang saat itu dijabat Siti Fadilah Supari karena tidak mengumumkan nama-nama susu yang tercemar tersebut.

Namun selama itu, tidak ada penanggapan yang serius. Bahkan untuk menggelar konferesi pers pun tidak ada. Namun selama empat tahun, sejak kurun 2008 sampai 2011, Badan Pengawasan Obat dan Makanan telah meriset lebih dari 100 merek susu formula. BPOM menjamin bahwa susu formula yang beredar memenuhi syarat sesuai standar internasional Codex, tidak ada satu pun yang mengandung bakteri itu.

Laporan mengenai infeksi E. sakazakii menunjukkan bahwa bakteri ini dapat menyebabkan radang selaput otak dan radang usus pada bayi Infeksi otak yang disebabkan karena E. sakazakii dapat mengakibatkan infark atau abses otak (kerusakan otak) dengan bentukan kista, gangguan persarafan yang berat dan gejala sisa gangguan perkembangan. Racun endotoxin bakteri akan menyebabkan diare, enteritis (radang usus), sepsis (keracunan yg disebabkan oleh hasil proses pembusukan), dan meningitis (peradangan pada selaput otak dan sumsum tulang belakang). Lebih dari itu, sebuah penerbitan di Korea Selatan menyebutkan, sakazakii bisa membuat korbannya mengalami kelumpuhan dan menghambat perkembangan mental. Hingga kini belum ada penentuan dosis infeksi E. sakazakii, namun sebesar 3 cfu/100 gram dapat digunakan sebagai perkiraan awal dosis infeksi . Maka wajar bagi para orang tua khawatir dan merasa resah dengan hal ini karena sangat terkait dengan kehidupan buah hati mereka.

Dari berbagai penelitian dan pengalaman di beberapa negara tersebut sebenarnya Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), United States Food and Drug Administration (USFDA) dan beberapa negara maju lainnya telah menetapkan bahwa susu bubuk formula bayi bukanlah produk komersial yang steril

Lempar tanggung jawab?

Persoalan susu formula ini sebenarnya sangat terkait dengan pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak mendapatkan perlindungan dari bahaya yang berpotensi merusak kesehatan. Hak yang harusnya bisa dijamin oleh pemerintah . saat Komisi IX DPR RI terus mendesak agar IPB membuka merek-merek susu yang pada 2003-2006 tercemar bakteri Sakazakii. “Komisi IX menuntut agar merek-merek susu tersebut segera dibuka karena masalahnya sudah berbelit-belit,” kata Riski Sadig anggota Komisi IX dari fraksi PAN. Justru Menkes mengaku tidak memiliki kewenangan untuk mengintruksikan IPB membeberkan merek susu formula itu. “Penelitinya kan IPB, jadi seharusya rektor yang mengintruksikan penelitinya untuk mempublikasikannya,”jelasnya. Namun Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr Herry Suhardiyanto beralasan etika internasional mengharuskan tidak disebutkannya merek dagang dari sampel yang diteliti.

"Wajib untuk mempublikasikan hasil penelitian, hal itu sudah dilakukan oleh penelitinya di jurnal-jurnal ilmiah internasional, namun mengumumkan sampel nama-nama susu formula melanggar etika penelitian internasional," katanya.

Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Lukman Hakim PhD ketika dimintai pendapatnya tentang etika penelitian, mengatakan, etika publikasi penelitian tergantung dari desain awal penelitian. "Soal etika ilmiah memang tidak ada yang secara eksplisit menyatakan soal itu, tapi seorang peneliti memiliki batasan soal penelitiannya yang bisa diungkapkan ke publik. Tergantung dari kontrak awal dilakukannya penelitian dan tujuan penelitian," katanya.
Peneliti ujarnya, mempunyai tiga tanggung jawab yaitu tanggung jawab ilmiah, tanggung jawab kepada pemangku kepentingan, dan tanggung jawab kepada masyarakat yang perlu dipertimbangkan.

Selain itu, Lukman yang juga pakar farmasi ini menekankan, bahwa penelitian Dr Sri Estuningsih tersebut juga merupakan studi isolasi, bukan penelitian "surveillance" yang memetakan apakah ada bakteri E Sakazakii di susu formula yang beredar di pasar. Studi surveillance, seperti yang biasa dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), urainya, membutuhkan metode penarikan sampel tertentu yang lebih luas, yang bisa menggambarkan suatu kondisi.
Pada saat itu memang belum ada standar Codex yang menetapkan susu formula tidak boleh mengandung Enterobacter sakazakii, karena aturan internasional Codex keamanan pangan dunia baru melarang adanya bakteri enterobacter sakazakii di susu formula pada Juli 2008.

"Jadi wajar saja kalau dulu banyak susu yang terkontaminasi bakteri ini. Apa lagi dalam proses produksi susu protein banyak jalan bagi munculnya bakteri dari mulai proses pengambilan susu di peternakan hingga proses di pabrik sampai ke pengiriman, sedikitnya ada delapan titik kritis sumber bakteri," katanya.Amerika Serikat juga baru menerapkan standar Codex Alimentarius Comission (CAC). tersebut pada Juli 2008, sementara Indonesia baru menerapkan standar tersebut pada Oktober 2008. Dengan adanya aturan codex itu BPOM melakukan pengambilan sampel rutin terhadap susu formula mulai 2008 yang hasilnya sudah tidak menemukan sampel yang mengandung bakteri tersebut.

Mengapa tidak bisa langsung hantam kromo, diumumkan brand-brand yang mengandung bakteri tersebut. Ya jelas semua khan ada prosedurnya, apakah sebelumnya sudah ada spesifikasi yang ditetapkan oleh dirjen POM, bahwa bakteri itu tidak boleh ada, atau itu merupakan fakta baru, yang baru dikenal di kalangan akademisi aja. Jika ternyata sudah ada ketentuan oleh POM dan ternyata produk yang mengandung bakteri tersebut masih ada, khan jelas tinggal ditanyakan ke produsen bagaimana Quality Control masing-masing produknya gimana

Geger makanan dan minuman yang mengandung bakteri dan terpapar zat berbahaya lain bukan baru kali ini saja terjadi. Sebelumnya beredarnya susu dan biskuit mengandung melamin, dan keracunan massal akibat pil antifilariasis sudah begitu meresahkan masyarakat. Kasus susu tercemar E. Sakazakii ini hanyalah indikator betapa ancaman kesehatan melalui makanan dan minuman yang beredar di pasar tidak saja telah mencapai level sangat membahayakan, tetapi juga terjadi semakin meluas. Setiap hari semakin banyak jenis produk makanan dan minuman tidak aman beredar di pasar. Dan setelah 4 tahun, pemerintah baru menngadakan konferensi pers untuk mengenai masalah bakteri sakazakii dalam susu formula ini.

Kami mengimbau masyarakat agar tidak perlu khawatir mengkonsumsi susu formula bayi," kata Kepala BPOM Kustantinah saat menggelar konferensi pers di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informasi Jakarta Pusat, Kamis 10 Februari

Mengenai penelitian tentang keberadaan bakteri ES dr. Sri Budiasih dari IPB menyatakan bahwa penelitian tersebut dilakukan tahun 2003 dengan sampling susu yang beredar pada masa itu. Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari metoda yang lebih murah dalam menemukan bakteri ES dalam susu formula. Penelitian ini baru dipublikasikan tahun 2006. "Jadi saat ini produk yang digunakan saat pengujian itu tidak beredar lagi di masyarakat. Teruskan saja minum susu formula, sejauh tidak ada keluhan khusus pada bayi," tegasnya.

ASI Ekslusif merupakan makanan terbaik bagi bayi karena mengandung zat gizi paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 450/MENKES/SK/IV/2004 yang ditetapkan tanggal 7 April 2004. Menkes menetapkan, pemberian ASI sejak umur 0 – 6 bulan dan dianjurkan dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai. BADAN POM : SUSU FORMULA BAYI AMAN DIKONSUMSI

Namun, untuk waktu 4 tahun, jelas merupakan waktu yang lama yang menunjukkan kinerja yang lamban dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini.




0 comments: