Monday, April 4, 2011

Pengumuman untuk LiKa episod 7

LiKa episod 7, insyaAllah

kamis, 7 April 2011,
di slasar farmasi lantai 2,
pukul 11.00 - 13.00 WIB
tema : L.I.B.E.R.A.L.I.S.M.E

Pembagian tugasnya
Moderator : Syifa
Notulensi dan Dokumentasi : Dinan

Sebagian bahan kajiannya :

Istilah liberalisme berasal dari bahasa latin yaitu liber yang artinya bebas atau merdeka. Pakar sejarah Barat biasanya menunjuk moto Revolusi Prancis 1789-kebebasan, kesetaraan, persaudaraan (liberte, egalite, fraternite) sebagai piagam agung (magna charta) liberalisme modern. Sebagaimana diungkapkan oleh H. Gruber, “prinsip liberalisme yang paling mendasar ialah pernyataan bahwa tunduk kepada otoritas-apapun namanya-adalah bertentangan dengan hak asasi, kebebasan dan harga manusia-yakni otoritas yang akarnya, aturanyya, ukurannya dan ketetapannya ada di luar dirinya”.

Paham liberalism mencakup tiga hal. Pertama, kebebasan berfikir tanpa batas alias free thinking yaitu kebebasan memikirkan apa saja dan siapa saja. Kedua, senantiasa meragukan dan menolak kebenaran alias sophisme. Dan ketiga, sikap longgar dan semena-mena dalam beragama, bias dianalogikan dengan keadaan seseorang yang tidak mau dikatakan kafir walaupun dirinya sudah tidak committed lagi pada ajaran agama.

Pada abad ke-15 dan ke-16, liberalism telah dikembangkan oleh para pemikir dan cendikiawan di Inggris (Locke dan Hume), di Prancis (Rousseau dan Diderot) dan di Jerman (Lessing dan Kant). Gagasan ini banyak diminati oleh elit terpelajar dan bangsawan yang menyukai kebebasan berfikir tanpa batas. Sebagaimana dinyatakan oleh Germaine de Stael dalam karyanya, “Consideration sur les principaux evenements de la Revolution francaise (1818)”, kaum liberal menuntut kebebasan individu seluas-luasnya, menolak klaim pemegang otoritas Tuhan, dan menuntut penghapusan hak-hak istimewa gereja maupun raja.

Pemikiran-pemikiran dan pesan-pesan yang dijual para tokoh liberal itu sebenarnya kurang lebih sama. Ajaran Islam harus disesuaikan dengan perkembangan zaman, Al-Qur’an dan Hadits mesti dikritisi dan ditafsirkan ulang menggunakan pendekatan historis,dan lainnya. Perlu dilakukan modernisasi dan sekularisasi dalam kehidupan beragama dan bernegara, tunduk pada aturan pergaulan internasional berlandaskan hak asasi manusia, pluralism dan lainnya. Terdapat ungkapan Binder, “liberalism treats religion as opinion and, therefore tolerates diversity in precisely those realms that traditional belief insist upon without equivocation.” Maka wajarlah jika kemudian ia menilai bahwa, “Islam and liberalism appear to be in contradiction.”

Satu hal yang menonjol dari kelompok liberal adalah keyakinan mereka atas ideologi kapitalis yang berpangkal pada akidah sekularisme. istilah sekularisme pertama kali diperkenalkan oleh George Jacob Holyoake (1817-1906)—masing-masing agama dan negara memiliki otoritas sendiri-sendiri: negara mengurusi politik sedangkan agama mengurusi gereja. Jadi, sekularisme intinya adalah pemisahan agama dari kehidupan. Dari akidah ini lahir ide liberalisme freedom of bilief (kebebasan beragama), freedom of opinion (kebebasan berpendapat), freedom of awnership (kebebasan kepemilikan) dan personal freedom (kebebasan berperilaku/berekspresi), pluralisme, relativitas kebenaran, dan sebagainya. Akidah ini juga memberikan landasan pada demokrasi dan sistem Kapitalisme.

Keyakinan mereka atas sekularisme dengan seluruh pemikiran turunannya itu dapat kita lihat secara jelas dari ungkapan mereka sendiri. Di antara misi Jaringan mereka (JIL) adalah mengembangkan penafsiran Islam yang liberal sesuai dengan prinsip-prinsip yang mereka anut. Di antaranya: mereka mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka, dan plural (pluralisme); meyakini kebebasan beragama; memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas keagamaan dan politik. Mereka yakin bahwa kekuasaan keagamaan dan politik harus dipisahkan dan bentuk negara yang sehat bagi kehidupan agama dan politik adalah negara yang memisahkan kedua wewenang tersebut. Agama adalah sumber inspirasi yang dapat mempengaruhi kebijakan publik, tetapi agama tidak punya hak suci untuk menentukan segala bentuk kebijakan publik. Agama berada di ruang privat dan urusan publik harus diselenggarakan melalui proses konsensus—demokrasi. Bagi kelompok liberal, sekularisme sudah menjadi keyakinan (qanâ‘ah) yang mereka yakini kebenarannya. Tampak jelas bahwa mereka telah menjadikan sekularisme dan ideologi Kapitalisme sebagai pijakan. Kenyataan ini sungguh bertolak belakang dengan ciri seorang Muslim. Seorang Muslim sejatinya meyakini kebenaran akidah Islam berikut sistemnya dan menjadikannya sebagai pijakan.

Sumber :

Buku Orientalis dan Diabolisme Pemikiran (DR. Syamsuddin Arif)

www.dakwahkampus.com


catatan : Cari dari sumber yang lain juga, ya...

:D

syukron





0 comments: