Wednesday, April 27, 2011

Tulisan Kajian Internal

tema : Wanita Karir
Oleh Sarah Ismi Kamilah


Definisi dan Fakta mengenai Wanita Karir

Setelah diteliti lebih dalam, definisi dari wanita karir yaitu wanita yang lebih memprioritaskan pada pekerjaan dan ingin terus menambah nilai, jenjang dan memiliki motivasi yang kuat untuk meraih presisi yang tinggi. Nah, sebenarnya perlu ada pengkhususan yang hendak kita kaji dan dijadikan diktif ketiga ini. Setelah ismi fahami alur pembicaraan kajian kita seperti mengarah pada wanita pekerja, padahal wanita karir dan wanita pekerja itu terdapat perbedaan yang mendasar meskipun seolah-olah istilah yang digunakannya sama. Kalau wanita pekerja itu kurang presisi dari wanita karir. Karena jika dipertanyakan, “apakah wanita yang berprofesi sebagai buruh juga termasuk wanita karir?” Sehingga perlu ada penjelasan lagi tema yang akan kita kaji. Apakah mau merubah temanya menjadi wanita pekerja (working girl) atau bagaimana. Tapi untuk sementara di tulisan ini masih dipakai istilah wanita karir.

Menjadi wanita karir sudah merupakan fenomena yang biasa di zaman moderen ini. Fenomena ini dibuktikan oleh data statistik BPS yang menunjukkan bahwa jumlah partisipasi perempuan dalam lapangan kerja meningkat signifikan setiap tahunnya. Selama Februari 2006 sampai Februari 2007 saja misalnya, jumlah pekerja perempuan bertambah 2,12 juta orang sedangkan jumlah pekerja laki-laki hanya bertambah 287 ribu orang. Bagi sebagian wanita, bekerja merupakan kesempatan mengaktualisasikan diri. Bekerja memungkinkan seorang wanita mengekspresikan dirinya dengan cara yang kreatif dan produktif untuk menghasilkan sesuatu yang dapat mendatangkan kebanggaaan terhadap dirinya. Melalui bekerja, wanita berusaha menemukan arti dan identitas dirinya, dan pencapaian tersebut mendatangkan rasa percaya diri dan kebahagiaan (Rini, 2002 dalam Dewi, 2006).

Namun tidak sedikit juga wanita yang bekerja demi memenuhi kebutuhan finansial mereka. Entah itu karena faktor kemiskinan, menambah penghasilan suami, sekedar mencari tambahan untuk membantu orang tuanya, atau untuk memenuhi tuntutan gaya hidup modern yang konsumtif. Meningkatnya jumlah wanita bekerja dengan berbagai alasan ini dapat berdampak pada pergeseran peran wanita dari sektor domestik ke publik. Selanjutnya, dengan alasan profesionalisme, banyak wanita bekerja tidak ingin menikah, tidak mau hamil, tidak menyusui anaknya, meninggalkan bayinya kapan pun, mengabaikan pendidikan anaknya, tidak taat pada suami, tidak mau terikat dengan pekerjaan rumah tangga dan bebas berinteraksi dengan laki-laki manapun. Sungguh, sistem sosial yang rusak dan ancaman lost generation sudah di depan mata.


Analisis: Latar belakang, Konspirasi dibalik wanita karir, Implikasi dari realita (dalam kaca mata kapitalisme)

Latar belakang munculnya fenomena wanita karir ini diilhami oleh sebuah faham yaitu feminisme. Feminis ini sendiri mengandung pengertian yang luas yaitu gerakan kaum perempuan untuk menolak segala sesuatu yang dimarjinalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya (Ratna, 2004 dalam Luthfi, 2010). Feminisme secara umum berarti ideologi pembebasan perempuan karena ada keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya (Humm dalam Luthfi, 2010). Feminisme pada dasarnya mempunyai relasi erat dengan gender sebagai fenomena budaya. Gerakan feminisme menjadi gugatan terhadap konstruksi sosial dan budaya yang meminggirkan peran perempuan (Abdullah, 1997 dalam Luthfi, 2010).

Menurut kalangan feminis, perempuan secara intelektual sama dengan laki-laki. Mereka berasumsi bahwa pembebasan/liberalisasi perempuan merupakan pondasi untuk mencapai kemajuan. Ketika perempuan berhasil memperoleh kebebasan dan independensinya, berarti mereka telah keluar dari status inferiornya. Oleh karena itu mereka juga berasumsi bahwa perempuan yang hanya menjadi ibu rumah tangga dianggap sebuah kemunduran yang menjadikan perempuan eksklusif karena kehilangan partisipasinya dalam masyarakat.

Akibatnya tumbuh jiwa bersaing di segala bidang antara dua insan laki-laki dan perempuan. Tatanan yang semula berjalan harmonis dengan pembagian peran dan posisi yang jelas menjadi goyah karena seruan ketidakadilan bergaung di segala sisi. Runtuhnya struktur keluarga, meningkatnya angka perceraian, kasus penelantaran anak, kenakalan anak-anak remaja (free sex, aborsi), sindrom ciderella complex, eksploitasi perempuan, pelecehan seksual, dll ditengarai kuat sebagai efek langsung dari propaganda keadilan dan kesetaraan gender.

Kehidupan kaum muslimin saat ini tengah didominasi oleh ideologi kapitalisme. Tak terkecuali kehidupan sebagian perempuan telah dirasuki paham ini. Nilai segala sesuatu diukur dengan materi, kebahagiaan bermakna kelimpahan materi dan kebebasan individu begitu diagungkan (bahkan nilai agama dianggap salah apabila bertentangan dengan nilai kebebasan individu). Dengan standar nilai materi ini, peran ibu menjadi inferior karena dianggap tidak bernilai ekonomi. Begitu pula jika ada perempuan yang membatasi diri pada pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak semata dikatakan sebagai orang yang tidak mengikuti perkembangan zaman dan dikungkung oleh tradisi yang memperbudak kaum perempuan. Karena terpengaruh standar nilai materi tersebutlah kaum perempuan merasa harus menyerbu sektor publik yang bisa menghasilkan uang secara langsung. Sebagian dari mereka bahkan bekerja hanya untuk mendapatkan gaya hidup mewah yang menurut mereka hanya bisa didapatkan apabila mereka memiliki penghasilan sendiri.

Kemiskinan yang diyakini sebagai pendorong utama wanita mengejar karir pun adalah dampak dari diterapkannya sistem kapitalisme. Kapitalisme telah gagal menghasilkan kesejahteraan umat manusia termasuk perempuan. Bahkan kapitalisme lah yang telah memberikan nilai kepada perempuan tidak lebih dari sekedar komoditas. Perempuan diesploitasi agar menghasilkan keuntungan materi termasuk dari kemolekan tubuhnya dan daya tarik kewanitaannya.


Pandangan Islam terhadap wanita karir (Reposisi peran wanita, hukum bekerja bagi wanita, solusi yang ditawarkan islam bagi wanita)

Sebelum membahas lebih dalam lagi mengenai pandangan islam terhadap wanita karir ini, perlu kita fahami lagi mengapa harus islam yang memberikan solusi terhadap permasalahan wanita karir ini. Islam merupakan din yang sempurna, yang tidak sekedar sebagai agama, tapi islam memiliki pengertian yaitu din yang diturunkan oleh Allah pada Muhammad SAW untuk seluruh ummat manusia, yang berisi peraturan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan dirinya sendiri dan manusia dengan sesamanya. Melihat hal ini, kita sudah dapat merasakan betapa sempurnanya Islam. Karena itu Islam diturunkan oleh Allah agar dijadikan sebagai aturan hidup bagi ummat manusia. Islam hadir dalam bentuk pembebanan hukum-hukum syari’at bagi manusia yang akan menuntun manusia agar mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dalam mengarungi kehidupan. Keterikatan kita terhadap hukum Allah juga merupakan konsekuensi keimanan kita kepada Allah SWT. Ketika islam memberikan tatacara permasalahan melalui hukum syari’at, Islam tidak memandang permasalahan tersebut milik siapa, baik laki-laki ataupun perempuan. Islam juga memandang setiap permasalahan apapun semata-mata sebagai permasalahan manusia, mau itu permasalahan ekonomi, politik, sosial atau apapun. Selama permasalahan itu merupakan masalah yang dihadapi manusia, hukum syari’at pasti mampu menyelesaikan. Jadi tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak terikat pada hukum syara’. Sebab islam berasal dari Pencipta manusia yang jelas paling tahu hakikat dari manusia itu sendiri.

Islam memandang bahwa perempuan dan laki-laki adalah sama. Allah telah menempatkan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan secara adil agar keduanya dapat hidup berdampingan secara harmonis. Islam memandang bahwa perempuan adalah sosok manusia dengan seperangkat potensi yang ada pada dirinya. Sebagaimana laki-laki, perempuan memiliki potensi berupa akal, naluri serta kebutuhan jasmani yang diberikan oleh Allah kepada mereka. Seiring dengan potensinya itu Allah memberika posisi yang beragam pada laki-laki dan perempuan yaitu sebagai hamba Allah, anggota keluarga dan anggota masyarakat. Nah, yang terlihat perbedaan mendasar ada pada posisi sebagai anggota keluarga, untuk perempuan posisi anggota keluarga yaitu sebagai anak, istri dan ibu. Akan tetapi Allah juga membebankan hak dan kewajiban yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, semata-mata karena tabiat keduanya berbeda, baik berkaitan dengan fungsi, kedudukan, maupun posisi masing-masing dalam masyarakat. Allah telah menjadikan tugas pokok perempuan sebagai ibu dan pengelola rumah tangga sesuai dengan tabiat keperempuanannya, perempuan telah dikaruniai kemampuan memikul tanggung jawab sebagai ibu seperti hamil, melahirkan, menyusui dan mengasuh anak. Kemampuan ini tidak terdapat pada laki-laki (ranah domestik). Namun demikian, adanya perbedaan ini tidak berarti yang satu lebih tinggi dari pada yang lain. Semua ini Allah tetapkan sesuai dengan fitrah manusia, dan perlu diingat bahwa kemuliaan manusia di sisi Allah hanya ditentukan dari ketakwaan manusia itu sendiri atau seberapa amanah dia dengan tanggung jawab yang telah Allah berikan padanya sebagai laki-laki ataupun perempuan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Hujurat ayat 13 yang artinya:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian”

Allah juga telah membebankan kewajiban mencari nafkah dan melindungi keluarganya kepada laki-laki karena hal itu berkaitan dengan fungsi laki-laki sebagai kepala rumah tangga dan kewajiban ini tidak dibebankan kepada perempuan walaupun islam tidak mengharamkan perempuan untuk bekerja. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat An Nisa ayat 32 yang artinya :
“Bagi laki-laki ada bagian dari yang mereka usahakan, dan bagi wanita juga ada bagian dari yang mereka usahakan”

Oleh karena itu islam tidak melarang wanita untuk bekerja (tetapi bukan berarti bahwa perempuan wajib untuk bekerja), asalkan tidak melalaikan kewajiban utamanya sebagai ibu dan pengelola rumah tangga serta tidak menyalahi aturan Allah dan Rasulnya dan bukan pekerjaan yang mengeksploitasi sisi keperempuanannya, serta harus memenuhi kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan aktivitas perempuan di luar rumah.

Selain itu, pelaksanaan perempuan dalam memenuhi perannya sebagai anggota masyarakat (ranah publik), sebagaimana seorang laki-laki, perempuan berkewajiban untuk mengurus urusan ummatnya melalui keterlibatannya dalam aktivitas politik. Aktivitas politik disini didefinisikan sebagai aktivitas yang mengurusi ummat bukan aktivitas yang mengupayakan untuk mendapatkan kekuasaan sebesar-besarnya seperti fenomena politik saat ini yang kotor, tetapi perlu disadari bahwa ini merupakan perintah dari Allah dan Rasulnya. Perempuan memiliki hak untuk memilih dan dipilih sebagai anggota Majelis Syura (dalam pemerintahan islam), berkewajiban untuk menasehati dan mengoreksi penguasa, serta berkewajiban untuk terlibat dalam kelompok dakwah atau partai politik islam . Inilah peran dan fungsi perempuan di bidang politik.

Wallahu a'lam

0 comments: