Wednesday, April 27, 2011

Tulisan LiKa episode 8

tema : feminisme
oleh Nia Kurniati

Bicara soal perempuan, yang ada dibenak kita adalah sesosok manusia yang unik dan diberi perhatian khusus dalam kehidupan. Karena secara fisik dan biologis perempuan berbeda dengan laki-laki, maka terjadi perdebatan yang begitu panjang sepanjang perjalanan hidup manusia mengenai peran dan perlakuan yang semestinya bagi perempuan. Di beberapa peradaban, faktanya perempuan dipandang lebih rendah dari laki-laki, bahkan dianggap makhluk hina. Peradaban yang cukup tua seperti romawi-yunani misalnya, memandang bahwa perempuan adalah manusia kelas dua yang bisa diperlakukan seenaknya oleh kaum laki-laki selayaknya barang bahkan perempuan bebas untuk dihamili. Peradaban hindu pun menganggap bahwa perempuan harus patuh seutuhnya pada laki-laki yang menjadi suaminya diatas kepatuhannya kepada agama, apapun yang menjadi keinginan suaminya, harus dipatuhi oleh perempuan. Peradaban yang lain seperti peradaban masyarakat Arab sebelum datangnya Islam, mereka memperlakukan perempuan sebagai makhluk yang hina, bila melahirkan bayi perempuan, mereka kubur hidup-hidup. Perempuan pun selayaknya seperti barang pusaka yang bisa diwariskan pada anaknya.

Penindasan dan perlakuan yang menomor-duakan perempuan inilah yang melatarbelakangi pergerakan-pergerakan perempuan dan perkembangan feminisme di seluruh dunia. Perempuan mulai berontak dan mulai memperjuangkan hak-haknya dalam kehidupan. Kesetaraan gender pun menjadi hal yang paling digembor-gemborkan oleh pejuang feminisme ini.
Dalam perkembangannya, feminisme ini terpengaruhi oleh pemikiran-pemikiran yang lebih mendasar seperti liberalisme dan sosialisme, tergantung dimana dan pada sitem apa feminisme ini berkembang. Alhasil, feminisme pun terspesialisasi kedalam 3 jenis yaitu: feminisme liberal, feminisme radikal, dan feminisme sosialis. Walaupun terdapat beberapa perbedaan dari ketiga jenis feminisme ini, namun ketiganya sama-sama mengusung persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam segala aspek kehidupan. Dan mereka memprotes sistem kehidupan dalam keluarga yang memposisikan perempuan sebagai ibu rumah tangga yang selayaknya seperti kuli, pekerjaan fisik yang tidak menggunakan rasio, eksploitasi terhadap perempuan dan penekanan perempuan di dalam rumah.

Konsep kesetaraan gender yakni kesetaraan karakteristik sosial antara laki-laki dan perempuan terutama di ruang publik menjadi solusi yang ditawarkan dan diperjuangkan oleh kaum feminis. Bagi mereka, perempuan harus memiliki hak yang sama dalam semua ranah kehidupan, mulai dari ekonomi, sosial, pendidikan, sampai ranah politik.

Selintas solusi ini memberikan kebaikan dan menjamin keadilan pada kehidupan laki-laki dan perempuan. Lalu apa yang terjadi ketika manusia menerapkan kesetaraan gender ini? Faktanya terjadi ketimpangan diberbagai aspek kehidupan. Perempuan merasa berhak untuk berkarir sehingga lebih memilih mengutamakan obsesinya sebagai wanita karir daripada peran dia sebagai ibu dan manager rumah tangga. Akhirnya keutuhan keluarga pun terancam, angka perceraian semakin meningkat tajam, anak menjadi korban, dan bahaya yang lebih besar lagi adalah rusaknya generasi karena minimnya pendidikan orangtua terhadap mereka. Padahal orangtua terutama ibu adalah pendidik pertama dan utama bagi seorang anak, yang dapat membentuk kepribadian mereka.

Akhirnya kita berpikir ‘bagaimana meletakkan posisi dan peran perempuan dalam kehidupan agar tercipta kehidupan yang baik, tentram dan sejahtera?’ ‘apakah kita akan merujuk pada hasil-hasil pemikiran manusia dalam menciptakan sitem kehidupan?’… sejatinya kita harus memposisikan perempuan pada fitrahnya yakni sebagai makhluk yang diciptakan Allah swt. Allah telah menyempurnakan Islam untuk manusia sebagai pedoman hidup yang harus mereka patuhi seutuhnya. Pengaturan seluruh aspek kehidupan haruslah sesuai dengan syariah Islam sebagai konsekuensi keimanan kepada Allah. Begitu pula pengaturan terhadap kehidupan perempuan, seluruhnya harus diatur dengan islam.

wallahu a'lam

0 comments: